Banyak yang belum mengerti bagaimana berperilaku cerdas di tengah ketidakpastian agar Makroprudensial Aman Terjaga. Juga banyak yang tidak tahu tugas Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara Stabilitas Sistem Keuangan. Khususnya saat Covid-19 dan isu resesi mempengaruhi kondisi global dan stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia. Apalagi Rupiah tidak berbahan logam mulia, tentu tidak mudah bagi Bank Indonesia.
Dengan kecanggihan teknologi saat ini, Â potensial mengubah mata uang rupiah menjadi berbahan emas/perak. Bila diubah, diproyeksi nilainya akan tetap stabil dan diterima masyarakat dunia, karena nilai instrinsknya layak sebagai aset. Kuberharap pemerintah dan DPR mengamandemen undang-undang mata uang.
Setelah itu, pemerintah dan Bank Indonesia dapat menetapkan nilai tukar Rupiah logam mulia itu terhadap mata uang asing. Kemudian biarkan nilai Rupiah yang berbahan emas itu dengan sistem nilai tukar mengambang, kuyakin Rupiah tetap kuat dan stabil.
Sehingga tugas Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai Rupiah tidak lagi seruwet selama ini. Sebagaimana otoritas Jasa Keuangan berpendapat, terdapat potensi gangguan kinerja lembaga jasa keuangan Non Bank (LJKNB), stabilitas sistem keuangan, dan pertumbuhan ekonomi karena Covid-19. Sehingga OJK pun menerbitkan kebijakan countercyclical.
Maka tujuan Bank Indonesia hendaknya tidak sebatas agar stabil terhadap barang/jasa dan agar stabil terhadap mata uang Negara lain.
Sehingga Bank Indonesia selama ini hanya fokus dan proaktif agar Stabilitas Sistem Keuangan terus terjaga melalui koordinasi kebijakan makroprudensial.
Tapi juga kuharapkan Bank Indonesia juga fokus dan proaktif dalam mengkaji dan menerapkan inovasi Stabiltas Sistem Keuangan yang sudah teruji seperti Dinar-Dirham.
Meskipun demikian, inovasi Bank Indonesia dalam membangun ekosistem digital menuju digitalisasi UMKM perlu didukung.
Karena sejarahnya, meskipun krisis moneter dapat melanda secara tiba-tiba seperti krisis moneter 1998. Tapi UMKM dan UKM terbukti paling tangguh.
Tapi saat Covid-19 serta isu resesi ekonomi yang sempat berpotensi menimbulkan kepanikan, keresahan dan kecemasan.
Sementara ini Bank Indonesia cukup sukses memberikan pil penenang agar tidak menimbulkan sentimen negatif pasar secara berlarut-larut.
Salah satu upaya Bank Indonesia setelah melihat perkembangan tren digitalisasi di saat pandemi adalah memberikan insentif pelonggaran Giro Wajib Mininum (GWM) kepada bank yang memberikan penyediaan dana untuk kegiatan ekonomi tertentu. Tentu saja ini membuka peluang melakukan aktivitas-aktivitas UMKM secara e-commerce.
Kabar baiknya, sampai tanggal 15 Juni 2020, Asisten Gubernur Bank Indonesia, Judab Agung menyatakan dalam event Webinar di channel live YouTube, bahwa Stabilitas Sistem Keuangan masih terjaga dengan baik. Karena menurutnya Bank Indonesia melakukan kebijakan yang bersifat forward-looking dan pre-emptive untuk mencegah dampak negatif dari krisis kesehatan terhadap krisis keuangan.
Meskipun demikian, Bank Indonesia sendiri masih memiliki ketergantungan pada perilaku cerdas korporasi, rumah tangga, sektor keuangan non-bank, dan UMKM dalam menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Oleh karena itu Bank Indonesia selalu memonitor kondisi pelaku usaha setiap hari. Kemudian memberikan pembinaan agar kepercayaan masyarakat pada Bank Indonesia meningkat. Selanjutnya pelaku usaha tidak panik maupun cemas lagi. Kepanikan dan kecemasan  justru seringkali berujung pada penimbunan barang. Perilaku ini pada gilirannya dapat menimbulkan lonjakan harga.
Tentu masih kurang jika kini hanya sekitar 800 UMKM yang dibina Bank Indonesia. Bank Indonesia perlu terus mensosialisasikan bahwa pihaknya sudah memiliki sistem pembayaran bersama Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS). Standar kode QR nasional ini untuk memfasilitasi pembayaran digital melalui aplikasi uang elektronik server based, dompet digital dan mobile banking. Terobosan Bank Indonesia bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) telah mempermudah sistem pembayaran dan dapat diawasi regulator dari satu pintu. Apalagi sudah 38 e-wallet telah mendapat lisensi resmi di Indonesia. Ini bukti cashless society di Indonesia semakin luas dan kebutuhan akan satu standar kode QR nasional meningkat.
Selain itu Bank Indonesa sudah menghapus diinsentif bagi bank yang memiliki rasio intermediasi makroprudensial (RIM) atau RIM syariah di luar target yang ditentukan. Tidak hanya itu, BI telah melakukan penyesuaian Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) seiring dengan penurunan GWM Rupiah Perbankan. Bahkan BI telah melakukan penyempurnaan mekanisme pemberian PLJP dan PLJPS. Sehingga dapat memperkuat likuiditas bank Syariah. Keuntungan lainnya bisa mengakomodasi adanya keberagaman bentuk intermediasi perbankan dengan memasukkan investasi bank pada surat berharga yang memenuhi kriteria sebagai bentuk intermediasi kepada sektor riil, sehingga dapat turut mendorong pendalaman pasar.
Bahkan salah seorang tetanggaku baru-baru ini mengeluhkan daya  belinya rendah Lalu ia berencana meminjam uang di Bank Indonesia.
"Sekarang uang 100 Ribu sudah tidak cukup untuk belanja rumah tangga harian, bagaimana cara meminjam uang ke Bank Indonesia", tanyanya.
Padahal Bank Indonesia tidak pernah memberikan pinjaman. Saldo tabungannya sudah ludes karena terpaksa ditariknya semua untuk belanja kebutuhan primer sehari-hari dan untuk modal kerja, tapi kebijakan PSBB langsung membuatnya gulung tikar. Ia juga mengeluhkan tarif listrik sebagaimana dikeluhkan masyarakat lainnya. Sebaliknya, PT PLN (Persero) menegaskan tidak ada kenaikan tarif listrik selama pandemi Covid-19. Direktur Human Capital Manajemen PLN Syofvie Felianti Roekman menilai, salah satu alasan yang menyebabkan meningkatnya tagihan ialah konsumsi listrik rumah tangga semasa PSBB diterapkan.
Namun yang pasti, sudah 4 bulan pria beranak lima itu di-PHK. lelaki Berusia 51 tahun itu mengutarakan keinginannya meminjam uang padaku, untuk memenuhi konsumsi sehari-hari. Kuberikan semampuku. Seketika pula aku teringat filosofi:
"Bila kamu memberikan seseorang ikan, maka kamu hanya menghidupinya sehari. Tapi berilah ia kail, agar kail itu bisa menghidupinya setiap hari".
Nah, kebetulan aku sejak awal WFH, telah merintis usaha kuliner dan kekurangan tenaga kerja. Lalu aku tawarkan sistem kerjasama pada pria yang terdampak Covid-19 itu. Kutawarkan sistemnya bagi hasil dan atau komisi sesuai omset penjualan. Tapi ia meminta agar jerih payahnya diupahi setiap hari minimal 100.000 Rupiah.
Akhirnya kami membuat kesepakatan untuk merintis Home Industry. Semua ide bisnis berasal dari  browsing internet dan eksperimen, termasuk persediaan bahan bakunya. Berbagai menu makanan dan jajanan pasar yang kujual itu kini pun bisa diorder lewat aplikasi Gofood yang kudaftarkan melalui GoBiz. ku pasarkan juga lewat Instagram, Facebook, WA, bahkan Google My Business. Hal ini sebagai upaya menumbuhkan sektor ekonomi rumah tanggaku dan tetanggaku melalui digitalisasi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Demi  efektifitas dan efisiensi, kubagi tugas. Aku bagian Perencanaan dan pembukuan dengan aplikasi digital, tapi persiapan bahan baku dan meracik bumbu hingga siap eksekusi tetap secara konvensional. Sedangkan istriku lebih bertugas pada bagian eksekusi komposisi dan takaran bumbu, lalu ia memasaknya. Kalau ia sedang masuk kantor, aku memasaknya sesuai Standard Operasional Kerja (SOP) kami. ketika kami kewalahan, kami menerima tetangga  untuk membantu kerja. Awalnya anak tetangga kami itu  datang mengeluh karena  terdampak Covid-19. Maka ia kutugaskan membantu kami bagian bersih-bersih rumah, peralatan/perlengkapan masak dan pengemasannya termasuk penyegelan berbagai varian sambal.
Sedangkan ayahnya sendiri bertugas pada bagian pemasaran untuk wilayah offline dan memfollow --up orderan online dari ponselku.  Dibantu sistem konsinyasi atau titip jual  mempermudah kami mendapat lahan distribusi tanpa harus sewa lapak. Jika aku kewalahan, istriku juga membantu pemasarannya. Kami percaya diri karena selain cita rasanya, penyajiannya hiegenis dan tanpa zat adiktif. Sehingga kami berani menggaransi mutu produk kami.
Produktifitas dan varian produk kami ada kemajuan karena meningkatnya permintaan. Walau belum maju pesat. Setidaknya sejak New Normal diberlakukan 1 Juni 2020, pertumbuhan ekonomi rumah tangga kami merangkak naik. Harapanku pertumbuhan ekonomi di lingkungan tetanggaku juga meningkat. Apalagi masih banyak yang terdampak Covid-19. Beginilah kreatifitasku untuk go digital dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).
Dalam mengantisipasi Covid-19 sebagai krisis kesehatan, kami tetap menjalankan protokol kesehatan Covid-19 sebagaimana yang dianjurkan pemerintah dengan penuh disiplin. Misalnya selalu menggunakan masker, jaga jarak dari kerumunan, bekerja di rumah saja sebisa mungkin, selalu mencuci tangan dan berolahraga, makan dan minum yang bergizi dan seimbang, berupaya melakukan pembayaran seara non-tunai agar bakteri dan virus yang bisa menempel di uang kertas tidak menyebar. Sedangkan untuk meyakinkan diri, kuselalu membaca segala pemikiran  proporsional hingga menimbulkan tekad baja. Lalu tanggap  terkait dinamika digitalisasi. Maka ini juga berperilaku cerdas agar tetap sehat lahir-batin di tengah ketidakpastian.
Sedangkan berperilaku cerdas masyarakat yang diharapkan Bank Indonesia adalah tidak menarik simpanan di bank secara besar-besaran (rush), tidak bertransaksi spekulasi sekedar mencari keuntungan pribadi, tidak melakukan panic selling atau panic redeeming terhadap produk-produk investasi yang dimiliki. Di samping itu, masyarakat dituntut Bank Indonesia  untuk selalu bijak bermedia sosial dengan tidak menyebarkan hoaks atau isu-isu yang menimbulkan kepanikan.  Begitulah  Bank Indonesia bertugas menstabilkan nilai Rupiah. Mulai dari menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, sampai menjaga Stabilitas Sistem Keuangan.
menurut Bank Indonesia adanya ruang penurunan suku bunga, dengan rendahnya tekanan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi, maka menurutku pertumbuhan ekonomi ini harus tetap diupayakan secara bergotong-royong dan kekeluargaan. Solusinya mulai dari investor yang secara total membantu UMKM yang terdampak pandemi Corona. Mereka yang terdampak wajib dibantu selama pelaku UMKM tersebut mau bekerja keras dan mau belajar untuk bekerja cerdas serta bekerja ikhlas demi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jadi bantuan pinjamam yang diberikan harus membuat UMKM naik kelas menjadi UKM .
Masalah penimbunan dana dan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari dapat menghambat  produktivitas  UMKM. lalu  konsumen menjadi menurun daya belinya. Selain itu perlu juga para investor mendukung percepatan penanganan Covid-19 demi memulihkan pertumbuhan ekonomi UMKM dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Sistem keuangan yang terdiri dari lembaga keuangan, pasar keuangan, infrastruktur keuangan dan perusahaan non keuangan dan rumah tangga harus saling berinteraksi dengan teknologi  digital untuk mempermudah pendanaan dan atau penyediaan pembiayaan pertumbuhan perekonomian, klhususnya bagi UMKM. Sistem keuangan stabil itu harus mampu berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan ekternal. Sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas prekonomian nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H