Pada zaman dahulu kala, di tanah Jawa bagian timur berdirilah sebuah kerajaan besar bernama kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Raja Airlangga. Namun, untuk mencegah terjadinya perang saudara, kerajaan Kahuripan dipecah menjadi dua  kerajaan kembar, yaitu Kerajaan Jenggala yang dipimpin oleh Raja Jayengnegara dan Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Jayengrana.Â
Semakin hari, Raja Airlangga  semakin tua dan sakit-sakitan. Merasa dirinya akan meninggalkan dunia tak lama lagi, beliau memiliki wasiat agar dua kerajaan kembar tersebut kembali bersatu seperti sedia kala.Â
Dengan mempertimbangkan banyak hal, akhirnya kedua kerajaan tersebut sepakat untuk bersatu dengan cara menikahkan menikahkan Raden Panji Asmarabangun, pangeran dari Kerajaan Jenggala dengan putri yang sangat cantik Dewi Sekartaji dari Kerajaan Kediri.
Namun, rencana perjodohan ini tidak berjalan mulus karena Ibu Tiri Dewi Sekartaji lebih menginginkan putri kandungnya, Intan Sari yang menikah dengan pangeran Panji Asmarabangun agar menjadi Ratu Jenggala.Â
Tak habis akal, Ibu Tiri Dewi Sekartaji telah merencanakan untuk menyingkirkan putri tirinya tersebut ke Kediri. Dewi Sekartaji diculik paksa dan disembunyikan di sebuah desa terpencil.
Maka tatkala Raden Panji Asmarabangun datang ke Kediri untuk melamar, ia malah dipaksa untuk menikahi Intan Sari, saudari tiri Dewi Sekartaji. Dengan tegas, Raden Panji Asmarabangun menolak usulan tersebut. Ia kemudian memutuskan untuk berkelana mencari tambatan hatinya  yang hilang secara tiba-tiba tanpa meninggalkan jejak apapun. Ya, seorang Pangeran harus turun tangan sendiri ketika tidak ada orang-orang di Kerajaan yang bisa ia percayai secara penuh.
Suatu sore, Pangeran Panji Asmarabangun bersama beberapa orang pengawal  menunggangi kuda  menyusuri desa. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang nenek pencari kayu bakar. Nenek tersebut berjalan tertatih dengan tumpukan ranting kayu kering yang diikat rapi di atas punggungnya. Merasa iba, Pangeran Panji Asmarabangun segera menghampiri nenek tersebut.
"Mari saya bantu, nek" Â Â Â Â Â Â Â
Wajahnya mendongak, "Matur sembah nuwun anak muda yang tampan lagi gagah perkasa, tetapi sungguh saya masih kuat membawa kayu kering ini."
"Tidak papa nek, biar saya saja. Kebetulan saya membawa  kuda yang sangat kuat" Pinta Pangeran Panji Asmarabangun.
"Baiklah jika begitu." ujar nenek