Sesuai rencana awal tuntutan pihak Prabowo Hatta adalah adanya kecurangan yang sifatnya Terstruktur,Sistematik dan Masif sehingga Pemilu Pilpres 2014 yang memenangkan Pasangan Jokowi-JK harus diulang, apalagi berdasarkan perhitungan suara yang dilakukan secara langsung oleh pihak Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) pihak Prabomo Hatta yang seharusnya menang.
Melalui Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pihak Prabowo Hatta terus mempermasalahkan DPKTb ( Daftar Pemilih Khusus Tambahan).Saksi ahli yang ditampilkan pun sebagian besar sepakat jika DPKTb itu tidak sah karena tidak diatur dalam UU.
Kesalahan penggunaan DPKTb ini keras disuarakan oleh Sahid Salahudin dari Sinergi Demokrasi untuk Masyarakat Demokrasi (Sigma) Sahid mengatakan "Yang dikenal di perundang-undangan kita itu sejak Pemilu pertama itu adalah DPT. Selain itu tidak ada. Permilu pertama yang kita sebut Pemilu paling demokratis 1955, itu hanya mengenal pemilh tetap DPT, bahkan ada satu pasal yang menyatakaan secara tegas bahwa tidak seorang pun diperbolehkan menggunakan hak pilihnya kalau dia tidak terdftar dalam dafatar pemilih tetap," pernyataannya disampaikan dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK), di Jakarta, Jumat (15/8/2014).
Selain Sahid Salahudin ahli lain yang menyalahkan penggunaan DPKTb adalah Margarito Kamis.
Kalau kita ibaratkan proses digunakannya DPKTb dalam Pilpres 2014 dengan Metamorfosa dalam kehidupan Kupu-kupu yang sangat cantik, maka saat ditetapkannya DPKTb oleh KPU sama dengan melihat kupu-kupu yang cantik terbang kesana-kemari diantara bunga-bunga di taman yang Asri. Partai-partai besar seperti Golkar, PKS, Gerindra , PPP dan partai pengusung Kualisi Merah putih lainnya yang saat Pemilihan legislatif masih sibuk dengan urusannya masing masing seolah oleh tidak terusik dengan upaya KPU mencari masukan ke Partai, Masyarakat dan para Ahli tentang penggunaan DPKTb. Karena sibuknya mengurus NASIB nya para politisi cuek bebek dengan DPKTb. Ahli sekaliber Sahid Salahudin dan Margarito Kamis entah kemana, tak ada "SUARA MERDU" nya mengkritik penggunaan DPKTb.
Karena respon partai, para ahli dan masyarakat tak ada yang menentang penggunaan DPKTb maka dengan melenggang KPU menetapkan penggunaan DPKTb dalam pemilu 2014 dimulai dengan penggunaan pada Pileg lalu. DPKTb yang merupakan langkah terobosan untuk menampung Hak Suara masyarakat yang belum tertampung dalam DPT.
Setelah Pileg berjalanpun penggunaan DPKTb tak terdengar ada masalah. Proses pileg ini kalau kita ibaratkan dengan metamorfosa kupu-kupu maka saat itu si Kupu-kupu mulai bertelur dan berubah menjadi Larva. Larva yang semakin lama semakin besar yang akan berubah bentuknya menjadi ulat yang berbulu dan menjijikan.
Benar saja saat pilpres dimulai tak ada satupun partai atau pasangan Presiden dan wakil Presiden yang mempersoalkan masalah penggunaan DPKTb, semua sibuk dalam persiapan kampanye yang saling merendahkan martabat masing-masing calon presiden dan wakil presiden. Para pihak sibuk dengan hasutan bahwa Jokowi adalah keturunan PKI, Jokowi orang tuanya dari Singapura, Jokowi bukan tipe presiden dia cocok hanya untuk jadi manajer karena pemikirannya dan langkahnya hanya mengambarkan pekerjaan manajer. Pihak Prabowo Hatta dan tim sukesesnya lebih senang mengatakan SINTING atas pemikiran Jokowi menjadikan hari Santri.
Proses berubahanya Larva menjadi Ulat Bulu yang menjijikan itu baru muncul setelah hasil hitung cepat memberikan keunggulan pada pasangan Jokowi JK, pihak Prabowo Hatta baru sadar akan adanya Ulat Bulu yang menjijikan yang bernama DPKTb. Mereka sadar bahwa DPKTb tidak lagi menarik seperti kupu-kupu yang cantik. Apalagi setelah KPU secara resmi mengumumkan hasil perhitungan suara dimenangkan oleh Pasangan JOKOWI-JK.
Banyak upaya tim Prabowo Hatta untuk merubah kenyataan bahwa kupu-kupu yang manis dan cantik berubah menjadi Ulat Bulu, upaya itu dilakukan saat proses hitung cepat dengan memunculkan 4 lembaga survey yang hasilnya memenangkan pasangan Prabowo Hatta. Tak ingin ketinggalan dengan pasangan JOKOWI JK, pasangan Prabowo Hatta pun melakukan sujud syukur karena dari 4 lembaga survey mereka menyatakan Prabowo-Hatta sebagai pemenang.
Metamorfosa DPKTb berjalan sempurna ketika Prabowo Hatta menarik semua anggotanya dari proses perhitungan suara di KPU dengan alasan adanya kecurangan yang dilakukan oleh KPU. Dengan bukti-bukti yang disiapkan sebanyak 10 Truk akhirnya tim Prabowo Hatta menggugat hasil perhitungan KPU. DPKTb sudah terlanjur menjadi ulat bulu. Untuk melihat DPKTb secantik kupu-kupu seharusnya pihak Prabowo Hatta bersabar mengikuti proses metamorfosa secara alamiah, tidak perlu melalui proses yang inkonstitusional seperti ingin menangkap ketua KPU, menghadirkan saksi-saksi di MK yang hanya memberikan kesaksian palsu yang meragukan dan langkah langkah lain yang meresahkan masyarakat .
Pada ahkirnya DPKTb bukan lagi kependekan dari Daftar Pemilih Khusus tambahan, tetapi menjadi Duh Pusing Kalau Terus Begini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H