Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Surutnya Peran Penyuluh Kehutanan

12 Desember 2020   18:01 Diperbarui: 12 Desember 2020   18:02 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah lahirnya dan terbentuknya penyuluh kehutanan (PK) tidaklah sama dengan lahirnya penyuluh pertanian (PP) yang lahir lebih dahulu dibandingkan dengan lahirnya penyuluh kehutanan. PP lahir bersamaan dengan lahirnya orde baru tahun 1968, di mana pemerintah saat itu menggerakkan program pertanian Bimas (Bimbingan Massal) yang disusul dengan program Inmas (Intesifikasi Massal) dalam menggerakkan dan meningkatkan produksi hasil pertanian khususnya padi.

PP direkrutmen oleh pemerintah dalam jumlah yang cukup besar untuk mengawal keberhasilan hasil padi dengan pendekatan wilayah desa.  Jangan jangan heran apabila pada saat itu desa yang mempunyai potensi sawah pasti terdapat tenaga PP. Lain halnya dengan PK yang lahir bersamaan dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) tentang program Reboisasi dan Penghijauan tahun 1976 dengan nama petugas lapangan penghijuan (PLP) dan petugas lapangan reboisasi (PLR) dan belum disiapkan secara khusus sebagai penyuluh kehutanan.

Baru setelah adanya penyerahan sebagian urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui peraturan pemerintah (PP) no. 62/1998, maka urusan penyuluhan kehutanan berikut PLP dan PLR nya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten/kota. Sejak saat itu, PLP dan PLR berubah namanya menjadi penyuluh kehutanan dan kendalinya berada di pemerintah daerah.

Seiring dengan berjalannya waktu, setelah 44 tahun berlalu, bagaimana eksistensi penyuluh kehutanan sekarang? Apa perannya dalam dinamika pembangunan kehutanan yang begitu cepat berubah dengan program/kegiatan baru sekarang seperti perhutanan sosial, restorasi ekosistem, multi usaha kehutanan, food estate di hutan lindung dan yang lainnya?

Eksistensi PK

Salah satu indikator dari keberadaan penyuluh adalah ddapat dilihat dari kuantitas dan kualitas penyuluh kehutanan itu sendiri. Sejak direkrut dan diangkat oleh Departemen Pertanian (kemudian berubah Departemen Kehutanan) jumlah PLP dan PLR seluruh Indonesia kurang lebih sekitar 7000 orang. Jumlah penyuluh kehutanan ini seiring dengan berjalannya waktu, jumlahnya terus menyusut dikarenakan pensiun atau meninggal dunia.

Sejak diterapkannya program penambahan PNS dengan zero growth, penambahan penyuluh kehutanan didaerah relatif kecil dan boleh dikatakan praktis tidak ada. Kalau terdapat penambahan penyuluh baru, itupun untuk formasi pusat khususnya yang ditempatkan pada Balai Besar/Balai Taman Nasional (BBTN/BTN) dan Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA/BKSDA) yang menangani kawasan hutan konservasi yang tersebar diseluruh Indonesia.

Menurut data statistik Pusat Penyuluhan KLHK tahun 2016, jumlah tenaga penyuluh kehutanan PNS yang ada diseluruh Indonesia 3.521 orang,  371 orang diantaranya adalah golongan II, sisanya adalah golongan III keatas. Penyuluh kehutanan yang bertugas di BBKSDA, BKSDA, BBTN dan BTN sebanyak 236 orang. Sedangkan penyuluh kehutanan yang bertugas di pusat 19 orang dan 2 orang di Balai Diklat Kehutanan. Total jumlah  penyuluh kehutanan 3.521 orang tidak sebanding dengan kebutuhan ideal sebesar kurang lebih 20.000 orang atau hanya 17,60 persen.

Penyebarannyapun belum merata seluruh Indonesia, hampir 50 % terkonsentrasi di Jawa. Di P. Jawa 1.682 orang (47.77 %), Sumatera 613 orang (17.40 %) dan sisanya menyebar di Sulawesi, Kalimanatan, Bali, Nusa Tenggara, Papua dan Maluku. . Data tahun 2019, jumlah PK hanya tinggal  2.712 orang dengan rincian 2.366 orang di daerah (Dinas Kehutanan/Lingkungan Hidup dan Kehutanan provinsi) dan sisanya dipusat. Penyebarannya lebih banyak di pulau Jawa ( 55 %), yang mencakup lima provinsi, sedangkan diluar Jawa hanya 45 % mencakup 29 provinsi.

Secara kualitaspun, penyuluh kehutanan semakin hari makin mengalami penurunan. Persoalan pokok dan mendasar pada penyuluh kehutanan adalah kurang atau minimnya pendidikan, pengajaran dan pengajaran secara luas baik secara formal maupun non formal. Sejak adanya penyerahan urusuan penyuluhan kehutanan didaerah tahun 1998 dan undang undang otonomi daerah no.32 tahun 2004 yang kemudian diubah menjadi no. 23 tahun 20014 dan diserahkannya kewenangan, pengaturan dan pembinaan  penyuluh kehutanan kepemerintah daerah (pemerintah kabupaten/kota, provinsi ), praktis intensitas dan frekuensi pendidikan dan latihan (diklat) yang terkait dengan bidang tugasnya berkurang. Peningkatan dan pengembangan kapasitas individunya para penyuluh mengalami stagnan (terhenti).

Peran Program/Kegiatan Baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun