Semarak pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diselenggarakan serentak di seluruh wilayah Indonesia terus mengisi ruang pemberitaan. Hampir di semua rubrik media massa nasional maupun regional Pilkada sebagai topik utamanya. Tahun 2018 dianggap sebagai tahun politik.
Pembaca terus dicekoki dengan ragam informasi kontestasi politik lima tahunan tersebut. Rasa yang disuguhkan pun berbagai varian. Dimulai dengan aksi pencitraan kandidat calon, permasalahan sosial juga harapan masyarakat untuk pemimpinya. Ini hanya semata politik sebagai tolok ukur dari pencapaian tujuan bersama.
Derasnya arus politik di Indonesia, menjadi trading topik perbincangan setiap waktunya. Mulai dari kalangan elit politik praktis dan masyarakat. Peran media massa sangat dibutuhkan, pers secara langsung terus menyapa masyarakat setiap detik, jam dan hari.
Tidak selesai disana, pola kontestan pun merambah ke dunia digital media sosial Facebook, Instagram, Twitter. Desas-desus isu dimainkan serta mengisi setiap linimasa akun media sosial. Dampak kemajuan teknologi abad 21, seketika membius labirin-labirin perbincangan setiap waktu.
Sekarang kurang dari empat hari lagi, tanggal 8 s/d 10 Januari, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran pasangan calon Bupati Wakil Bupati Ciamis. Peta politik terus dimaksimalkan agar dapat meraih dukungan. Mesin-mesin partai politik bergerilya suksesi calon pemimpin yang diusungnya.Â
Menengok Pilkada di Kabupaten Ciamis suasana politik tengah menghangat. Daerah yang memiliki 27 kecamatan itu sangat pantas, jika dijadikan tolok ukur barometer politik nasional. Sebagai daerah ketujuh memiliki jumlah penduduk terbanyak di Jawa Barat ini sangat terasa persaiangan setiap kontestan Pilkada terjadi cukup dinamis.
Berbagai cara strategi pemenangan digunakan tersistem. Tentunya sebagai negara demokrasi dikatakan sangat wajar jika itu dilakukan, agar partai politik ikut memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk menentukan nasib kehidupan berbangsa bernegara.
Siapa yang dipastikan maju di Pilkada Ciamis?Â
Perlu diketahui, pasangan calon (paslon) yang dipastikan maju pada perhelatan hajat demokrasi lima tahunan itu, salah satunya paslon petahana Bupati, Wakil Bupati Ciamis, Drs. H. Iing Syam Arifin dan Oih Burhanudin yang diusung oleh 5 partai diantaranya, Golkar, PDI Perjuangan, Hanura, PKB, PPP.Â
Kemudian pasangan tandingan petahana mantan Sekretaris Daerah Ciamis,dan Wakil Ketua DPRD Cimis yaitu; Dr. Asep Herdiat Sunarya dan Yana D Putra yang diusung oleh 6 partai NasDem, Demokrat, PKS, PBB, Gerindra, PAN. Keduanya, ini digadang-gadang akan mengisi panggung sandirawa politik Ciamis.
Kedua paslon tersebut, memiliki kans untuk menang di Pilkada nanti. Ulama, pemuda serta tokoh masyarakat, dukunganya terus mengalir. Tetapi sebagai bangsa berbudaya, dasar nilai norma kemanusiaan harus dikedepankan. Jangan terjebak pada identitas politik yang tidak berdasar pada kultur budaya.
Rakyat sebagai kedaulatan tertinggi, menggantukan harapan pada pemimpin yang menjaga amanah suaranya. Jangan sampai pijakan mereka habis oleh nafsu perorangan untuk berkuasa tanpa mempertimbangkan konstitusinya.
Budaya malu adalah indikator pemimpin hasil Pilkada Serentak nanti. Contohnya, malu jika korupsi, bersalah pada rakyat, takut di depan Tuhan. Jangan sampai politik dianggap hanya penyalur syahwat berkuasa dan demokrasi ditempatkan tidak searah dengan ideologi negara yaitu Pancasila.
Pilkada Serentak sejatinya bukan politik secara empiris. Tapi sebauh kompetisi, perlombaan, kontentasi untuk memuluskan menyalurkan hasrat duduk di singgasana pencapaian kontentasi itu.
Apa landasan Esensialisme politik itu?
Socrates mengatakan dirinya tidak menyetujui adanya pola demokrasi. Dia beranggapan bahwa konsep negara demokrasi, suara mayoritas sebagai tolok ukur-Nya. Namun tidak semua suara mayoritas itu memiliki pengetahuan.
Untuk mencapai tujuan hidup tertinggi dari kedaulatan, manusia harus memiliki tingkat pengetahuan sebagai tolok ukur penilaian baik dan benar. Maka, esensi politik sejatinya bukan dari posisi menang dan kalah. Lebih bukan sebagai kompetisi, melainkan politik sebagai dari upaya bersama untuk mencapai jiwa yang baik, tumbuh berkembang berdasarkan atas hak yang dimiliki setiap manusia.
Pendapat itu berbeda dengan Plato seorang filsuf Yunani ini meneguhkan prinsipnya, bahwa kabajikan merupakan implikasi dari pengetahuan. Terbentuknya negara karena manusia yang saling membutuhkan satu sama lainya. Hadirnya negara demokrasi, bagi dia akan memunculkan kebebasan individu manusia, sebagai makhluk monodualistik.
Esensi politik menurut Plato, tidak adanya intervensi hak dan kebebasan merupakan segalanya. Bebas menyampaikan aspirasi, berbicara sesuai kehendak berdasarkan norma, sehingga menempatkan politik sebagai dewa yang diagungkan.
Menjadikan manusia merdeka dalam politik, maka Plato mengeluarkan gagasan pencapaian pengetahuan itu akan didapatkan dari lembaga pendidikan. Artinya, politik merupakan bagian dari pencapaian kedewasaan manusia yang berakal.
Beranjak dari itu, fenomena kontestasi politik di Ciamis terbilang unik. Cara untuk menarik perhatian pemilih, kedua calon paslon Bupati, Wakil Bupati Ciamis baik petahana atau penantang menggunkan jargon sebagai andalanya. Keduanya saling berebut empati masyarakat agar mereka diakui dan diterima hasil karya dan yang akan dikerjakan mendatang.
Pertama, calon paslon petahana, Drs. H. Iing Syam Arifin dan Oih Burhanudin, menggunakan jargon #Lanjutkan.
Jargon yang digunakan sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat, dengan hasil capaianya yang telah telah dilakukan dengan harapan, karya nyata selama menjabat jadi orang nomor satu di Ciamis harus terus dilanjutkan hingga dua periode.
Kemudian calon paslon penantang, Dr. Asep Herdiat Sunarya dan Yana D Putra menggunakan jargon #AsliCiamisPisan.
Jargon ini sangat kentara dengan identitas kedaerah kandidat. Biasanya opini identitas politik ini dimunculkan sebagai upaya untuk mengenalkan diri siapa dia.
Politik identitas kerap dijadikan isu yang digunakan rival penguasa atas ketidaksanggupan melawan dan meruntuhkan penguasa.
Biasanya opini identitas ini berada di ranah politik lokal dan hanya retorika subjek politik dengan sebutan "Pribumi dan Pendatang".
Politik identitas memiliki tujuan untuk merekontruksi ulang politik dengan cara sentralisasi kekuasaan dan memanipulasi menggalang alat politik untuk membangun kepentingan kekuasaan dan ekonomi. Maka, akan menimbulkan lingkaran yang akan dirangkul mana yang akan ditolak dan diterima. Maka akan terjadi kolonisasi politik.
Meski demikian, kedua kandidat calon ini, memiliki visi yaitu menatap Ciamis lebih baik. Sehingga, masyarakat bisa menentukan pilihan untuk menentukan arah nasib daerahnya dengan menentukan hak pilihnya.Â
Masyarakat dituntut cerdas tidak masuk dalam perangkap politik dan hasrat berkuasa. Pilihan itu harus berdasar pada pengetahuan agar mencapai konsesus bersama membangun negara secara berdaulat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H