Menjelang  hari dan tanggal paling bersejarah bagi bangsa Indonesia warga masyarakat secara keseluruhan menyambutnya dengan antusiasme yang sangat tinggi. Ciri khas Agustus telah terlihat di mana-mana, tiang-tiang bambu yang sederhana menancap kuat di lorong-lorong kecil perkampungan dan jalan-jalan besar bumi pertiwi. Tiang-tiang bambu itu mengingatkan kita pada momen proklamasi kemerdekaan.
"Upacara itu berlangsung sederhana. Tapi apa yang kami rasakan kurang dalam kemegahannya, kami penuhi dalam harapan. Aku berjalan ke pengeras suara hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan Proklamasi itu. Istriku telah membuat sebuah bendera dari dua potong kain. Sepotong kain putih dan sepotong kain merah. Ia menjahitnya dengan tangan. Inilah bendera resmi yang pertama dari Republik. Tiang benderanya berupa batang bambu panjang yang ditancapkan ke tanah beberapa saat sebelum itu dan tidak begitu tinggi," tutur Bung Karno dalam "Sukarno Penyambung Lidah Rakyat," Cindy Adams.
Selama Agustus Merah putih berkibar merias bumi Indonesia. Meski di tahun ini Semarak itu dibatasi oleh adanya pandemi yang mengharuskan masyarakat mematuhi protokol kesehatan, tapi pesan dan keluasan makna Kemerdekaan tetap abadi di hati sanubari rakyat. Tetap berdiri tegak menghayati detik-detik sakral proklamasi.
17 Agustus adalah hari dan bulan yang tak asing lagi bagi bangsa ini. Hari ketika diproklamirkannya KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA oleh Bung Karno dan Bung Hatta di halaman rumah beliau Jakarta tepatnya di jalan Pegangsaan Timur No. 56 mewakili seluruh tumpah darah Indonesia.
Teks proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno tertulis di secarik kertas sederhana, dalam buku "Sukarno Penyambung Lidah Rakyat" tersebut Cindy Adams menyebut bahwa teks proklamasi ditulis oleh Bung Karno sendiri.
"Seseorang memberikan buku catatan bergaris-garis biru seperti yang dipakai pada buku tulis untuk sekolah. Aku menyobeknya selembar dan dengan tanganku sendiri menuliskan kata-kata proklamasi di atas garis-garis biru itu," tutur Bung Karno.
17 Agustus 1945 adalah hari kemerdekaan kita. Merdeka dari kuasa para penjajah, merdeka dari tangan-tangan keserakahan dan merdeka dari belenggu kediktatoran sistem kolonialisme dan imperialisme.
Detik-detik sebelum kemerdekaan banyak hal dan peristiwa dilalui bangsa ini, mulai dari sidang-sidang hingga 'kemelut' perdebatan golongan tua dan golongan muda yang berujung pada 'penculikan' Bung Karno dan Bung Hatta pada 16 Agustus 1945 dibawa ke tempat yang kemudian menjadi ikon sejarah "Rengasdengklok".
"Penculikan" oleh pemuda yang di antaranya adalah Sukarni, Wikana, Khoirul Saleh dll itu bermaksud untuk mendesak agar Bung Karno sesegera mungkin memproklamirkan Kemerdekaan dalam situasi  ketika Indonesia sedang mengalami "kekosongan kekuasaan" (vacuum of power).
Dalam sejarah tercatat terjadi perbedaan pandangan antara golongan muda dan tua dalam menyikapi kapan waktu yang tepat membacakan teks Proklamasi.
Khawatir mendapat pengaruh jepang, akhirnya golongan muda sepakat membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok. Desakan yang dilakukan pemuda akhirnya berhasil dan peristiwa yang dinanti-nantikan selama berabad-abad lamanya menjadi kenyataan. Suara sang proklamator membacakan teks proklamasi menggelegar.