b) memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;Â
c) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; dan d) merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan (pasal 8).
Kriteria penetapan zonasi dilakukan berdasarkan derajat tingkat kepekaan ekologis (sensitivity of ecology), urutan spectrum sensitivitas ekologi dari yang paling peka sampai yang tidak peka terhadap intervensi pemanfaatan, berturut-turut adalah zona: inti, Â Â perlindungan, rimba, pemanfaatan, koleksi, dan lain-lain.Â
Selain hal tersebut juga mempertimbangkan faktor-faktor: keterwakilan (representation), keaslian (originality) atau kealamian (naturalness), keunikan (uniqueness), kelangkaan (raritiness), laju kepunahan (rate of exhaution), keutuhan satuan ekosistem (ecosystem integrity), keutuhan sumber daya/kawasan (intacness), luasan kawasan (area/size), keindahan alam (natural beauty), kenyamanan (amenity), kemudahan pencapaian (accessibility), nilai sejarah/arkeologi/keagamaan (historical/archeological/religious value), dan ancaman manusia (threat of human interference), sehingga memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian secara ketat atas populasi flora fauna serta habitat terpenting.Â
Kriteria penetapan zonasi ini lebih diperjelas dengan terbitnya peraturan menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan no. P.76/2015 tentang kriteria zona pengelolaan taman nasional dan blok pengelolaan suaka alam, suaka margasatwa, taman hutan raya dan taman wisata alam.
Sayangnya, penataan kawasan taman nasioanal berupa pembagian zonasi, terkesan homogen  (seragam) dan kurang mempertimbangkan aspek topografis khususnya antara kawasan taman nasional yang berupa daratan (pegunungan dan dataran rendah) dan perairan (danau/rawa gambut dan lautan). Untuk penataan kawasan taman nasional yang bersifat daratan barangkali tidak terlalu sulit dengan kriteria yang disebut diatas.Â
Bagaimana penetapan zonasi dalam kawasan taman nasional yang berupa perairan? Bagaimana menetapkan zona intinya dan zona baharinya dan seterusnya.Â
Seharusnya, dalam penataan kawasan taman nasional dalam penetapan zonasinya harus dibedakan antara wilayah kawasan daratan dan perairan. Dalam kawasan taman nasional wilayah perairan laut, sejatinya zona inti adalah zona bahari itu sendiri.
Kita dapat pahami kenapa kawasan taman nasional dengan topografi perairan lautan umumnya sangat luas. Sebut saja TN. Wakatobi (Sultra) dengan luas 13,9 ribu km2, TN. Taka Bonerate (Sulsel) 5,307 ribu km2, TN. Teluk Cendrawasih (Papua Barat) 14,535 ribu km2. Hanya TN.Â
Bunaken di Sulut yang luas paling kecil, itupun 890 km2 atau 89.000 ha. Hampir dapat dipastikan dari taman nasional laut yang disebut, lebih dari 90 persen kawasannya adalah zona bahari, sedangkan zona intinya kurang dari 10 persen.Â
Penataan kawasan taman nasional dengan sistem zonasi yang luas disebut diatas itu, baru diatas peta saja. Bagaimana prakteknya dilapangan adakah batas-batas yang nyata, baik batas luar maupun batas antar zonasi ?.