Tiongkok benar-benar siap menjadi negara adidaya baru. Sebab, laju ekonomi di negara tersebut rata-rata di atas tujuh persen. Tahun 2010 Standard Chartered Bank bahkan menurunkan hasil risetnya yang menyebutkan bahwa pada 2030 kekuatan Tiongkok mampu menggeser dominasi Amerika di peringkat kedua.
Kemajuan Tiongkok saat ini diyakini tidak terlepas dari budaya literasinya yang kuat. Priyo Sularso dari Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) sebagaimana dikutip dari situs gpmb.pnri.go.id menyebut bahwa kuatnya budaya literasi di Tiongkok tidak terlepas dari semangat untuk melestarikan ajaran dan budaya leluhur. ”Tidak heran jika ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat di sana,” tegas Priyo.
Tiongkok diakui memiliki budaya dan ilmu pengetahuan tertua di dunia. Penemuan arkeologi dan antropologi membuktikan bahwa wilayah Tiongkok telah didiami manusia purba sejak 1,7 juta tahun yang lampau. Sejarah tertulis Tiongkok ditemukan pada Dinasti Shang (1750-1045 SM). Cangkang kura-kura dengan aksara Tiongkok kuno ditemukan berasal dari Dinasti Shang dan memiliki penanggalan radiokarbon hingga 1500 SM.
Sastra dan filsafat Tiongkok berkembang pada zaman Dinasti Zhou (1045-256 SM). Dinasti Zhou merupakan dinasti terlama yang berkuasa dan pada zaman inilah aksara Tionghoa modern mulai berkembang. Sastra Tiongkok pun banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan sastra dunia karena dibawa oleh para saudagar atau pedagang Tiongkok. Kedisiplinan dan semangat menjaga warisan ajaran leluhur itu pula yang ikut memengaruhi kuatnya budaya literasi di masyarakat Tiongkok.
Bangsa Tiongkok menjadi besar dan maju karena salah satunya adalah budaya literasi yang tinggi. Tidak heran jika ada anjuran yang menyebutkan bahwa ”Belajarnya hingga ke negeri Cina.”
Sidoarjo, 1 Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H