Hari ini saya membaca sebuah artikel tentang “solo travel vs group travel.” Sudah banyak memang artikel yang membahas mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing-masing cara. Berbagai perdebatan pun muncul tentang cara traveling yang terbaik. Perdebatan yang saya rasa sama panjangnya dengan perdebatan antara “backpacking vs non-backpacking” dan atau bahkan tentang definisi backpacking itu sendiri. Kali ini saya tergerak untuk ikut menulis tentang apa yang saya pikirkan tentang hal itu. Saya bukan pejalan kelas kakap. Dan portofolio jalan-jalan saya pun tidak semengkilap para senior-senior pejalan yang lain. Saya cuma seseorang yang mengalami adiksi untuk jalan-jalan secara independen. Saya sendiri sudah mengalami baik solo traveling maupun group traveling. Lalu, mana yang menurut saya lebih baik? Jawabannya menurut saya tidak hitam putih. Dari membaca berbagai artikel dari para traveler menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka lebih memilih solo traveling. Dengan cara ini mereka lebih bebas menentukan segala sesuatunya. Mereka tidak harus berdebat tentang “kita tidur di dorm itu, atau hotel ini aja?” atau “gue bosen ah ke museum, ke pantai aja yuk.” Mereka tidak diributkan oleh kenyamanan orang lain. They travel to please themselves afterall. Buat apa sudah jauh-jauh jalan-jalan dan ternyata harus mengalami suasana tidak enak dengan teman jalan. Saya yakin semua orang yang pernah melakukan group traveling akan mengerti maksud saya. Solo traveling membebaskan kita berjalan, with our own pace, tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat. Menikmati apa yang ingin kita nikmati. Buat apa jalan-jalan di mall karena teman jalan minta ditemani ketika yang kita inginkan adalah bersantai di pinggir pantai sambil membaca buku? Group traveling bukannya tanpa kelebihan. Dengan teman jalan yang tepat (dan ini sangat sudah dicari. Susahnya seperti mencari jodoh) sebuah perjalanan akan menjadi pengalaman yang sangat berharga. It feels bad when you have something to laugh or celebrate for, but there isn’t anyone to share with. Atau ketika tertimpa musibah dan kesulitan di perjalanan, teman jalan yang tepat akan membuat kita sangat bersyukur mereka ada. Tapi teman jalan yang buruk akan membuat kita ingin meninggalkan mereka sendirian saat mereka tidur! Sejauh ini, tipe perjalanan yang paling berkesan untuk saya adalah group traveling dengan beberapa teman dekat saya. Benar bahwa kami sering sekali berselisih paham dan membuat suasana tidak nyaman. Tapi itu selalu dapat diatasi. Ada saat-saat dimana saya sangat menikmati solo traveling. Bisa menikmati waktu dimana saya memang ingin sendiri tanpa diganggu. Tentu ada harga yang harus dibayar untuk setiap hal. Tapi saya rasa setiap pejalan pada akhirnya harus sering dan beradaptasi dengan solo traveling dan kesendirian itu. Ketika kita makin lapar dengan tempat-tempat dan petualangan baru, sedangkan teman-teman semakin jarang sependapat dan mungkin semakin sulit mengatur waktu. But, with solo traveling, we’ll meet someone new in the road. Something great will (and always) unexpectedly happen when you travel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H