Mohon tunggu...
Achmad Pramudito
Achmad Pramudito Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Pemerhati seni budaya, dunia pendidikan, dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ibu Memberi Aku Candu, Bahkan Sejak Sebelum Aku Lahir!

9 Januari 2023   21:40 Diperbarui: 11 Januari 2023   01:06 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

"Dulu2 ketika ultah I sampai ke 8 tahun, selalu ibu peringati dg pesta2. Merentjanakan sembelih ajam -- undang2 dll. 

Tapi kau tak tahu apa jang ajah + ibu rentjanakan buat hari kelahiranmu jg ke 9 ini. Ajah sudah merentjanakan sesuatu atjara jg lain. 

Tidak pesta seperti dulu. Sebab ajah ibu pikir hal seperti itu harus kita rubah dg tjara baru jg lebih hemat. Tidak membuang-buang uang.

Ada sedikit uang boleh kau masukkan tabungan -- beli badju dan sepatu. Dan jg amat penting buku ini, hari ini akan ibu serahkan padamu. 

Kau kerdjakan sendiri sekarang, sebab kau sudah pandai menulis. Tapi ingat! Djangan buku ini, djangan dikotori -djangan ditundjuk2kan pada orang -anak lain. Sebab, buku ini seperti wasiat ajah ibu. 

Isilah dg segala peristiwa2mu. Djika ada peristiwa apa sadja. Marah - senang -- sedih -- gembira -- dimarahi ibu ajah -- atau Guru tulislah disini.

Sebab buku ini sekarang mendjadi sahabatmu. Tulislah tanggal dan djam -- tahun -- tempat peristiwa apa jang kau alami.   

Sekian nasehat ibu. Semoga kamu tak ketjewa dg atjara ulang tahun jg ke 9 ini. 

Tjepat besar -- tambah pintar -- dan sajang pada ajah ibu -- dan adik2mu. 

Salam kasih Ajah -- ibu 11 -- 6 -1972."

Itu lah goresan terakhir ibu di buku agenda. Bukan buku khusus. Karena di sampul buku tulis yang berwarna hijau itu ada tulisan: Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong Kotamadya Surabaja. -- AGENDA 1971-

Serah terima buku harian ini sekaligus menjadi awal curhatku pada buku. Dari hari ke hari --biasanya sepulang sekolah---atau sebelum beranjak tidur aku merangkum kejadian demi kejadian yang aku alami seperti yang diinginkan ibu di goresan terakhirnya saat menyerahkan buku tersebut sebagai hadiah ulang tahun ke-9.  

Buku agenda ini --berdasar catatan di bagian paling awal tertulis tahun 1962. Artinya sekitar setahun sebelum kelahiranku, ibu sudah menyiapkan buku ini.

agendaku-63bc2a264addee236a44cb43.jpg
agendaku-63bc2a264addee236a44cb43.jpg
Bahkan dari tulisan ibu, agenda ini sebetulnya buku yang kedua.  

"Tjatatan buat : Anakku jg bakal lahir

Tjatatan ini adalah pindahan dari tjatatan lama. Karena buku jang lama djelek. Sebab ibu dulu memang leles2. Dan jang ini ajahmu dapat dari kantor. 

Karena ibu ada waktu dan ada buku jang lebih baik dari buku jang lama. Kupindahlah buku tjatatan itu kesini. Ibu 1962"

Membuka kembali buku harian ini, bak melihat rekaman film lawas. Karena ibu mencatat begitu detil setiap perkembangan kehamilan hingga kelahiranku di RKZ ST Vincentius A Paulo.

Bahkan perkembangan dari bulan ke bulan. Setahun, dua tahun hingga berakhir di tahun ke-9 itu. Di momen itulah buku harian itu beralih tangan. Beralih goresan. Dari tulisan yang begitu rapi, khas seorang tulisan orang djaman doeloe, ke goresan 'cakar ayam'. Hehehe.....

Tetapi seperti pesan ibu di akhir tulisan, buku harian ini masih bercerita tentang sosok yang sama : aku.  

Ibarat kata pepatah: Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Inilah alasan dari semua alasan aku ingin pensiun dan dikenal sebagai penulis. Maka itu pula sebabnya ketika mengakhiri tugas sebagai jurnalis di Harian Surya, aku lanjutkan kebiasaan menulis itu di media yang aku bikin: iniSurabaya.com.

Saya tak bisa berdagang, karena orang tua tidak mengajarkan saya ilmu 'jualan'. Meski di tengah kondisi serba pas-pasan untuk mendukung perekonomian keluarga, ibu turut bergerak. Dalam hal ini ibu adalah sosok yang tak pernah mengenal putus asa.

Artinya, apa pun akan dilakukan ibu semata agar bisa membantu bapak yang staf di Humas Kotamadya Surabaja. Diantaranya yang masih melekat di ingatanku adalah jualan manisan.

Aku masih ingat betul, karena aku selalu mengantar ibu belanja ke Pasar Keputran untuk beli bahan-bahannya. Habis Subuh menyusuri lorong-lorong pasar di pusat Kota Surabaya itu.

Lalu meracik hingga membungkus dan dititipkan ke warung tetangga, atau di kantin-kantin sekolah. Semuanya dilakukan sendiri. Dari mana ilmunya ibu jualan?

Karena aku tahu ibu terlahir bukan dari keluarga pedagang. Ibu bahkan dari lingkungan ningrat yang tak mengenal lelahnya orang mengawali berdagang.

Yang saya pelajari dari sosok ibu: beliau adalah pembaca yang baik. Ilmunya diperoleh dari banyak bahan bacaan, yang lalu coba dipraktikkan dalam upaya mendukung perekonomian keluarga.

Dari aktivitas jualan tersebut, yang saya dapat bukan ilmu jualan. Karena toh, pada akhirnya usaha itu tak berlanjut lama. Ibu kemudian merintis membuka sekolah.

Pantang menyerah! Itulah yang tertanam dalam diriku dari semua yang dilakukan ibu untuk kami.

Kembali ke soal menulis. Catatan panjang yang dituliskan ibu dan pesannya agar meneruskan kebiasaan menuliskan segala peristiwa kehidupanku ini, rupanya jadi candu buatku.

Aku bahkan tak tahu sampai kapan aku lelah dan bahkan bosan menulis. Karena saat pensiun dari kantor media pun pekerjaan menulis ini tetap aku jalani.

Di sisi lain, tentu aku tak menafikan peran bapak soal kebiasaan menulis ini. tetapi aku menyerap 'ilmu' dengan cara berbeda dari dua orangtua ini.

Dari ibu langsung menggiringku lewat kebiasaan menulis di buku agenda. Sedang dari bapak, aku --atau bahkan kami anak-anaknya--- belajar dari yang beliau lakukan setiap harinya. (ilmu dari bapak ini aku tuangkan dalam catatan terpisah)

Melalui agenda ini pula, kini aku memahami cara ibu menuangkan kasih sayangnya ke anak-anaknya. Cara yang tentu kian langka di era serba digital saat ini.

Setiap orangtua memang punya cara masing-masing untuk mewujudkan cinta kasih pada sang buah hati. Dan cara yang dipilih ibu, sesuai keilmuan dari sekolah keguruan yang diperoleh ibu, adalah melalui budaya literasi.

Di tengah kesibukan luar biasa beliau, terutama ketika sekolah yang didirikan melalui Yayasan Tut Wuri Handayani di kawasan Simomulyo Baru kian berkembang, beliau masih meluangkan waktu mencari buku-buku kesukaan kami. Dan yang sering kami kunjungi adalah mencari buku lawas di Kampung Ilmu di Jl Semarang. *  

*catatan untuk 100 hari perjalanan ibu menghadapNYA: 30-09-2022*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun