Entah kenapa cacing itu sudah berada didepan kamar mandi. Gerakannya menunjukkan sebuah ikhtiar yang luar biasa untuk terus berjalan menuju... entah kemana. Tapi sepertinya perjalanannya sudah jauh.T erlihat dari posisinya yang sudah agak jauh dari pintu kamar mandi, mungkin sudah sejak semalam dia bergerak keluar dari kamar mandi. Ya.. pasti datangnya dari kamar mandi si cacing itu. Dari mana lagi..? Cacing itu bisa saja keluar dari floor drain kamar mandi yang memang sudah hilang tutupnya.Biasanya tidak cuma cacing, kadang tikus juga pernah terlihat keluar dari lubang itu. Tapi yang sering memakai jalur itu adalah kecoa, hanya saja si kecoa hanya keluar apabila kamar mandi sudah kering, kira kira tengah malam, saat kamar mandi itu tidak dipakai..
Kenapa juga aku mesti perhatikan cacing itu. Tak ada hubungannya denganku. Dan aku juga tidak akan ganggu kamu cing.. Walaupun kamu terlihat menjijikkan, aku tidak akan bersegera menyingkirkanmu. Silahkan jalan jalan malam, sesuka hatimu. Tidak mengapa, asal kamu segera pergi sebelum tempat ini ramai orang ambil wudhu jelang subuh nanti.. atau kamu akan terinjak.. mati..
Masih sambil manahan ngantuk, aku lewati si cacing. Biar saja dia mau kemana. Selamat jalan jalan cing, aku ga ganggu kamu.. aku mau pipis, sekalian ambil wudhu. Keburu subuh. Masih ada waktu buat sholat malam dan berdoa..
Hm.. bangun malam buat sholat malam memang berat. Melawan ngantuk, lemes.. dan males.. maleesss banget...
Tapi kalau mengingat kondisiku saat ini, kemana lagi aku mau berkeluh kesah kecuali sama Alloh. Hanya Dia yang bisa aku curhati. Hanya Dia juga yang mengerti kondisiku saat ini. Terpisah jauh dari keluarga, mencoba mengadu nasib di negri orang. Berharap mendapat sebongkah berlian untuk dibawa pulang. Hm... ya Alloh, apa memang rezeki yang Engkau setting untukku hanya recehan? Sudah sebegini jauh kok ya belum dapet juga berliannya. Padahal dulu sebelum berangkat sebongkah berlian dan seonggok dollar seperti sudah ada di kantong. Bisa untuk mbangun rumah di kampung, nyekolahkan anak, beli mobil, sokor sokor bisa untuk mberangkatin haji emak..
Ini.. jangan ngarep gaji gedhe. Kalau saja ada gaji dikit aja, setidaknya bisa untuk beli tiket pulang, sudah alhamdulillah.. Tapi mau dapet gaji gimana, orang kerjaan juga ga ada..
Hm.. ya Alloh.. hamba mohon pertolonganmu.. Tega teganya lik Karyo mbohongi dan menjebakku seperti ini.. Kalau saja aku tidak keburu pingin kaya, mungkin aku tidak mau dibujuki berangkat ke sini. Katanya ada kerjaan di proyek. Gajinya besar. Gake dollar. Kalau dibawa pulang nilai tukarnya bisa jadi lebih banyak.
"Cuma bikin pagar komplek, paling 3 bulan selesai. Kamu dah bisa dapat uang banyak". Masih teringat sekali rayuan lik Karyo mbujukiku dan temen temen di gardu malam itu. Lik Karyo memang baru hangat hangatnya dikabarkan barusan pulang dari luar negri. Uangnya banyak. Dan kemudian dia ngajak ajak orang kampung untuk mau ikut bekerja bersama dia di luar negri.
Lha wis gimana lagi.. dikampung juga nganggur. Panen masih 2 bulan lagi. Jadi prakis memang tidak ada pekerjaan di sawah waktu itu. Sepertinya tidak salah juga kalau aku mengikuti ajakan lik Karyo. Namanya juga usaha..
"Ya kan bune. Ga papa bapak tinggal dulu ya.. Katanya lik Karyo cuma 3 bulan. Ntar yang panen disawah minta tolong yu Tinah saja. Sokor sokor aku segera pulang, jadi nanti kita dapet hasil panen dan juga dapat uang dari proyekan.."
Hm.. mestinya ceritanya begitu.. bulan ini istriku panen di kampung dan bulan depan aku pulang bawa uang dollar.. banyak.. Tapi.. hm.. masyaAlloh.. kalau saja yang jadi sutradara aku sendiri. Ceritanya akan kubuat begitu. Tapi justru yang jadi sutradara ternyata lik Karyo. Bangsat tua itu justru ngilang setelah aku dan teman teman sampai di sini. Katanya masih mau nunggu rombongan dari Jember. "Eh, Din, kamu sama yang lain nyebrang aja dulu. Aku nunggu rombongan dari Jember, ntar mereka ga ngerti cara ngurus imigrasinya". Begitu lik Karyo ngabani aku dan rombongan untuk masuk ke perbatasan lebih dulu. "Dah sana naik bis itu, ntar keburu ketinggalan. Kalian turun aja di terminal Tositolu, disana sudah ada pak Mario yang akan anter kalian ke lokasi proyek.."
Astaghfirullohaladziim.... aku ni kok ya manut manut saja sih Gustiiii....
Katanya tidak boleh berprasangka, itu tidak baik. Apalagi dia juga pamanku sendiri. Tapi kok yo memang dia ga punya hati.. ga mikir nasib orang lain.. tega taganya mentelantarkanku dan teman teman di paran.. duh Gusti.. njur saya ni mau gimana sekarang.. uang tinggal sedikit, pekerjaan belum juga dapat. Alhamdulillah ada aja jama'ah masjid Annur sini yang kasih sembako. Ya.. gimana mereka tidak melas dengan kami, tidak punya rumah tidak punya saudara, tidur seadanya di teras masjid. Berharap mereka kasih sumbangan untuk sekedar bisa pulang kampung.. kapan Gusti...
Duh Gusti...
hambaMu tak punya daya..
terpuruk, terjebak dalam sulit..
tidak tahu harus bagaimana untuk keluar dari keterpurukan ini..
tidak tahu pada siapa akan berharap pertolongan.
Hamba terpuruk, lemah..
tersia siakan tanpa daya..
untuk berontakpun.. lumpuh..
HambaMu bagaikan seekor lalat terjebak di sarang laba laba..
bagai seekor ikan tanpa air..
bagai seekor cacing tanpa lumpur..
Deg...
Tiba tiba aku teringat cacing yang di depan kamar mandi tadi..
Tentunya dia bukannya sedang jalan jalan, tapi justru sedang berjuang untuk segera kembali ke tanah becek habitatnya. Karena keramik dibawahnya begitu keras untuk ditembusnya. Dan semakin menghabiskan cairan tubuhnya. Dia tadi sedang kesasar hingga sedemikian jauhnya dari tempat basah yang senantiasa melindunginya. Dia tadi sedang berjuang untuk pulang... Apa bedanya denganku..?
Aku segera bangkit dari simpuh sholat. Sudah seharusnya kutolong cacing tadi kembali ke habitatnya. Susah payah untuk cacing bergerak semeter, tapi dengan pertolonganku tentunya itu masalah sepele.. Kuteringat hadits Nabi, tentang seorang perempuan, pelacur, menolong anjing dengan mengambilkan air dengan sepatunya, untuk minum si anjing yg hampir mati kehausan. Dan dia menjadi ahli surga... Semoga, dengan kepedulianku terhadap cacing tadi akan menjadi asbab pertolongan Alloh untuk kepulanganku ke kampung...
Itu dia... cacing tadi masih berada di tempat semula. Didepan pintu kamar mandi. Memang lantai keramik di situ kering, tentunya dia kesulitan bergerak sejak tadi. Kudekati, kuangkat dengan sebatang lidi.. Oh.... Gusti... dia sudah mengering... kaku... menempel di keramik... mati.....
Akankah nasibku seperti dia...?? duh Gusti....
Astaghfirullohaladziim........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H