Saat Ibu terlalu asyik berbelanja, sedangkan anak sudah merasa lelah, mengantuk, juga lapar, dapat menjadi tantrum jika rengekan awalnya tidak ditanggapi.
2. Frustasi karena merasa tidak dipahami
Ketidakmampuan mengungkapkan apa yang dia inginkan karena keterbatasan kosa kata, dapat membuat anak merasa kesal dan frustasi. Keadaan ini dapat diperparah dengan temperamen bawaan anak sejak lahir.
Setiap anak walau lahir dari orang tua yang sama, diberikan perlakuan yang sama, dapat mempunyai temperamen yang berbeda. Ada bayi yang sangat mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, bersabar jika kebutuhannya belum terpenuhi.Â
Ada pula yang sulit menyesuaikan diri, dan langsung berteriak jika merasa tidak nyaman. Anak yang temperamental cenderung lebih mudah merasa frustasi.
3. Memaksakan kemauan
Anak yang selalu dituruti kemauannya, sangat rentan gejolak emosinya ketika mendapat penolakan.Â
Awalnya ia mungkin hanya merengek menuntut permintaanya dipenuhi, lalu ditingkatkan menjadi menangis, dan mengamuk jika masih tidak dikabulkan.
Ketika orang tua menyerah mengikuti kemauannya, anak akan mencatat bahwa aksi yang ia lakukan membawa hasil. Kelak ia akan mengulanginya lagi ketika keinginannya ditolak. Bahkan bila perlu dengan intensitas yang makin meningkat. Ia mencatat bahwa luapan emosi dan kemarahannya sangat efektif membuatnya mendapatkan apa yang diinginkan.
4. Perbedaan penerapan disiplin
Setiap mengisi kegiatan parenting, saya selalu menekankan pada orang tua yang hadir akan pentingnya kesepakatan antara orang tua dan sekolah tentang disiplin dan aturan yang akan diterapkan pada anak.
Begitu pula dengan keluarga, antara mama dan papa, oma dan opa, pengasuh, serta segenap penghuni rumah perlu sepakat terkait disiplin dan aturan yang diterapkan.
Contoh, mama mengharuskan anak untuk sikat gigi sebelum tidur, demi kesehatan gigi anak. Sedangkan opa, sangat memanjakan cucu, ketika anak ketiduran, opa pasti menentang mama yang mau membangunkan untuk sikat gigi.