"Siapa tak tahu dan tak suka cilok, salah satu kudapan lezat yang mudah ditemui di mana-mana. Tentunya cilok selalu berhasil menjadi peredam sementara perut keroncongan."
Semua orang dengan segala usia sangat menyukai cilok. Ya! Cilok memiliki kepanjangan aci dicolok, berbentuk seperti bakso terbuat dari adonan tepung tapioka yang di dalamnya berisi bermacam-macam varian, ada daging ayam hingga telur.Â
Cilok menjadi jajanan favorit tidak hanya sewaktu sekolah saja, cilok menjadi kudapan favorit beragam usia. Menemukan penjual cilok cukuplah mudah, hampir di setiap tempat seringkali ditemui penjual cilok yang berkeliling menjajakan dagangannya.Â
Setiap penjual cilok memiliki cara penyajian yang beragam, ada yang disiram dengan sambal kacang, saos, kecap, hingga ada pula yang menggunakan bumbu tabur pedas. Hal ini menjadi keunikan tersendiri, namun tetap kembali ke selera masing-masing.
Pertolongan Pertama Perut Keroncongan
"Menemukan penjual cilok di tengah perjalanan ketika perut keroncongan, ibarat menemukan oase di padang gurun. Cilok penyelamat perut keroncongan!"
Ketika bepergian mengendarai skutermatik kesayangan, cilok menjadi salah satu kudapan favorit di tengah perjalanan. Di sepanjang jalan mudah sekali menemukan penjual cilok, ada yang menggunakan gerobak ada pula yang menggunakan sepeda motor.Â
Seporsi cilok menjadi solusi ketika perut mulai keroncongan, benar-benar mampu menjadi penolong pertama perut keroncongan. Harganya yang cukup terjangkau dan rasanya yang enak, berhasil menjadi candu bagi saya ketika bepergian mengendarai skutermatik kemanapun saya pergi.Â
Baca Juga : Tahu Kupat Solo Penawar Bosan di Waktu Lebaran
Harga Cilok Naik
"Biasanya harga cilok per biji adalah Rp 500,-, namun saat ini menjadi Rp 1.000,-"
Ada hal yang mengejutkan di waktu lebaran kali ini (Idul Fitri 1443 H). Sebeneranya mungkin bukan soal serius, namun menurut saya asyik saja untuk diulas.Â
Ketika perayaan Hari Raya Idul Fitri selalu saja dihadirkan hidangan khas seperti ketupat, opor ayam, rendang, kue toples seperti nastar, kastengel, hingga putri salju.Â
Rasanya memang enak, namun terkadang muncul rasa bosan ketika menyantap kuliner-kuliner itu ketika momen lebaran sehingga rasanya butuh penawar rasa bosan.Â
Alhasil saya mencoba ke Solo untuk menikmati tahu kupat yang telah direkomendasikan oleh salah seorang teman. Nah, ada hal yang menurut saya menarik untuk diulik ketika melakukan perjalanan ke Solo.Â
Di tengah perjalanan tetiba saja perut saya keroncongan, seperti biasa saya mencoba mencari penjual cilok yang biasa mangkal di minimarket di sepanjang jalan.Â
Setelah menemukan penjual cilok saya pun langsung memesan, "Pak, kula tumbas gangsal ewu nggih." (Pak, saya beli lima ribu).
"Nggih mas." (Ya mas) Jawab penjual cilok.
Namun, apa yang terjadi saya pun sedikit terkejut ketika menerima seplastik cilok itu. Biasanya jika saya membeli lima ribu rupiah saya mendapatkan sepuluh biji, namun saat itu saya hanya mendapatkan lima biji saja. Sebelum saya bertanya, penjual cilok itu langsung menjelaskan. "Mas, maaf ya harganya naik ini sekarang, karena bahan-bahan juga ikut naik."
"Oh, nggih pak mboten napa-napa." (Oh, iya pak tidak apa-apa) Jawab saya sembari tersenyum mencoba mengerti keadaan yang terkini terkait harga-harga yang melambung tinggi dan berdampak pula pada naiknya harga salah satu kudapan favorit, yakni cilok.Â
Sebuah kisah di kala momen lebaran tidak melulu soal ibadah dan bagaimana tradisi perayaan yang terjadi. Kisah tentang naiknya harga cilok pun rasanya menurut saya cukup asyik untuk diulik. Meski harganya naik, cilok tetap menjadi kudapan favorit. (prp)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H