MEMORI : JUNI 2007
- Ini bukan kisah baru. Musibah yang menimpaku ini –yang terjadi 16 tahun silam—pernah kutulis di aplikasi blogspot. Kini kutulis ulang di sini, untuk pengingat bagi siapa pun –terutama keluarga dan teman-teman dekatku—dalam kondisi apa pun jangan lupa tetap bersyukur.-
Masih di hari ke-enam bulan Juni 2007....[waktunya lebih 10 menit dari saat petaka depan rusun Urip Sumoharjo terjadi]
Petaka tak pernah diduga kapan datangnya. Musibah juga tak kan pernah diketahui seperti apa wujudnya. Tapi begitu tragedi itu menimpa, kepasrahan kita pada-Nya diuji. Bukannya malah mengumpat dan mencari kambing hitam!
Aku malah merasa beruntung –seperti kata banyak orang Jawa, tetap merasa beruntung di tengah musibah yang menimpa. Allah, seakan menempatkan ‘seseorang’ untuk mendampingiku menghadapi petaka tersebut. Aku tak kan melupakan namanya: Syukur.
Laki-laki yang sehari-hari bekerja sebagai tukang tambal ban di kawasan rusun Urip Sumoharjo. Dan belakangan kuketahui dia juga tinggal di rumah susun itu.
Pria itu dengan sigap menghentikan taksi yang lewat dan minta mengantarku ke rumah sakit. Dibantu beberapa orang yang masih berkerumun di situ, aku diangkat –sebuah usaha yang tidak mudah karena aku sendiri sulit menggerakkan tubuhku dengan baik—masuk ke bagian belakang taksi.
Aku masih ingat, tas ranselku nyaris tertinggal. Dengan bantuan pak Syukur, tas itu ikut masuk dalam mobil. Soal motor aku pasrahkan pada masyarakat setempat yang moga-moga bersedia menyimpannya untukku.
“Helm dan sepatunya simpan saja di tempatku!” pesan pak Syukur pada seseorang. Berikutnya, dia duduk di kursi depan di samping sopir taksi yang lalu menggerakkan kendaraannya menembus kerumunan manusia.
“Kemana ini?” tanya sopir taksi. Petaka di Rusun Urip Sumoharjo
Spontan pak Syukur mengusulkan agar taksi menuju Rumah Sakit Adi Husada di Jl Undaan. “Kalau ke dr Soetomo penanganannya pasti lama!” komentar pak Syukur sambil menoleh ke belakang seakan minta persetujuanku. Aku pasrah saja.
Sambil terus istighfar tiada henti, aku meraih pesawat handphone. Mencari nomer, lalu mencoba menghubungi adik-adikku. Berikutnya aku pencet nomer Koko, teman kantorku. Aku beritahu secara singkat peristiwa yang baru aku alami, dan sekaligus memberitahu aku dalam perjalanan ke RS Adi Husada.