Mohon tunggu...
Hadi Pranoto
Hadi Pranoto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kopi pahit

Pernah belajar di pondok-pesantren al-Falah,Jember. Dari dusun Sumbergondo.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semarak Agustus, dari Proklamasi hingga Nasionalisme Kebangsaan

4 Agustus 2020   22:31 Diperbarui: 5 Agustus 2020   12:27 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang  hari dan tanggal paling bersejarah bagi bangsa Indonesia warga masyarakat secara keseluruhan menyambutnya dengan antusiasme yang sangat tinggi. Ciri khas Agustus telah terlihat di mana-mana, tiang-tiang bambu yang sederhana menancap kuat di lorong-lorong kecil perkampungan dan jalan-jalan besar bumi pertiwi. Tiang-tiang bambu itu mengingatkan kita pada momen proklamasi kemerdekaan.

"Upacara itu berlangsung sederhana. Tapi apa yang kami rasakan kurang dalam kemegahannya, kami penuhi dalam harapan. Aku berjalan ke pengeras suara hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan Proklamasi itu. Istriku telah membuat sebuah bendera dari dua potong kain. Sepotong kain putih dan sepotong kain merah. Ia menjahitnya dengan tangan. Inilah bendera resmi yang pertama dari Republik. Tiang benderanya berupa batang bambu panjang yang ditancapkan ke tanah beberapa saat sebelum itu dan tidak begitu tinggi," tutur Bung Karno dalam "Sukarno Penyambung Lidah Rakyat," Cindy Adams.

Selama Agustus Merah putih berkibar merias bumi Indonesia. Meski di tahun ini Semarak itu dibatasi oleh adanya pandemi yang mengharuskan masyarakat mematuhi protokol kesehatan, tapi pesan dan keluasan makna Kemerdekaan tetap abadi di hati sanubari rakyat. Tetap berdiri tegak menghayati detik-detik sakral proklamasi.

17 Agustus adalah hari dan bulan yang tak asing lagi bagi bangsa ini. Hari ketika diproklamirkannya KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA oleh Bung Karno dan Bung Hatta di halaman rumah beliau Jakarta tepatnya di jalan Pegangsaan Timur No. 56 mewakili seluruh tumpah darah Indonesia.

Teks proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno tertulis di secarik kertas sederhana, dalam buku "Sukarno Penyambung Lidah Rakyat" tersebut Cindy Adams menyebut bahwa teks proklamasi ditulis oleh Bung Karno sendiri.

"Seseorang memberikan buku catatan bergaris-garis biru seperti yang dipakai pada buku tulis untuk sekolah. Aku menyobeknya selembar dan dengan tanganku sendiri menuliskan kata-kata proklamasi di atas garis-garis biru itu," tutur Bung Karno.

17 Agustus 1945 adalah hari kemerdekaan kita. Merdeka dari kuasa para penjajah, merdeka dari tangan-tangan keserakahan dan merdeka dari belenggu kediktatoran sistem kolonialisme dan imperialisme.

Detik-detik sebelum kemerdekaan banyak hal dan peristiwa dilalui bangsa ini, mulai dari sidang-sidang hingga 'kemelut' perdebatan golongan tua dan golongan muda yang berujung pada 'penculikan' Bung Karno dan Bung Hatta pada 16 Agustus 1945 dibawa ke tempat yang kemudian menjadi ikon sejarah "Rengasdengklok".

"Penculikan" oleh pemuda yang di antaranya adalah Sukarni, Wikana, Khoirul Saleh dll itu bermaksud untuk mendesak agar Bung Karno sesegera mungkin memproklamirkan Kemerdekaan dalam situasi  ketika Indonesia sedang mengalami "kekosongan kekuasaan" (vacuum of power).

Dalam sejarah tercatat terjadi perbedaan pandangan antara golongan muda dan tua dalam menyikapi kapan waktu yang tepat membacakan teks Proklamasi.

Khawatir mendapat pengaruh jepang, akhirnya golongan muda sepakat membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok. Desakan yang dilakukan pemuda akhirnya berhasil dan peristiwa yang dinanti-nantikan selama berabad-abad lamanya menjadi kenyataan. Suara sang proklamator membacakan teks proklamasi menggelegar.

Meski dalam membacakan teks proklamasi tersebut dilaksanakan dalam keadaan yang sangat sederhana dan bahkan tanpa persiapan protokoler tapi dampak dan guncangannya dirasakan dunia. Menginspirasi negara-negara lain yang masih terbelenggu penjajahan untuk mengambil jalan dan sikap yang sama. Apresiasi dan dukungan internasional pun mengalir deras.

"Proklamasi Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.  Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun 1945. Atas nama bangsa Indonesia, Sukarno/Hatta."

"MERDEKA...!!!" Teriakan keras terdengar di mana-mana,teriakan yang membuat setiap individu bangsa ini tak peduli desing peluru penjajah, tank-tank tempur dan ledakan bom dari pesawat musuh.

Teriakan yang menjadikan bangsa ini tumbuh menjadi bangsa yang besar. Teriakan yang membuat bangsa ini tak menyerah oleh cekaman situasi genting apapun.

Hari ini menjelang 17 Agustus 2020 detik-detik menyambut dirgahayu Indonesia yang ke-75. Antusiasme penyambutan itu terlihat semarak, berjejer simbol-simbol negara ini menghiasi setiap sudut negeri. Merah putih berkibar di mana-mana sebagai rekfleksi kebanggaan sekaligus tradisi mengingat para pendiri bangsa (fouding fathers) dalam berjuang merebut kemerdekaan hingga puncaknya di 17 Agustus.

Dokpri;Tiang-tiang bambu yang digunakan mengingatkan kita pada pengibaran bendera ketika proklamasi berlangsung,dimana tiangnya menggunakan bambu | dokpri
Dokpri;Tiang-tiang bambu yang digunakan mengingatkan kita pada pengibaran bendera ketika proklamasi berlangsung,dimana tiangnya menggunakan bambu | dokpri
Ucapan-ucapan dirgahayu Republik Indonesia menggelegar di mana-mana, kreasi anak bangsa menampilkan ciri khas setiap daerah dengan beragam ekspresi dan keunikan booming dan akan mengisi ruang-ruang sosial media.

Diakui atau tidak, formalitas ini bukan tanpa isi. Nasionalisme dan patriotisme adalah gambaran nyata akan pesan esensial yang termanifestasi.

Di tengah keberbedaan suku, agama dan golongan, bangsa ini secara bersama-sama ditarik dan merasakan momentun kemerdekaan yang dahsyat. Memantik kuatnya ikatan persatuan sebagai bangsa diatas ke-binekaan tadi.

Dokpri:Semangat nasionalisme ditorehkan warga dusun Sumbergondo dengan tinta merah dan media kain berwarna putih
Dokpri:Semangat nasionalisme ditorehkan warga dusun Sumbergondo dengan tinta merah dan media kain berwarna putih
Tidak ada alasan untuk tidak berperan aktif mengisi kemerdekaan dengan semangat juang 45. Kuatnya nasionalisme dan patriotisme anak bangsa memantik semangatnya, mendalami dan mempelajari sejarah dan tujuan bangsa ini dan berusaha memberikan yang terbaik untuk bangsanya.

Dalam  pembukaan UUD '45 tujuan itu disebutkan; melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Itulah tujuan dan cita-cita negara.

Mencintai negara adalah memenuhi panggilan mewujudkan cita-cita itu sesuai kapasitas dan ruang lingkup masing-masing individu Indonesia sebagai bagian tak terpisahkan dari negara.

Adalah menjadi harapan bersama bahwa perayaan Kemerdekaan ini tidak berhenti pada formalitas seremonial melainkan juga pengejawantahan isi yang terkandung di antara nasionalisme dan patriotisme kebangsaan.

Dirgahayu Republik Indonesia ke-75...MERDEKA...!!!

Sumbergondo,
Agustus 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun