Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Revisi UU No 5 /1990 tentang KSDAE yang Siap Dirombak

28 Januari 2021   13:05 Diperbarui: 28 Januari 2021   15:22 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

UU NO.5/1990  TENTANG KSDAE SIAP DIROMBAK

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati 33 Rancangan Undang-undang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2021. Kesepakatan ini diambil dalam Rapat Kerja Menteri Hukum dan HAM, Badan Legislasi DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah terkait pengambilan keputusan RUU Prolegnas prioritas 2021, Kamis, 14 Januari 2021. RUU Prolegnas prioritas tahun 2021 sebanyak 33 RUU yang terdiri dari 22 RUU yang diusulkan DPR, dengan catatan dua RUU diusulkan bersama DPR dan pemerintah, sembilan RUU usulan pemerintah, dan dua RUU usulan DPD RI. Yang mengejutkan dan menarik terkait dengan bidang kehutanan adalah Rancangan Undang-Undang (RPP) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat yang keduanya diusulkan oleh DPR, sementara revisi UU no. 41/1999 tentang Kehutanan tidak tercantum dalam Prolegnas 2021.

Terlepas dari pro-kontra tentang  perubahan dan revisi UU no.5/1999 ini, pada dasarnya UU ini telah berusia 3 (tiga) dekade lebih (31 tahun) yang sudah tidak layak menjawab tuntutan dan tantangan perubahan zaman yang ada. Sebagai contoh konkret  UU no. 5/1990, tidak mampu mampu mengakomodir dan menjawab pertanyaan dan solusi tentang banyaknya perkebunan dan kebun sawit illegal dalam kawasan hutan konservasi yang sekarang ini sedang marak terjadi. Belum lagi, kejelasan tentang pembagian kewenangan dan otorisasi terhadap kawasan taman nasional (TN)  yang didominasi oleh perairan (seperti TN Bunaken, TN Wakatobi, TN Raja Empat) antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Membaca, mengkaji serta menganalisis RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) yang diinisiasi oleh DPR, 5 Desember 2017 yang lalu, secara umum dapat disimpulkan bahwa RUU ini merupakan gabungan antara UU no. 5/1990 dengan UU no. 11/2013 , Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keaneka Ragaman Hayati. Oleh karena itu wajar apabila RUU ini memuat jumlah pasal yang membengkak menjadi 152 pasal, sementara itu UU no. 5/1990 terdiri dari 45 pasal dan UU no. 11/2013 terdiri dari 2 pasal saja.

KOMPARASI UU NO. 5/1990 DAN RUU

UU No. 5/1990

RUU

Bab I.    Ketentuan Umum (5 pasal, 5 ayat)

Bab I.   Ketentuan Umum (1 pasal, 1 ayat)

Bab II. Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan (5 pasal, 8 ayat)

Bab II.  Azas, Tujuan dan Lingkungan Pengaturan (4 pasal, 5 ayat)

Bab III.  Pengawetan Kenaekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa beserta Ekosistemnya (3 pasal, 5 ayat)

Bab III. Hubungan Negara, Masyarakat Hukum Adat, serta Orang dengan Sumber Daya Alam Hayati beserta Ekosistemnya (6 pasal, 17 ayat)

Bab IV. Kawasan Suaka Alam (6 pasal, 12 ayat)

Bab IV. Perencanaan (5 pasal, 8 ayat)

Bab V.  Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (6 pasal, 15 ayat)

Bab V. Pelindungan (67 pasal, 127 ayat)

Bab VI. Pemanfaatan Secara Lestari Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (3 pasal, 3 ayat)

Bab VI. Pemanfaatan (45 pasal, 119 ayat)

Bab VII. Kawasan Pelestarian Alam (7 pasal, 14 ayat)

Bab VII. Pemulihan (3 pasal, 4 ayat)

Bab VIII. Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (1 pasal, 2 ayat)

Bab VIII. Izin Usaha Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati beserta Ekosistemnya (8 pasal, 25 ayat)

Bab IX. Peran Serta Rakyat (1 pasal, 3 ayat)

Bab IX. Data dan Informasi (4 pasal, 4 ayat)

Bab X. Penyerahan Urusan dan Tugas Pembantuan (1 pasal, 2 ayat, )

Bab X. Pendanaan (1 pasal, 3 ayat)

Bab XI. Penyidikan (1 pasal, 4 ayat)

Bab XI. Partisipasi (2 pasal, 4 ayat)

Bab XII. Ketentuan Pidana (1 pasal, 5 ayat)

Bab XII. Kerjasama Internasional (1 pasal, 2 ayat)

Bab XIII. Ketentuan Peralihan (2 pasal, 2 ayat)

Bab XIII. Pengawasan ( 1 pasal, 4 ayat)

Bab XIV. Ketentuan Penutup (3 pasal, 3 ayat)

Bab XIV. Larangan (1 pasal, 2 ayat)

Bab XV. Ketentuan Pidana (2 pasal, 8 ayat)

Bab XVI. Penyelesaian Sengketa (1 pasal, 2 ayat)

Bab XVII. Ketentuan Peralihan (2 pasal, 6 ayat)

Bab XVIII. Ketentuan Penutup (3 pasal, 3 ayat)

UU no. 5/1990 terdiri dari 14 Bab, 45 pasal, 83 ayat

RUU terdiri dari 18 Bab, 152 pasal, 344 ayat

Beberapa Catatan dalam RUU

Meskipun RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah lebih maju, lengkap dan komprehensif serta lebih rinci dan detil dibandingkan dengan UU no. 5/1999 yang lebih sederhana, namun terdapat beberapa hal yang perlu diberi catatan dan digarisbawahi, yang diantaranya adalah :

Pertama, meskipun RUU ini bersifat lex spesialis lex generalis yang khusus mengatur konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya, namun tetapa harus memperhatikan, mempertimbangkan dan mengacu pada undang-undang (UU)  no. 41/1999 tentang Kehutanan, UU no.18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan yang ketiga UU ini telah diperbaharui dalam UU Cipta Kerja no. 11/2021 dan RUU Masyarakat Hukum Adat yang juga masuk dalam Prolegnas 2021. Sebut saja, RUU ini harus selaras dan sinkron dengan UU no.41/1999, pasal 6 ayat (2), pasal 7 dan penjelasan, sebagaimana UU no. 41/1999 ini mengacu dan mempedomani UU no. 5/1999. Demikian halnya dengan Masyarakat Hukum Adat, disamping memperhatikan RUU Masyarakat Hukum Adat, selayaknya memperhatikan pasal 67 tentang masyarakat hukum adat berikut penjelasannya yang tertuang dalam UU no. 41/1999.

Kedua, terminologi tentang hutan konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (KSA) , kawasan pelestarian alam (KPA) dan taman buru yang masih berlaku dalam UU no. 41/1999, harusnya tetap menjadi acuan dalam RUU ini. KSA terdiri dari cagar alam an suaka alam, sementara KPA terdiri dari taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata. Dalam RUU ini, taman buru nyelonong dan masuk dalam bagian KPA, padahal taman buru dalam UU no. 41/1999 diluar dari bagian KPA dan KSA.

Ketiga, RUU ini belum mengacu pada pasal 41 ayat (2) dan penjelasannya yang menyatakan bahwa kegiatan rehabilitasi di semua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Dalam penjelasannya lebih lanjut disebutkan bahwa pada cagar alam dan zona inti taman nasional tidak boleh dilakukan kegiatan rehabilitasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya.

Dalam RUU ini pada pasal 132 ayat (4) disebutkan bahwa rehabilitasi dapat dilakukan dengan penanaman pohon endemik yang memiliki potensi lingkungan dan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa menjelaskan kawasan mana saja yang tidak dan dapat dilakukan kegiatan rehabilitasi sebagaimana yang tercantum dalam UU no. 41/1999 diatas.

Keempat, dalam RUU ini tidak disebut adanya pembagian zonasi/blok dalam pengelolaan KSA maupun KPA. Seharusnya pembagian zonasi/blok disebut secara jelas dan tegas dalam RUU ini, sebagaimana UU. No. 5/1990. Dalam UU no. 41/1999 yang telah diperbaharui dengan UU Cipta Kerja no. 11/2020 yang masih berlakupun zona inti taman nasional disebut (pasal 41 ayat (2)). Sependapat dengan anggota Komisi IV DPR RI dari partai Gerindra, Darori Wonodipuro yang juga mantan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan (2010-2013), yang mengatakan bahwa batas-batas zonasi/blok dalam pengelolaan KSA dan KPA yang selama ini hanya dibuat diatas peta dan disinyalir hanya batas-batas virtual/maya dilapangan, maka dalam RUU ini harus disebut dan diperjelas dalam proses pengukuhan kawasan konservasi dengan pembuatan patok-patok batas antar zona/blok yang satu dengan yang lain, sebelum dilakukan penetapan (RUU pasal 64,65,66).

Kelima, pembagian kewenangan dan otoritas pengelolaan terhadap kawasan konservasi harus diperjelas dan dipertegas antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam RUU ini. Misalnya KLHK berwenang atas kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam yang berada dan dominan wilayah daratannya, sementara KKP berwenang terhadap kawasan konservasi yang berada dan dominan wilayah perairannya.

Keenam, ketentuan pidana dalam pasal 150 dalam RUU ini harus diselaraskan dan disinkronkan dengan UU no. 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan yang telah diperbaharui dalam UU Cipta Kerja no. 11/2020. Demikian halnya sengketa lahan dalam kawasan konservasi (konflik tenurial) yang tercantum dalam RUU ini pasal 153, harus juga mempedomani mekanisme penyelesaian konflik tenurial dalam kawasan konservasi yang telah diatur dalam UU no. 18/2013 yang disebut diatas. Mekanisme penyelesaian konflik tenurial tersebut antara lain  adalah :

1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran di kawasan hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang ini dikenaisanksi administratif, berupa: penghentian sementara kegiatan usaha; denda; dan/ataucpaksaan pemerintah; 2) Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan, dikecualikan dari sanksi administratif dan diselesaikan melalui penataan kawasan hutan.

3) Pengaturan mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaai sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penjelasannya besaran denda ditentukan berdasarkan: luasan kawasan hutan yang dikuasai; jangka waktunya dihitung sejak mulai panen; dan prosentase dari keuntungan yang diperoleh setiap tahun.

PRAMONO DWI SUSETYO

Kompasiana, 28 Januari 2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun