Mohon tunggu...
Hadi Pranoto
Hadi Pranoto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kopi pahit

Pernah belajar di pondok-pesantren al-Falah,Jember. Dari dusun Sumbergondo.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melihat Mitos Secara Kontekstual: Kijang Berkaki Tiga di Atas Bujuk

22 Juli 2020   19:09 Diperbarui: 22 Juli 2020   20:52 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bumi ini kita bukanlah satu-satunya makhluk yang diciptakan.Terdapat mahluk lain yang Juga menghuninya,mulai dari yang jelas,samar,dan tersembunyi.Ada mahluk disekitar kita yang tak tertembus oleh  penglihatan mata biasa,orang jawa mengistilahkan mahluk-makhluk ini dengan sebutan yang beraneka ragam,Perewangan,siluman, memeddi dan lain sebagainya.

Seiring masuknya Islam ke tanah jawa aneka sebutan mahluk tersebut dikemas menjadi lebih ringkas yakni jin.Jin sendiri dinyatakan dalam kitab suci agama Islam,bahkan terdapat surat khusus yang mengupas tentang makhluk ini dalam kitab suci agama tersebut yakni Surat; "al-Jin".

Sebagai mahluk yang keberadaannya tidak dapat disanggah jin terdiri dari berbagai jenis,dan sifat.

Mulai dari jin yang baik,tidak baik,jin yang gemar dengan kerusakan dan jin yang gemar dengan kebaikan.

Disinilah ada titik pertemuan Antara Islam dan jawa hindu ketika memandang makhluk-mahluk tadi,keduanya percaya hidup dalam lingkaran dunia yang sama,tapi dengan dimensi berbeda.

Orang jawa percaya bahwa jin itu mampu menampakkan wujud ke alam kasar (dunia manusia) dan menembus dimensi manusia,menampakkan diri kepada orang-orang tertentu,begitu-pun sebaliknya orang jawa juga percaya bahwa manusia-manusia tertentu bisa menembus dimensi alam jin,dimensi yang samar,dimensinya para gaib.

Jin menampakkan diri dalam wujud hewan-hewan tertentu seperti ular,macan,kera,kijang,buaya dan lain sebagainya,secara historis sudah banyak kita jumpai dalam literatur peradaban manusia dan tidak hanya jawa.

Kijang berkaki tiga diatas Bujuk(nama sebuah bukit di dusun Sumbergondo yang terdapat di kabupaten Banyuwangi)adalah salah satu cerita yang juga akan mengisi literatur mistik tersebut.Cerita mistik yang banyak ditemui di setiap daerah,sedikit banyak tak bisa lepas antara  fakta,misteri dan kearifan lokal.

Bukan jadi rahasia umum lagi,cerita kijang berkaki tiga bagi masyarakat di dusun Sumbergondo ini,lebih-lebih mereka yang tinggal di sekitaran lereng Bujuk bahwa keberadaannya menyatu bahkan tak bisa  dipisahkan oleh bujuk itu sendiri.Cerita yang dimuat dalam tradisi tutur masyarakat sejak jaman dulu kala.

Para tetua dan sekelompok orang yang memegang kuat tradisi 'kejawen'mengisahkan kepada anak-anak mereka semenjak dini.Saya ingat betul bagaimana takutnya saya ketika kecil untuk keluar rumah menjelang kumandang adzan dzuhur."Awas lak beddok ojok dolan onok betero kolo",itulah kata-kata yang sering saya dengar dari orang tua dalam tutur bahasa jawa,yang maksudnya " jangan keluar atau bermain di waktu Dzuhur,karena ada Batara kala.

Dalam kepercayaan  Hindu Batara kala adalah salah satu sosok dewa yang menguasai waktu sesuai dengan namanya 'kala' yang berarti 'waktu'.

Namun nama Batara kala sungguh terdengar menakutkan di kala itu,sehingga saya benar-benar tidak akan keluar rumah di jam-jam tersebut.Cerita semacam ini juga banyak dituturkan kepada mayoritas anak kecil di zamannya, cerita mendarah daging dan ketika  anak-anak ini menginjak usia dewasa dan tua juga akan  mengisahkan kepada anak-anak yang lain meski mungkin dalam bentuk dan narasi yang sama atau bahkan berbeda sehingga cerita bersambung dalam lintas generasi yang yang cukup lama.

Kembali kepada cerita "Kijang",bagi warga Bujuk Sumbergondo adalah cerita dengan narasi mistik yang sangat kuat,apalagi ditambah oleh pengakuan beberapa orang yang mendengar lengkingan dan bahkan melihatnya secara nyata,seolah cerita "Kijang" ini tak bisa tenggelam oleh zaman,fakta masyarakat atas keberadaan" kijang" tersebut semakin sulit dipungkiri.

Ada pesan khusus yang dibawa sang kijang ketika menampakkan diri dalam lengkingan-lengkingan,konon menjadi satu pertanda akan ada kematian,benar tidaknya jelas tak bisa dibuktikan secara rasional.

Orang jawa baik itu yang di Sumbergondo atau yang lain tak bisa memungkiri yang namanya 'ilmu titen'.Ilmu titen adalah sebuah anggapan orang-orang jawa bahwa kejadian yang berulang-ulang dengan sebab dan akibat yang sama dipercaya adalah bukan faktor kebetulan melainkan isarat yang bisa dijadikan pegangan atau falsafah kehidupan. Primbon-primbon jawa adalah bukti bahwa ilmu titen ini menjadi salah satu falsafah hidup mereka.

Misteri kijang berkaki tiga di atas bujuk adalah fakta misteri yang tetap kokoh di tengah gempuran modernitas cara berpikir,modernitas cara berbudaya dan modernitas cara berfalsafah. Misteri ini adalah fakta dan fakta kijang berkaki tiga itu adalah misteri,misteri di dalam fakta dan fakta di dalam misteri.

Keduanya konfrehensif tak bisa dipisahkan seperti bujuk dan cerita sang kijang.Bujuk dalam cerita itu dan cerita itu dalam Bujuk,keduanya seolah memberi andil untuk sebuah eksistensi keberlangsungan yang tidak disadari.

Menariknya cerita ini menjadi tameng alam Bujuk tetap lestari hingga kini.Pohon-pohon raksasa yang menjadi ciri khas hutan lindung akan kita jumpai di balik uniknya tempat ini.Kepercayaan akan adanya penunggu lain menjadi keengganan seseorang untuk merusaknya.

Itulah kearifan lokal,kebijaksanaan budaya dan kepercayaan masyarakat jawa.Disamping bermaksud menjaga kelestarian alam dengan cara yang unik dan tentu juga artistis.Saya melihat ada nilai seni sastra yang tinggi di dalamnya.

Bagi saya pribadi nilai sastra itu terletak bagaimana tingkat narasi sebenarnya dan maksud yang diungkapkan tersembunyi tapi melahirkan tujuan yang optimal.Kelestarian budaya dan cerita rakyat ini tentu tidak semestinya disepelekan. Generasi penerus setidaknya mampu mengkontektualisasikan sesuai zaman dengan lebih fokus pada maksud dan tujuan,melindungi alam dari kerusakan.

Saya melihat andil leluhur kita menjaga alam untuk anak cucunya dengan sebuah kearifan yang tinggi,artistik dan penuh hikmah,Semacam kontrak sosial untuk menjaga keseimbangan alam yang melibatkan penghuni lain alam ini.Adapun kisah "Kijang" ini bukanlah satu-satunya kisah yang kita dengar,di setiap sudutnya Bujuk memiliki cerita mistiknya yang beraneka ragam.

Fakta ,misteri dan kearifan lokalnya salah satunya adalah untuk menjaga keselarasan antara alam kita dengan alam mereka,keselarasan manusia dengan bumi yang dipijaknya seimbang dan tidak mengalami kerusakan,destroy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun