Mohon tunggu...
Punky Pranowo
Punky Pranowo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

dari beberapa predikat yang ada, menjadi 'bapak' adalah yang sangat membanggakanku. anak anak adalah motivatorku , ibu mereka provokatornya. masa depanku lebih dekat terlihat, masa lalunya lebih detail terhistori.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nasib Cacing

26 September 2012   05:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:40 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

pagi itu saya melihat seekor cacing menempel di dinding merambat naik dari tanah humus tanaman di bawahnya. kebetulan saya sedang menyiram tanaman dan spontan saya semprot sekalian si cacing agar jatuh ke tanah. hm.. ngotorin dinding aja... gumanku. iseng saya amati, ternyata si cacing sudah tinggi juga naiknya. untuk seukuran cacing, jarak segitu pasti sudah sangat tinggi bagi dia. mungkin sudah lama dia mendaki. dengan susah payah, sepenuh tenaga dan mungkin juga sepenuh hati (bila fungsi hati cacing seperti itu...)
kok saya terus merasa bersalah...
iba melihat nasib si cacing. sudah capek capek merambat begitu, seenaknya saja saya menjatuhkannya. hanya dengan sedikit kucuran air dia jatuh terjerembab kembali ke tanah. sekarang dia kembali tergelepar di tanah berkalang air.. becek...
deg... kok njur tintrim hati ini...
ingat diri sendiri. terkondisikan bagai si cacing. bertahun tahun membangun bisnis. merintis dengan mengumpulkan recehan demi recehan. mendatangi pintu demi pintu. semakin lama semaikn banyak costumer, semakin besar pula usaha. bukan recehan lagi yang ditumpuk, pundi pundi semakin banyak yang terkumpul disimpan. seakan dunia sudah bisa terbeli.. tapi kok kemudian justru hancur... bisnis bukan lagi bisnis.. tetapi survive yang makin menghabiskan tabungan, jatuh terpuruk..

begitu juga dalam karir. bertahan dalam cacian, makian. obey pada semua perintah. kadang tega menyikut teman sendiri, menginjak kawan supaya terlihat lebih tinggi. tega meninggalkan keluarga, mengabaikan anak bahkan mentelantarkan mereka. hanya untuk memuaskan pimpinan, mencari perhatian manajemen, mengejar karir terus menanjak naik.. naik.. tapi kok kemudian terhempas.. tidak ada  jabatan... tidak ada tunjangan.. tidak ada komisi.. dan kembali mengandalkan gaji...

nasib si cacing...
sudah capek capek naik, dihempaskan dengan mudahnya..

hm... tapi buat apa si cacing itu naik naik ke dinding? tidak ada apa apa diatas.. justru si cacing akan aman berada di habitatnya di tanah. bisa berlindung ditanah, bisa makan dari biota tanah, struktur tubuhnya juga untuk tinggal di tanah. jadi kenapa cacing tadi naik keatas??
jadi kenapa kita juga harus meraih dunia ini???

semoga pada tiap hempasan hidup adalah pengembalian kita pada sebenar benarnya kita menjadi hamba... bukan untuk alasan putus asa, bukan untuk alasan berhenti mendaki lagi....
dan jadikan setiap momentnya adalah edukasi.

po, sept26 '12

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun