Mohon tunggu...
prama setya
prama setya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jika Anak Mengais Rezeki, Siapa yang Duduk di Bangku Sekolah?

11 Desember 2017   13:11 Diperbarui: 11 Desember 2017   13:19 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SURABAYA - Setiap tahunnya Hari Anak Sedunia diperingati pada tanggal 20 November. Apa sebenarnya yang menjadi tujuan diperingatinya hari anak ini? Hal pertama yang harus dipahami adalah anak merupakan bibit yang harusnya kita rawat dan kita jaga agar kelak di masa mendatang mereka dapat merubah dunia menjadi lebih baik. Yang kedua adalah peran orang tua terhadap tumbuh kembang anak tersebut. Orang tua merupakan sosok utama dibalik tingkah laku anak. Mereka yang telah membentuk lingkungan bagi anaknya, mereka pula yang mengajarkan berbagai macam hal, baik itu kebaikan maupun keburukan. 

Anak biasanya menganggap apa yang telah diajarkan orang tua mereka adalah benar. Karena kepolosan mereka sering kali anak dijadikan tameng kedua jika keadaan ekonomi keluarga buruk. Inilah yang mendorong berbagai macam spekulasi jika anak dapat menjadi tenaga kerja yang ikut andil dalam menafkahi keluarga.

Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi memperkirakan ada sekitar 1,7 juta anak yang menjadi pekerja di bawah umur. Dari jumlah tersebut diperkirakan terdapat 400.000 orang pekerja anak yang terpaksa bekerja untuk pekerjaan-pekerjaan yang terburuk dan berbahaya. Seperti perbudakan, pelacuran, pornografi dan perjudian, pelibatan pada narkoba, dan pekerjaan berbahaya lainnya.

Hal ini menandakan bahwa kurangnya kesadaran para orang tua dan pemerintah bahwa anak-anak bukan dididik untuk bekerja, mereka dididik untuk belajar agar kelak negara dapat berpangku kepada mereka. Jika sedari kecil mereka sudah terlibat dalam mencari nafkah, maka waktu mereka untuk belajar dan bermain menjadi tergantikan dengan bekerja. Sekolah didirikan untuk membentuk kecerdasan dan mental anak bangsa. Jika mereka yang harusnya mengisi bangku sekolah bekerja, maka negara tersebut telah mengalami kerugian yang besar. Kekuatan terbesar dari suatu negara adalah bibit-bibit unggul mereka yang dapat memajukan negaranya.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, 3 pekerja korban kebakaran pabrik petasan di Kosambi, Tangerang, Kamis (26/10/2017) pagi adalah anak dibawah umur. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengungkapkan anak-anak tersebut dipekerjakan di bagian pengemasan kembang api.

"Ada packing (pengemasan) ya, dibagian packing. Jadi mereka memasukan kembang apinya ke dalam kotak dengan merek Sun," ujar Argo dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/10/2017).

Lalu apakah kita harus diam saja menanggapi hal seperti itu. Pemerintah maupun masyarakat harus memulai untuk meningkatkan kesadaran akan maraknya pekerja dibawah umur. Dari unsur pemerintah, untuk mewujudkan Indonesia bebas pekerja anak tahun 2022, Kemnaker bekerja sama dengan lembaga dan kementerian terkait yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI dan stakeholder lainnya. Sedangkan dari unsur masyarakat sendiri implementasinya dalam berupa pendekatan keluarga jika anak merupakan harta terpenting dalam keluarga. Anak harus benar-benar dirawat dan selalu diajarkan kebaikan. Biarkan mereka mengembangkan potensi yang mereka miliki dengan belajar dan bermain, bukan dengan mempekerjan mereka layaknya orang dewasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun