Pressure (tekanan), faktor pertama ini bisa merupakan trigger awal dalam melakukan korupsi. Tetapi faktor ini tidak harus benar-benar ada. Ketika sesorang sudah berpikir bahwa dia dalam keadaan tertekan atau sudah tergiur akan nikmatnya perbuatan yang dia lakukan, maka faktor ini sudah terpenuhi.
Opportunity (kesempatan), suatu perbuatan kejahatan akan terjadi jika ada kesempatan. Sama halnya dengan korupsi. Hal yang sering terjadi adalah lemahnya sistem pengawasan, yang membuat sesorang dapat terjerumus korupsi.
Rasionalization (rasionalisasi), faktor ini selalu berkaitan dengan alasan para pelaku korupsi. Faktor rasionalisasi ini setidaknya untuk mengurangi rasa bersalah para pelaku. Contohnya, "perusahaan selalu mendapatkan project-project besar dan pemasukannya pun juga besar, tetapi kami tidak mendapatkan upah yang layak dan selalu bekerja di bawah tekanan."
Dari beberapa faktor yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa tindakan korupsi bukan hanya dapat dilakukan oleh para pemegang kekuasaan. Korupsi juga dapat terjadi di lingkungan masyarakat atau bahkan lingkungan sekolah. Tanpa kita sadari, dengan banyaknya kasus korupsi yang kita lihat di berbagai media yang beredar dapat berpengaruh terhadap perilaku korupsi dini. Hal ini disebabkan oleh sekolah yang melakukan tindakan korupsi dan tidak memberi pendidikan anti korupsi kepada siswa dan siswinya.
Seperti kasus yang pernah terjadi di sekolah di daerah Sidoarjo, Jawa Timur. Dilansir dari javawatchindonesia.co.id, pada hari Senin 15, Juli 2024 JCW melayangkan surat somasi ke SMAN 2 Sidoarjo atas dugaan penyimapangan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2023 dan indikasi tarikan siluman sebesar Rp 415.000,00 oleh oknum SMAN 2 Sidoarjo yang kemudian dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo.
Setelah itu ada pula kasus yang serupa terkait korupsi di SMPN 2 Krian yang ternyata juga menyalahgunakan fungsi dana BOS. Dilansir dari transnews.co.id, menginformasikan bahwa indikasi adanya pennyimpangan dana BOS, ketika para guru menanyakan rencana kerja anggaran sekolah (RKAS) dana BOS selalu disembunyikan. Lalu suatu ketika ada vendor yang menagih ke sekolah, bahwa sekolah masih punya hutang sekitar Rp 700 juta.
Selanjutnya dilansir dari bukti.id juga terdapat kasus di SDN 2 Sidokare yang diduga terdapat tindakan korupsi, secara spesifik yakni pungutan liar (pungli). Dengan dalihnya, tarikan iuran bulanan sebesar Rp 10.000,00 dengan menggunakan istilah "Kartu Iuran Paguyuban SMAN 2 Sidoarjo". Penarikan pungli tersebut ternyata sudah berjalan 5 tahun lamanya sejak tahun 2019.
Tercemarnya dunia pendidikan karena kasus korupsi yang telah menodainya. Hal tersebut patut dijadikan persoalan yang mengkhawatirkan. Dengan semakin banyaknya kasus, semakin banyaknya juga kerugian negara,dan semakin suram pula layanan pendidikan yang seharusnya menjadi pelatihan dasar dalam pendidikan karakter dan sikap seseorang. Oleh karena itu pentingnya kita mempelajari dan menerapkan pendidikan anti korupsi sejak dini terutama di lingkungan sekolah. Contohnya, melatih siswa untuk bersifat jujur melalui kantin kejujuran, mengoreksi sendiri tugas atau latihan yang diberikan oleh guru, memberikan fasilitas ektrakurikuler yang memadai bagi siswa, mengadakan sosialisasi tentang pendidikan anti korupsi dengan tujuan untuk membentuk karakter yang jujur dan anti korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H