Sekolah kami selain melakukan kunjungan ke panti-panti, juga kerap mengundang nara sumber untuk diwawancarai para siswa guna meningkatkan pemahaman mereka atas kehidupan yang terjadi di luar sana. Seperti misalnya mengundang pemulung, petugas kebersihan, penjual asongan yang sudah sepuh, dll.
Seusai mewawancari petugas kebersihan, salah satu siswa pernah berkata “Miss Dewi, mulai sekarang kalau ada bapak pemungut sampah yang lewat dengan gerobaknya, aku janji tidak akan menutup hidung lagi. Karena ternyata mereka sedih jika orang melewati mereka dengan jijik.”
Ternyata kegiatan singkat berbincang-bincang dengan petugas kebersihan, membuat siswa mampu mendengar apa yang mereka rasakan dan muncul tekad untuk memperlakukan mereka sebagai manusia, penuh rasa hormat, dan menghargai.
3. Mempunyai beragam cara mengajar
Semua anak unik dan mempunyai potensi. Tidak ada anak yang bodoh, yang terjadi adalah anak mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda, maka sekolah yang humanis akan menggunakan berbagai pendekatan untuk mengakomodasi kebutuhan siswa yang beragam.
No one left behind, tidak ada satu anak pun yang boleh tertinggal, semua akan direngkuh untuk belajar bersama dan berkembang. Prinsip ini akan dipegang erat oleh sekolah yang mengedepankan nilai humanis.
Tanyakan apa yang sekolah lakukan untuk mengajarkan siswa dengan gaya belajar visual, auditori, maupun kinestetik. Sekolah yang baik bukan hanya mampu menjelaskan, mereka bahkan dapat menunjukkan dokumentasi kegiatan pembelajarannya yang beragam.
Memilih sekolah dengan fasilitas yang bagus adalah baik, jauh lebih baik lagi jika bukan hanya sebatas tampilan fisik yang bagus, namun juga dilengkapi dengan penanaman nilai-nilai humanis yang akan menjadi bekal hidup anak kita kelak.
Sumber:
https://unnes.ac.id/gagasan/humanisme-di-sekolah
