Negeri di bawah laut? Terdengar mustahil tapi memang ada nyatanya, walaupun tidak secara harfiah betul-betul ada di “bawah laut”, namun hampir 1/3 daratannya ini ada di bawah permukaan laut, itu lah yang terjadi di sebuah negara yang bernama Netherlands atau yang biasa kita sebut dengan Belanda. Mungkin nama “Netherlands” juga mencerminkan keadaan negaranya “Nether” yang berarti di bawah dan “Lands” yang berarti daratan, dan dapat diartikan sebagai Daratannya ada di bawah ketinggian permukaan laut.
Negara Belanda terletak di wilayah dataran rendah, delta aliran tiga sungai besar, yaitu Rhine, Meuse dan Scheldt. Karena berada di delta sungai besar, maka sebagian besar wilayah Belanda adalah rawa-rawa dan tinggi muka daratannya sepertiga ada di bawah permukaan laut dan dua per tiga lainnya merupakan zona rentan banjir. Kejadian ini sudah jauh terjadi sebelum Kerajaan Belanda itu berdiri, hal ini dikarenakan wilayah Belanda yang memang dekat dengan laut dan dikelilingi oleh sungai-sungai besar, sehingga wilayahnya menjadi berair (rawa) dan rentan akan banjir, baik itu banjir luapan sungai, maupun banjir rob.
Namun, selepas puluhan tahun terkena banjir dan badai yang menyebabkan banyaknya air yang masuk ke dalam tanah dan membahayakan pertanian, masyarakat Belanda bersama Pemerintahnya bekerja sama melahirkan banyak inovasi-inovasi luar biasa untuk menghadapi bencana tersebut.
Polder Windmills
Inovasi yang pertama kali dijalankan oleh Negeri Belanda adalah menciptakan Polder Windmills atau kincir angin polder, yaitu teknik membuat petak-petak lahan yang telah dibatasi tanggul untuk menahan air (polder) dan membangun kincir angin di sekitarnya yang berfungsi untuk memompa air dari polder ke sungai di kemudian dialirkan ke laut agar polder tersebut mengering dan dapat digunakan.
Inovasi tersebut memang nyata berhasil menjaga Belanda aman dari ancaman banjir selama ratusan tahun dan mengeringkan banyak rawa-rawa di sepanjang delta dan pesisir di Belanda sebelum usaha ratusan tahun tersebut ditaklukkan oleh alam melalui peristiwa badai pada 1953 yang nyaris menenggelamkan Provinsi Zeeland, Belanda dan memakan korban hingga ribuan jiwa.
Belajar dari hal ini, Pemerintah Belanda mengajak masyarakatnya untuk bangkit dan bekerja sama untuk menanggulangi hal ini agar tidak terulang kembali. Upaya bersama berbagai elemen masyarakat dan pemerintah Belanda yang serius dalam menjaga negerinya dari bahaya banjir mencapai titik tertingginya di kala inovasi “Room for the River” tengah dilangsungkan di negara tersebut.
Room For The River
Berkaca dari peristiwa sebelumnya bahwa mereka tidak dapat sepenuhnya menahan air-air yang masuk ke negerinya, Belanda melakukan upaya pengendalian banjir dengan berbagai cara menakjubkan yang disebut sebagai “room for the river” yang didalamnya terdapat berbagai inovasi dan usaha mulai dari melakukan reklamasi pantai, membangun tanggul-tanggul baru yang besar di sepanjang pantai dan merestorasi serta memodifikasi sungai dengan memperlebar dan memperdalamnya dengan tujuan agar sungai mampu menampung lebih banyak air. Sistem kincir angin polder yang semula menggunakan kincir angin sebagai tenaga pompanya diubah menggunakan teknologi pompa terkini yang ditenagai oleh diesel dan listrik untuk mengeringkan polder-polder yang masih berair akibat dari rembesan sungai dan air laut dari bawah tanah.
Selama beberapa puluh tahun sistem “room for the river” ini masih terus dilakukan sampai saat ini, pengerukan sungai masih terus dilakukan secara berkala, pembangunan sistem tanggul baru dan canggih terus diupayakan dan pemompaan air terus dilakukan seperti tiada akhirnya. Semua hal tersebut dilakukan sebagai upaya Belanda untuk menaklukkan air yang menggenangi negerinya.