Mohon tunggu...
Prama Ramadani Putranto
Prama Ramadani Putranto Mohon Tunggu... Guru - Menebar Kebaikan dan Energi Positif

Menebar Kebaikan dan Energi Positif

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tanpa Kritik Jadi Nggak Asyik

15 Agustus 2020   10:50 Diperbarui: 15 Agustus 2020   11:09 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejutan yang memunculkan polemik di masyarakat. Bagaimana tidak politikus yang sering bernyanyi sumbang mengkritisi kebijakan pemerintah malah mendapatkan penghargaan prestisius yaitu Bintang Mahaputra Nararya. Atas dasar apa pemilihan keduanya mendapatkan penghargaan itu? Apakah mungkin terdapat strategi politik tertentu yang akan diterapkan. 

Kondisi perpolitikan memanglah begitu adanya. Serba banyak kelucuan di dalamnya. Mengapa demikian? Adu argumen antar politikus dengan berbagai macam pernyataan dan pertanyaan kritis atau bahkan hingga makian yang sering kita lihat di layar kaca terlihat seperti lelucon belaka. Bagaimana tidak setelah beradu argumen dan mencaci maki di balik layar mereka duduk bersama ditemani secangkir kopi sembari tertawa terbahak-bahak. 

Dinamika yang terjadi dalam perpolitikan negeri ini pun sungguh tak bisa diprediksi. Dinamis dengan beragam manuver politik yang terjadi. Sebagai contoh politik dua kaki yang dilakukan beberapa politikus. Saat koalisinya sudah diujung tanduk dan akhirnya kalah langsung berubah haluan mendukung koalisi penguasa. 

Padahal kita tahu di koalisi sebelumnya bagaimana kerasnya dalam beradu argumen di berbagai macam forum. Pendukung yang mati-matian dengan berkorban segala hal jelas dikecewakan dengan tingkah laku yang seperti itu. 

Ada juga yang tetap istiqomah berada di pihak oposisi yang senantiasa memberikan masukan-masukan atau kritik kosntruktif terhadap kebijakan pemerintah yang mulai melenceng dan tidak pro rakyat. Masyarakat hanya bisa tertawa. Masyarakat hanya menjadi korban karena ketidaktahuan atau bahkan mungkin dibuat agar 'tidak tahu'.

Kita pun perlu mengapresiasi tokoh-tokoh yang mampu dan berani tanpa tedheng aling-aling dengan dasar yang jelas untuk senantiasa memberikan kritik konstruktif terhadap kemajuan bangsa ini. Contohnya beliau berdua Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Yakinlah dengan adanya oposisi, demokrasi akan berjalan dengan seimbang. 

Beragam sudut pandang yang tak terlihat akan dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Beberapa hal yang tak tersentuh akan lebih tersentuh sehingga kebijakan yang dikeluarkan akan lebih pro rakyat. 

Bagaimana jadinya jikalau dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara hanya "manut-manut" saja atas kebijakan yang mungkin merugikan banyak orang, apakah harus diam saja? 

Kalau hanya diam dan manut apakah benar negeri ini adalah negeri yang demokratis? Apalagi hingga yang mengkritik sampai dibungkam sungguh miris dan menyedihkan.

Kemungkinan yang terjadi mengapa Bapak Presiden Joko Widodo memilih dua sosok politikus vokal tersebut adalah karena dengan kritikannya mampu menstabilkan kondisi perpolitikan di negeri ini. Kritik-kritik yang ditujukan mungkin mampu memberikan sudut pandang yang berbeda yang tak mampu terlihat dan tersentuh. 

Selagi kritik yang disampaikan konstruktif maka kehidupan berbangsa bernegara pun akan lebih asyik. Karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang harus bisa bagi kita untuk saling menerima, menghormati, dan menghargai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun