Mohon tunggu...
PRAMUDYA DIAN PRAHMANA
PRAMUDYA DIAN PRAHMANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya adalah seorang mahasiswa semseter 7 jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hukum Ketetapan dalam Naskah "Undang-Undang Kedah" yang Berdasarkan Syariat Islam

24 Oktober 2022   11:55 Diperbarui: 25 Oktober 2022   00:01 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum adalah sesuatu yang pasti, suatu ketetapan diikuti dengan hati-hati dan dipercaya adalah alat untuk memberikan panduan atau tata cara tentang apa yang boleh, apa yang dilarang, dan apa yang natijah dan sanksi bagi yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Definisi hukum modern ini mungkin berbeda dalam cara pembuatannya sama seperti hukum Melayu tradisional yang berlaku di kerajaan, hanya saja sifatnya lebih keras dari yang dirancang untuk melindungi kepentingan pemerintah.

Seperti masyarakat tradisional lainnya, masyarakat Melayu tradisional dengan kumpulan kata-kata mitologinya yang unik dan kaya, serta  mencakup periode waktu yang cukup lama Zaman pra-Islam hingga pasca-Islam. Dalam literatur hukum, penggunaan elemen mitos adalah alat yang sangat penting dalam bisnis yang dapat memberi pesona dan legitimasi pada hukum yang dikatakan berasal dari tokoh terkenal atau pahlawan budaya. Oleh karena itu, hukum memiliki otoritas sendiri dan harus dipatuhi. Selain itu, elemen-elemen ini juga selain mengenalkan hukum itu sendiri, penting juga mengenalkan hukum itu sendiri menjadi simbol sumber kekuatan. Hal yang sama berlaku untuk teks sastra sejarah ini yang menghubungkan para pendiri dinasti dengan kepribadian-kepribadian hebat serta mengangkat citranya di antara orang-orang dan raja-raja dinasti lainnya. 

Seperti dalam naskah kuno yaitu "Undang-Undang Kedah" yang mengatur suatu hukum atau kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Kedah. Undang-Undang Kedah atau Pelabuhan Kedah dalam Manuskrip Undang-undang Negeri Kedah merupakan bukti tertulis pertama bahwasanya,  Kedah pernah menjadi pusat perdagangan antarabangsa. Sekitar abad ke-17 dan ke-18 Masehi kawasan kawasan yang sangat ramai atau strategis. Kedah dikira Negeri tertua di Tanah Melayu (kini Semenanjung Malaysia) dipenuhi oleh ahli sejarah. Pandangan ini berdasarkan penemuan arkeologi ditemui di beberapa bagian di Kedah untuk membuktikan perwujudannya pada penempatan  sejak abad keempat Masehi. Kedah sendiri terletak di bagian utara Semenanjung Malaysia.  

Dalam naskah tersebut terdapat pasal yang menjelaskan tentang bentuk atau gambaran hukum yang di anut atau disepakati bersama oleh masyarakat Kedah hal tersebut dapat dibuktikan pada halaman 35, yang menyatakan bahwa barang siapa atau siapa yang mencuri, menyambung atau makan mandat, bermain judi bertaruh atau menyembah kayu dan batu, meminum arak atau makan ganja dan serta perbuatan yang dilarang lainnya. maka hal tersebut dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasulnya. dan Barangsiapa yang selalu berbuat seperti hal yang disebutkan di atas tadi maka durhakalah dirinya kepada Allah dan Rasulnya, maka hendaklah bertaubat supaya diampuni oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan meminta ampun kepada Duli Baginda yang maha Mulia tersebut. serta dalam pasal yang kedua dikatakan bahwa hukum pada syara Allah Ta'ala, maka periksalah pada setiap masing-masingnya dan suruhkan sembahyang lima waktu, puasa, dan sembahyang Jumat, maka hendaklah bertanya segala pengurus masjid itu metazirkan mereka itu, dan jika dari mereka tidak mau untuk mengerjakannya, maka akan dipaksa atau ditangkap lalu segera dibawa ke masjid, dan apabila ia berjanji untuk menunaikannya atau sembahyang dan taubatnya maka ia terbebas dari hukuman tersebut. 

Berdasarkan dari penjelasan atau narasi di atas  di atas, dapat disimpulkan bahawa sejarah dan Budaya orang Melayu jelas terlihat dalam manuskrip tersebut yaitu Undang-undang Pelabuhan Kedah, menulis Undang-undang ini bukan untuk  kerajaan pada masa itu,  tetapi juga sebagai pedoman atau panduan umat muslim yang seharusnya lebih dahulu mengutamakan hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala daripada sumber hukum yang berlaku sebelumnya. 

Sumber Referensi :

https://press.perpusnas.go.id/files/flipbooks/555/index.html 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun