BAHASA DAN TULISAN JAWA
Sebagai orang Jawa (bapak dan ibu dari etnis Jawa Tengah) yang lahir era akhir tahun 50' an, saya masih mengalami dan belajar bahasa dan tulisan Jawa secara intens.Â
Dalam berbahasa Jawa, ada 3 (tiga) tingkatan berbahasa, yaitu kromo inggil (sangat halus) yang biasa digunakan oleh kaum bangsawan (darah biru) atau antara yang muda usianya kepada kaum tua sebagai penghormatan/penghargaan dalam tata karma dan kesantunan berbudaya, kromo biasa yang digunakan antara sesama usia dikalangan masyarakat menengah keatas, dan bahasa ngoko (bahasa pasaran,kasar) biasa digunakan oleh kaum jelata, kaum kebanyakan pada masyarakat etnis Jawa.Â
Dalam proses kegiatan literasi inipun orang Jawa mempunyai tulisan tersendiri yang disebut tulisan Jawa, yang dikenal dengan huruf hanacaraka, datasawala, manggabatangga dan seterusnya dengan instrumen yang istilah Jawa dipangku/dipepet dengan vokal  a,i,u,e,o Jawa.Â
Pada era 70'an, saya yang sudah duduk dibangku sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), rajin dan sangat senang membaca Penyebar Semangat majalah berbahasa Jawa yang sangat terkenal baik di Jawa Tengah maupun di Jawa Timur.Â
Kalau ingin dan rindu mendengar bahasa Jawa kromo inggil sekarang , saya sering menonton disaluran youtube wayang kulit, dalang ki Entus Susmono atau ki Seno Nugroho.Â
Saya kagum pada sinden mereka yang non Jawa sangat fasih berbahasa Jawa halus. Sinden Meghan dari Amerika dan Eliisa Ocarrus Alloso sinden keturunan dari Sulawesi begitu piawai mendendangkan lagu Jawa dan berbahasa Jawa dengan lepas.
Seiring bergulir waktu dan perkembangan zaman media informasi yang begitu pesat, literasi Jawa mulai nampak luntur. Generasi milinial dilingkungan etnis Jawa, lebih banyak melakukan literasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.Â
Sama halnya dengan bahasa dan tulisan etnis lain di Indonesia ini, seperti Bugis, Makasar, Minang, Batak, Bali, Banjar, Sunda, Madura, Ambon, Melayu dan seterusnya, tentu  juga mempunyai tradisi literasi sendiri sendiri sebagai khazanah keragaman budaya bangsa Indonesia.
Saya sendiri dalam keluarga dengan anak anak dan cucu dalam berkomunikasi sehari hari dirumah juga menggunakan bahasa Indonesia. Kenapa ? Anak anak saya hidup dalam 2 (dua) dua budaya (etnis) yakni Jawa (bapak) dan Minahasa (ibu) , sehingga tidak adil rasanya kalau dipaksakan harus menggunakan bahasa Jawa.Â
Akankah tradisi literasi pada etnis Jawa maupun etnis lainnya di Indonesia lambat laut akan hilang dan menguap ? Rasanya tidak, karena pasti ada orang, atau sekelompok orang yang cinta akan budaya etnisnya, akan tetap mempertahankan tradisi ini. Meskipun skala dan intesitasnya terbatas, namun tetap akan selalu eksis.Â
Biarlah tradisi literasi etnis di Indonesia bertahan dan berkembang (kalau bisa) secara alamiah, -ditengah alkulturasi (percampuran) budaya yang deras yang sedang dan akan terjadi di Indonesia- ,sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
PRAMONO DWI SUSETYO
Kompasiana, 20 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H