Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tipikal Taman Nasional di Indonesia

13 Juli 2021   16:43 Diperbarui: 13 Juli 2021   16:57 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagai rimbawan yang pernah bekerja di Kementerian Kehutanan/Lingkungan Hidup dan Kehutanan lebih dari tiga dekade baik dipusat maupun didaerah, saya telah bekeliling di beberapa salah satu kawasan pelestarian alam (KPA) yakni Taman Nasional (TN) di Indonesia. 

Taman nasional yang telah dikunjungi diantaranya adalah TN. Kerinci Sebelat (Jambi), TN. Ujung Kulon (Banten), TN. P. Seribu (DKI), TN. Gn. Gede Pangrango (Jabar), TN. Gn. Merapi (Jateng/DIY), TN. Gn. Bromo-Tengger-Semeru (Jatim), TN. Gn. Rinjani (NTB), TN. Danau Sentarum (Kalbar), TN. Tanjung Puting dan TN. Sebangau (Kalteng), TN. Bunaken dan TN. Bogani Nani Wartabone (Sulut), TN. Wakatobi dan TN. Rawa Aopa Watumohai (Sultra). 

Kesan pertama yang dapat ditangkap dari keberadaan beberapa taman nasional tersebut adalah taman nasional di Indonesia keberadaannya beragam dari mulai wilayah gunung, pegunungan, dataran rendah, perairan darat, rawa gambut sampai dengan perairan lautan dengan wilayah cukup luas (100.000 ha) -- sampai dengan sangat luas (1000.000 ha).

Dari kawasan konservasi yang ada, baik kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) maupun kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam), hanya taman nasionallah yang mempunyai daya tarik dan daya pikat kuat untuk didatangi wisatawan yang senang akan wisata alam (ekowisata). 

Lihat saja, dalam kondisi pandemi covid 19 yang belum tahun kapan berakhirnya, antusias masyarakat yang ingin berkunjung ke TN. Gn. Bromo-Tengger-Semeru tetap tinggi, meskipun pengunjung telah dibatasi dengan sistem kuota dan harus mendaftar lebih dulu via daring/internet. 

Belum lagi taman nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai destinasi wisata super prioritas dengan kelas premium seperti TN. Komodo di NTT, arus wisatawan ke TN. Komodo menjadi semakin deras datang ke Labuan Bajo (kota terdekat dengan TN. Komodo), khususnya wisatawan manca negara. 

Destinasi wisata kelas premium adalah destinasi wisata yang mahal dan berbiaya tinggi karena berbanding lurus dengan fasilitas akomodasi dan insfrasrtuktur yang tersedia juga berstandar internasional.

Dari aspek topografis, kawasan taman nasional dapat diklasifikasi menjadi 4 (empat) tipe yakni a) taman nasional topografi pegunungan seperti TN. Kerinci Sebelat (Jambi), TN. Ujung Kulon (Banten), TN. P. Seribu (DKI), TN. Gn. Gede Pangrango (Jabar), TN. Gn. Merapi (Jateng/DIY), TN. Gn. Bromo-Tengger-Semeru (Jatim), TN. Gn. Rinjani (NTB); b) taman nasional topografi dataran rendah seperti TN. Ujung Kulon (Banten), TN. Rawa Aopa Watumohai (Sultra), TN. Bogani Nani Wartabone (Sulut);  c) taman nasional topografi perairan darat (danau dan rawa gambut) seperti TN. Danau Sentarum (Kalbar), TN. Tanjung Puting dan TN. Sebangau (Kalteng) dan;  d) taman nasional topografi perairan laut seperti TN. Wakatobi dan TN. Bunaken.

Homogenisasi Penataan Kawasan

Dalam peraturan pemerintah (PP) no. 28/2011 tentang pengelolaan kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA) sebagai turunan undang-undang (UU) no. 5/1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya, disebutkan bahwa kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan taman nasional meliputi:

a) memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik; 

b) memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh; 

c) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; dan d) merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan (pasal 8).

Kriteria penetapan zonasi dilakukan berdasarkan derajat tingkat kepekaan ekologis (sensitivity of ecology), urutan spectrum sensitivitas ekologi dari yang paling peka sampai yang tidak peka terhadap intervensi pemanfaatan, berturut-turut adalah zona: inti,    perlindungan, rimba, pemanfaatan, koleksi, dan lain-lain. 

Selain hal tersebut juga mempertimbangkan faktor-faktor: keterwakilan (representation), keaslian (originality) atau kealamian (naturalness), keunikan (uniqueness), kelangkaan (raritiness), laju kepunahan (rate of exhaution), keutuhan satuan ekosistem (ecosystem integrity), keutuhan sumber daya/kawasan (intacness), luasan kawasan (area/size), keindahan alam (natural beauty), kenyamanan (amenity), kemudahan pencapaian (accessibility), nilai sejarah/arkeologi/keagamaan (historical/archeological/religious value), dan ancaman manusia (threat of human interference), sehingga memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian secara ketat atas populasi flora fauna serta habitat terpenting. 

Kriteria penetapan zonasi ini lebih diperjelas dengan terbitnya peraturan menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan no. P.76/2015 tentang kriteria zona pengelolaan taman nasional dan blok pengelolaan suaka alam, suaka margasatwa, taman hutan raya dan taman wisata alam.

Sayangnya, penataan kawasan taman nasioanal berupa pembagian zonasi, terkesan homogen  (seragam) dan kurang mempertimbangkan aspek topografis khususnya antara kawasan taman nasional yang berupa daratan (pegunungan dan dataran rendah) dan perairan (danau/rawa gambut dan lautan). Untuk penataan kawasan taman nasional yang bersifat daratan barangkali tidak terlalu sulit dengan kriteria yang disebut diatas. 

Bagaimana penetapan zonasi dalam kawasan taman nasional yang berupa perairan? Bagaimana menetapkan zona intinya dan zona baharinya dan seterusnya. 

Seharusnya, dalam penataan kawasan taman nasional dalam penetapan zonasinya harus dibedakan antara wilayah kawasan daratan dan perairan. Dalam kawasan taman nasional wilayah perairan laut, sejatinya zona inti adalah zona bahari itu sendiri.

Kita dapat pahami kenapa kawasan taman nasional dengan topografi perairan lautan umumnya sangat luas. Sebut saja TN. Wakatobi (Sultra) dengan luas 13,9 ribu km2, TN. Taka Bonerate (Sulsel) 5,307 ribu km2, TN. Teluk Cendrawasih (Papua Barat) 14,535 ribu km2. Hanya TN. 

Bunaken di Sulut yang luas paling kecil, itupun 890 km2 atau 89.000 ha. Hampir dapat dipastikan dari taman nasional laut yang disebut, lebih dari 90 persen kawasannya adalah zona bahari, sedangkan zona intinya kurang dari 10 persen. 

Penataan kawasan taman nasional dengan sistem zonasi yang luas disebut diatas itu, baru diatas peta saja. Bagaimana prakteknya dilapangan adakah batas-batas yang nyata, baik batas luar maupun batas antar zonasi ?.

Batas Zonasi dan Pengawasan

Salah satu kelemahan mendasar dalam pengelolaan taman nasional adalah mudah dibobol dan dijarah oleh manusia-manusia yang tidak bertanggungjawab adalah Taman Nasional (TN). Sebut saja TN Kerinci Sebelat di Sumatera, TN Tanjung Puting di Kalimantan dan TN Bogani Nani Wartabone di Sulawesi. 

Kasus yang telah berlangsung bertahun tahun, pada umumnya berupa illegal logging, illegal mining, perambahan hutan untuk kebun, perburuan satwa liar, pemukiman dan sebagainya. 

Meskipun pihak TN telah mencoba menyelesaikan kasus tersebut, namun penanganannya  masih bersifat parsial dan tidak permanen sehingga beberapa tahun kemudian kasus semacam ini berulang kembali. 

Terdapat kecenderungan bahwa kerusakan lingkungan dalam kawasan TN semakin tahun makin bertambah besar dengan skala yang lebih luas. Ibarat seorang petinju yang sedang berlaga diatas ring, agar tidak jatuh dipukul lawan, petinju ini bertahan dan bersandar ditali ring sampai dengan ronde terakhir. Demikian halnya, nasib TN hanya bertahan saja agar  kerusakan kawasannya dapat diminimalisir tanpa ada upaya mencegah atau menghalanginya.

Harus diakui bahwa terdapat beberapa kelemahan didalam pengelolaan TN ini. Pertama adalah luasnya TN yang dijaga dan diawasi tidak sebanding dengan jumlah petugas TN yang ada. 

Rata-rata luas TN diatas 100.000 ha bahkan terdapat TN yang mempunyai luas diatas 1000.000 ha. Sementara itu,petugas jagawana hanya berkisar 100 -125 orang setiap TN. Idealnya satu orang petugas jagawana secara efektif menjaga dan mengawasi 200 -- 250 ha. 

Oleh karena itu, TN dengan luas 100.000 ha, membutuhkan petugas jagawana minimnal 500 orang.  Untuk mengawasi dan menjaga TN, Danau Sentarum yang luasnya 1.320 km2 yang topografinya perairan darat, Kementerian LHK harus membeli beberap unit pesawat gantole yang bermesin untuk para petugas TN. Danau Sentarum berpatroli melalui udara untuk menjaga kawasannya dari illegal logging. 

Kedua, batasan antara zona inti, zona pemanfaatan  dan zona lainnya dilapangan belum jelas dan nyata. Apa lagi zona bahari bagi taman nasional wilayah perairan laut, batas zonanya pasti masih dalam angan-angan saking luas kawasan perairannya. Pembuatan tata batas antar zona membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar.

Kementerian LHK sebagai otoritas penanggungjawab TN di Indonesia, sebaiknya mulai memikirkan cara lain yang lebih tepat untuk pengamanan TN ini. Pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dan masyarakat setempat dalam menjaga, mengamankan dan mengawasi TN wajib dilakukan untuk menghilangkan kesan bahwa Balai Besar/ Balai TN bekerja sendiri.  

Sebagai kompensasinya , masyarakat diberi kesempatan luas untuk mengelola zona pemanfaatan untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang no.5/1990 pasal 34 ayat (3). TN sebagai bagian dari kawasan konservasi adalah aset nasional yang harus dipertahankan sampai kapanpun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun