"Yaaah, PRnya banyaak banget Paak, Buu!"
Seringkali mendapati siswa mengeluh ketika Bapak atau Ibu Gurunya memberikan Pekerjaan Rumah (PR) yang harus diselesaikan dalam tenggat waktu tertentu. PR yang diberikan biasanya tentang materi yang belum selesai pada hari itu, atau mungkin juga latihan soal yang belum terselesaikan pada pembelajaran hari itu. Jika dalam sehari saja ada sekitar tiga hingga empat mata pelajaran (mapel) dan semua guru dari mapel tersebut memberikan PR, maka bagaimana jika seminggu berjalan? Seberapa banyak PR yang harus diselesaikan di rumah? Bejibun PR yang harus diselesaikan apakah menjadi jaminan terserapnya materi yang disampaikan? Pertanyaannya, apakah pembelajaran di sekolah masih kurang alokasi waktunya untuk menyelesaikan materi yang belum tersampaikan atau belum tuntas? Bukankah hal ini akan memberatkan siswa? Bukankah hal ini akan menjadi pemicu siswa menjadi stres?
"Ketika harus mengerjakan seabrek PR di setiap harinya, lalu bagaimana mendapatkan waktu berkualitas untuk berkumpul, berbagi rasa, dan berbagi cerita dengan keluarga di rumah?"
Masihkah Kurang Alokasi Waktu Pembelajaran di Sekolah?
Seminggu lamanya belajar di sekolah, mulai dari pagi hingga siang atau sore hari. Dijejali beragam materi yang entah suka atau tidak harus diterima dan masuk ke kepala, bukankah hal ini akan menjadi pemicu stres utama bagi siswa? Belum lagi jika rasa bosan atau jenuh hadir menggoda semangat belajar. Sepertinya hal ini menjadi permasalahan serius. Bukan mencapai tujuan dari pembelajaran, bukan menempukan kebahagiaan dalam belajar, sebaliknya beban berat dan stres menjadi sebuah masalah dalam diri siswa itu sendiri. Alokasi waktu yang tersedia kiranya perlu dioptimalkan dalam penyampaian materi agar tuntas di saat jam sekolah. Selebihnya siswa dapat menggunakan waktunya untuk hal-hal positif lainnya.
Waktu Berkumpul Bersama Keluarga di Rumah
Sedari pagi sudah harus berangkat sekolah, pembelajaran biasanya usai pada siang hari. Namun untuk sekolah yang menerapkan full day school biasanya selesai hingga sore hari. Belum lagi jika masih harus mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, mungkin saja menjelang petang baru sampai di rumah. Lalu bagaimana waktu bersama keluarga? Apakah harus terlewatkan untuk mengerjakan PR yang belum terselesaikan. Apakah harus terjebak dalam kekhawatiran jika PR belum terselesaikan terus menerus? Hal-hal seperti ini rasanya perlu menjadi perhatian pula, mengapa? Karena siswa pun juga butuh transfer kasih sayang serta kehangatan dari keluarga tercinta. Mungkin hanya sekedar berbagi rasa, berbagi cerita tentang aktivitas keseharian akan menjadi hidup lebih bermakna.
Optimalisasi Potensi Diri
Waktu yang digunakan untuk pembelajaran serta berkegiatan di sekolah rasanya cukup mendapatkan proporsi yang besar. Pembagian waktu untuk hal-hal positif lainnya sepertinya juga diperlukan dalam upaya pengembangan diri siswa itu sendiri. Optimalisasi potensi diri, dapat dilakukan seperti halnya mengikuti kegiatan-kegiatan pengembangan diri. Siswa juga perlu menemukan apa yang menjadi minat dan bakatnya. Mungkin saja di bidang olahraga ataupun seni. Perlu juga memberikan proporsi waktu untuk siswa terkait dengan hal ini.
Optimalisasi alokasi waktu untuk pembelajaran lebih efektif rasanya perlu diperhatikan. Mengapa? Karena siswa pun juga memiliki hak untuk beristirahat, berkumpul dengan keluarga, dan juga mengembangkan potensi dirinya melalui kegiatan-kegiatan positif lainnya, tanpa perlu lagi terjebak dalam kekhawatiran serta beban yang memicu stres siswa. Jika hal ini diperhatikan tentunya akan berdampak positif pada perkembangan siswa seutuhnya. (prp)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H