Tim peneliti berkesimpulan bahwa toleransi terhadap rasa sakit dapat diperbaiki dengan mengurangi kantuk. Dalam konteks ini adalah dengan menambah jam tidur. Namun melihat data penderita sleep apnea, ternyata menunjukkan hasil yang sama juga.
Orang yang mendengkur dengan henti nafas (sleep apnea), mempunyai kualitas tidur yang buruk. Akibatnya walau durasi tidur cukup, mereka tetap mengantuk. Kondisi ini disebut sebagai hipersomnia atau kantuk yang berlebihan. Menambah jam tidur pada orang yang ngorok tidak akan mengurangi kantuknya. Penelitian di tahun 2011, tunjukkan bahwa mengatasi mendengkur dapat meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit.
Atasi dengkur dengan CPAP akan mengurangi henti nafas penderita dari 50 kali perjam menjadi 2 kali perjamnya. Setelah satu malam gunakan CPAP, penderita sleep apnea merasa segar di saat bangun dan dapat menahan rasa sakit 28% lebih lama.
Penelitian pun dilanjutkan dengan tidak menggunakan CPAP. Jadi penderita kembali ngorok dalam tidur. Henti nafas pun kembali menjadi 32 kali setiap jamnya, penderita kembali mengantuk dan ketahanannya terhadap rasa sakit menurun 17%.
Kesimpulan
Kesimpulannya mudah saja, dalam kondisi mengantuk kita cenderung mudah merasakan sakit. Sementara dengan menghilangkan kantuk, dengan cara menambah jam tidur atau mengobati mendengkur pada penderita sleep apnea, dapat meningkatkan ketahanan seseorang terhadap rasa sakit.
Tetapi para ahli belum dapat memastikan mekanisme yang melatar belakangi. Sementara ini, dihipotesakan bahwa aktivitas sitokin berperan besar. Rasa sakit adalah tanda utama dari adanya inflamasi. Banyak penelitian yang menunjukkan bagaimana proses gangguan tidur dan pengurangan tidur dapat mengaktifkan reaksi inflamasi yang dilihat dari meningkatnya kadar interleukin-6 dan tumor necrosis factor.
Terlepas dari mekanismenya, mengantuk jelas menurunkan ketahanan kita terhadap rasa sakit. Satu lagi manfaat kesehatan tidur kita dapatkan. Misalkan menjelang operasi, mungkin saja dokter alih-alih meresepkan obat penghilang rasa sakit, malah menyarankan menambah jam tidur sebagai persiapan operasi.
dr. Andreas Prasadja, RPSGT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H