Indonesia memiliki 73 lokasi suaka margasatwa dengan total luas 5.422.922 ha. Kriteria penetapan SM adalah tempat hidup dan berkembang biak satu atau beberapa jenis satwa langka dan/atau hampir punah, memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi, tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrasi tertentu; dan/atau, luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa.Â
Belum lagi, terdapat 48 taman nasional yang tersebar dari ujung timur dan barat Indonesia. Pengalaman membuktikan bahwa beberapa taman nasional mampu mengelola dan mengkonservasi satwa liar yang dilindungi.Â
Sebut saja  Taman Nasional (TN) Ujung Kulon dengan badaknya, TN Way Kambas dengan gajah sumateranya, Taman Nasional Baluran dengan bantengnya.
Kedua, pengawetan kawasan konservasi yang utama dan terutama adalah pengelolaan satwa beserta habitatnya yang meliputi kegiatan indentifikasi dan inventarisasi satwa; pemantauan; pembinaan habitat dan populasi; penyelamatan jenis; dan  penelitian dan pengembangan.Â
Dalam peraturan pemerintah (PP) no. 28/2011 Â pasal 12 berbunyi bahwa penyelenggaraan kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA) meliputi kegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan dan evaluasi kesesuaian.Â
Sedangkan dalam pasal 25 tentang pengawetan kegiatannya meliputi pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa beserta habitatnya (utama); penetapan koridor hidupan liar; pemulihan ekosistem; dan penutupan kawasan. Sedangkan inti dari kegiatan pengelolaan satwa beserta habitatnya adalah pembinaan habitat dan populasi satwa.Â
Dalam prakteknya dilapangan, pembinaan habitat dan populasi satwa lebih sulit dan tidak sederhana dibandingkan dengan pembinaan habitat dan populasi tumbuhan, karena satwa sifatnya bergerak (mobile) dan mempunyai daya jelajah. Sudahkah pengelola kawasan konservasi melakukan pengelolaan jenis satwa berserta habitatnya dengan baik?.
Menjadi sebuah pertanyaan besar juga apabila sering terjadi konflik satwa liar dengan manusia adalah sudah benarkah penyusunan wilayah pengelolaan kawasan konservasi yang sudah dibuat dan disahkan dengan pembagian zonasi dan blok pengelolaan.Â
Masalahnya satwa liar tidak mengenal adanya, zona inti, zona rimba, blok perlindungan, blok pemanfaatan, hutan lindung, hutan produksi dan sebagainya.Â
Selagi persediaannya terbatas dan kurang, bagi satwa liar yang mempunyai jelah tinggi seperti harimau dan gajah, pasti akan mencari dimana terdapat makanan yang bisa untuk mempertahankan hidupnya.
Ketiga, sudahkan fungsi konservasi (pengawetan) ini dijalankan dengan baik oleh unit pelaksana teknis (UPT) KLHK pengelola kawasan konservasi didaerah (Balai Besar/Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA/BKSDA) dan Balai Besar/Balai Taman Nasional (BBTN/BTN)) ?.Â