Kita berasumsi bahwa sisa lahan hutan yang open akses digunakan untuk pencadangan program perhutanan sosial seluas 12,7 juta ha dan alih fungsi kawasan hutan, tepatnya pelepasan kawasan hutan untuk  dan atas nama pembangunan sejak tahun 1985 sampai tahun 2017 seluas 6,7 juta ha ha. Sisanya, . lebih dari 14 juta ha kawasan hutan open akses yang dapat dimanfaatkan untuk IUPHHK-HT baru.
Jangan lupa, potensi hutan rakyat Indonesia yang selama ini tidak dilirik, ternyata mampu mengisi kekurangan dan kekosongan kebutuhan hasil kayu dari hutan alam yang terus. Â Menurut data, potensi hutan rakyat di Indonesia mencapai 34,8 juta dengan komposisi dan luas di P Jawa sebesar 2,7 juta ha dengan potensi 78,7 juta meter kubik,Â
sedangkan diluar P Jawa luasnya  sebesar 32,1 juta ha dengan potensi 912 juta meter kubik. Hutan rakyat memasok 46,9 persen dari kebutuhan kayu log nasional.  Jenis jenis kayu yang ditanam khususnya di P. Jawa adalah sengon, jeunjing, mahoni, jati, jabon,sonokeling dan sebagainya.
Kedua, hutan alam (hutan produksi) yang masih utuh dan tersisa, serta telah dinyatakan sebagai moratorium permanen oleh pemerintah seluas lebih dari 60 juta ha harus dipertahankan untuk selamanya dengan menghentikan  izin baru dari skema IUPHHK-HA. Produk hasil hutan yang bersifat intangible harus diperbesar dan tingkatkan skala dan luasnya. Produk hasil hutan non kayu seperti jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) akhir-akhir ini sangat diminati oleh pasar karena ramah lingkungan.Â
Jasa lingkungan seperti perdagangan karbon, ekowisata, restorasi ekosistem sudah mulai banyak dikenal dan sudah bukan  lagi menjadi barang asing bagi masyarakat luas. Sedangkan HHBK mempunyai potensi yang sangat besar yang selama ini belum dilirik dan diolah dengan baik.
Konsep perdagangan karbon di Indonesia mulai menemukan titik cerah, dimulai pada bulan September 2020 ini, dengan adanya penerimaan hibah Rp 813 miliar dari pemerintah Norwegia untuk pengurangan emisi 2016-2017. Dana sebanyak itu untuk membeli karbon yang bisa dikurangi Indonesia selama periode tersebut sebanyak 11,2 juta ton. Pemerintah Norwegia menghargai karbon Indonesia. Perdagangan karbon adalah satu cara lain mencegah emisi dengan menjaga hutan dan lahan, mengurangi sampah, atau mendorong industri memakai energi terbarukan.Â
Dengan perdagangan karbon, usaha-usaha menjaga lingkungan itu mendapatkan benefit karena para produsen emisi---negara atau industri---menghargai usaha pihak lain dalam menyediakan penyerapnya. Perdagangan karbon membuat konservasi bukan lagi pos penyedot biaya, melainkan mendatangkan untung.
Pengembangan ekowisata, khususnya pada kawasan hutan konservasi akan mendatangkan manfaat ekonomi khususnya bagi masyarakat disekitar kawasan konservasi tersebut. Dengan diluncurkannya, destinasi wisata super premium pada kawasan konservasi Taman Nasional (TN) Â Komodo tahun 2019 lalu oleh presiden Joko Widodo, semakin membuka mata bahwa kawasan konservasi lainnya khususnya taman nasional mempunyai prospek ekonomi yang menjanjikan.Â
TN Komodo akan disulap menjadi obyek wisata kelas premium yang berkelas dunia dan tidak sembarang orang mampu untuk mengunjunginya karena menjadi wisata dengan biaya yang mahal. Pemerintah provinsi NTT sanggup menggelontorkan dana Rp. 100 millyar untuk membenahi TN. Komodo, sedangkan pemerintah pusat membenahi infrastruktur Bandar Udara Labuan Bajo, hotel-hotel, jalan dan sebagainya yang diharapkan selesai tahun 2023.Â
Dampaknya luar biasa. Kabupaten Manggarai Barat NTT menetapkan pariwisata menjadi lokomotif penggerak ekonomi. Semua sektor bakal berorientasi pada pariwisata, termasuk sektor perkebunan, pertanian dan penangkapan ikan. Sektor tersebut didorong agar memadai dan mendukung sektor pariwisata. Dalam dua-tiga tahun ke depan, semua kebutuhan restoran diharapkan bisa disuplai dari masyarakat tani Manggarai Barat.
Meski konsep restorasi ekosistem merupakan hal yang baru pada pengelolaan hutan produksi, namun karena tujuannya sebagai upaya mengembalikan hutan produksi yang rusak hingga ekosistemnya menjadi pulih. Ukurannya adalah keanekaragaman hayati yang kembali sebelum memulai usaha jasa lingkungan seperti karbon. Sayang dari sejak diluncurkan konsep ini tahun 2004 lalu, perkembangan kegiatan ini sangat lambat.Â