Hal tersebut merupakan sisi positif dari berkompetisi olahraga secara virtual. Namun dukanya adalah, jika gerakan yang dilakukan salah terus menerus, maka energi akan semakin menipis karena harus mengulang-ulang lagi hingga semuanya menjadi baik.
Kualitas Kamera MenentukanÂ
Jika kesiapan peralatan untuk mengambil gambar baik dengan handphone atau kamera mumpuni, berkompetisi secara virtual tak lagi menjadi soal. Namun jika peralatan yang tidak mumpuni maka hal ini akan berpengaruh pada penampilan dari si atlet itu sendiri. Hal ini menjadi kendala utama.Â
Bagaimana tidak, jika atlet memiliki ketrampilan gerak seni atau jurus yang baik namun tidak didukung dengan peralatan penunjang yang baik maka hasilnya pun tidak optimal. Hal ini sungguh sangat merugikan.
Meski Juara, Rasanya Tetap Hambar
"Momen capaian puncak seorang atlet adalah saat upacara penghormatan pemenang. Momen pengalungan medali di atas podium membuat kebahagiaan menjadi juara semakin lengkap. Namun saat pandemi hal tersebut tak mungkin dapat terjadi."
Kompetisi tetap berjalan meskipun virtual merupakan solusi terbaik untuk senantiasa menjaga jalannya pembinaan atlet usia dini. Hal ini sangat penting karena sebagai wujud upaya memonitor perkembangan atlet di setiap fase yang dilalui agar dapat mencapai prestasi puncak di level senior.Â
Namun tetap saja terasa hambar, karena kebanggan saat menaiki podium dan menerima kalungan medali sudah tak mungkin dilakukan jika masih dalam kondisi pandemi. Medali hanya dikirim melalu jasa pengiriman, ya sudahlah mau bagaimana lagi, toh demi kebaikan bersama.
Terdapat ragam kisah suka duka selama berkompetisi di masa pandemi sepertini. Pembinaan atlet jangka panjang harus tetap berjalan dengan digelarnya kompetisi. Meski semuanya serba terbatas, bagaimanapun tetap harus diterima demi kebaikan bersama.(prp)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H