Mohon tunggu...
Prajna Dewi
Prajna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Humaniora, parenting, edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Jangan Abaikan Anak yang Mudah Marah

2 September 2022   19:39 Diperbarui: 4 September 2022   09:07 2413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak mudah marah (Sumber: shutterstock)

Diana mengurut dadanya berkali-kali, tiba-tiba nafasnya terasa sesak, hari ini dia kembali dipanggil oleh wali kelas. Andre, putra semata wayangnya kembali berulah, memukul teman yang mengambil penghapusnya tanpa izin.

Ya, Andre, usia sembilan tahun, sangat mudah bereaksi terhadap hal-hal yang membuatnya merasa terganggu. 

Berteriak, membanting, melempar barang, menendang, memukul, adalah cara Andre mengungkapkan rasa marah.

Aduhh, usia sembilan tahun saja sudah memukul orang, bagaimana kelak kalau sudah besar nanti? Diana sungguh cemas.

Apa itu marah?

Marah, adalah salah satu bentuk emosi negatif, luapan perasaan yang muncul ketika seseorang berada dalam situasi yang tidak menyenangkan. Sesungguhnya ini adalah hal yang wajar, tidak ada orang yang suka dengan situasi yang tidak menyenangkan. 

Namun mudah marah, berteriak, langsung membanting, melempar barang, menendang, bahkan memukul orang yang membuatnya merasa terganggu, tentu adalah hal yang berbeda.

Mengapa anak mudah marah?

1. Faktor bawaan lahir

Merengek dan menangis adalah cara bayi menyampaikan keinginan atau rasa tidak nyamannya kepada orang di sekitarnya. Jadi bayi menangis tentu adalah hal yang sangat wajar.

Namun jika diperhatikan, setiap bayi mempunyai bawaannya masing-masing. Ada yang mampu bersabar menunggu sebentar jika rengekannya saat lapar tidak direspon, ada yang langsung menangis kencang.

Ada bayi yang mudah beradaptasi, tetap tidur tenang mau dibawa menginap ke mana saja, ada yang langsung gelisah dan menangis sepanjang malam jika menginap di tempat baru.

Ada pula bayi yang setiap pagi bangun langsung ceria sepanjang hari, ada yang selalu membuka hari dengan kerewelan dan tangisan.

2. Pola asuh orang tua

Jika sudah pernah membaca artikel yang saya tulis, semua permasalahan pada anak pasti ada tertera pola asuh sebagai salah satu pemicunya. 

Ya, pola asuh, cara orang tua mendidik dan membesarkan anaknya, berperan sangat besar pada emosional, kompetensi sosial juga intelektual anak.

Ilustrasi anak marah (Sumber: Freepik.com)
Ilustrasi anak marah (Sumber: Freepik.com)

Orang tua yang membesarkan anak dengan lemah lembut, penuh kasih sayang dan kesabaran, hampir dapat dipastikan akan mempunyai anak yang lemah lembut, penuh kasih dan juga penyabar. Karena cara pertama anak belajar adalah lewat mengamati dan meniru orang tua serta lingkungannya.

Di sisi lain, penelantaran yang dilakukan oleh orang tua (baik secara fisik ataupun psikis) dapat berakibat anak jadi tumbuh temperamental, tidak mampu mengembalikan emosi.

3. Lingkungan sekitar

Perhatikan lingkungan sekitar anak. Mulai dari pengasuh, anggota keluarga yang lain bahkan teman bermain anak.

Jika merasa sudah menjadi contoh yang baik namun anak masih mudah marah, coba cari tahu lebih lanjut. 

Bisa jadi situasi lingkungan menjadi pemicunya. Komunikasikan ke anak, cari tahu apa yang membuat perasaannya tidak nyaman.

Orang dewasa pemarah di sekitarnya, yang langsung melontarkan kata kasar jika marah,  atau kondisi yang membuatnya tertekan, seperti teman yang sering merundungnya dapat menjadikan anak mudah marah.

Apa yang harus dilakukan jika anak mudah marah?

1. Ajarkan anak untuk memahami apa yang ia rasakan

Memahami emosi ternyata adalah hal penting yang berperan dalam pengendalian emosi. Jika anak terlihat kesal, jangan abaikan. Sebut nama emosinya agar ia tahu apa yang ia rasakan, dan beri penjelasan.

Misal: “Adek kesal ya Mama tidak belikan es krim? Mama tahu Adek kepingin es krim. Mama juga suka es krim. Tapi sekarang Adek sedang batuk, es krim akan membuat Adek bertambah batuk. Sabar ya, kalau sudah sembuh kita beli es krim.”

Ucapkan dengan lembut, sampaikan lengkap dengan gestur yang menunjukkan kita bersimpati terhadap apa yang dirasakannya.

Hal ini bukan hanya mengajarkan anak paham emosi yang dirasa, tapi juga jadi tahu bagaimana harus merespon jika sedang menghadapi orang dengan emosi yang sama.

2. Ajarkan anak mengungkapkan apa yang ia rasakan dengan cara yang benar

Setelah paham tentang emosi yang dirasakan, anak perlu mengungkapkannya. Tentu dengan cara yang benar, baik pemilihan kata maupun intonasinya. 

Mengungkapkan apa yang dirasa bukan hanya bermanfaat agar orang sekitar jadi paham, namun juga berguna melepaskan semua perasaan negatif yang dirasakan anak.

Hal ini perlu dilatih. Bila perlu ajak anak bermain peran, melakukan simulasi dari sebuah situasi yang tidak menyenangkan.

Di sini anak belajar bahwa marah boleh, menyampaikan bahwa kita tidak suka atau kecewa juga boleh, selama disampaikan dengan tenang, tidak dengan suara keras apalagi diikuti memukul dan tindakan fisik lainnya.

Juga tidak dengan mengumbarnya di sosial media atau menyerang orang yang membuatnya marah karena hal ini dapat menimbulkan masalah.

3. Ajarkan anak mengendalikan kemarahan

Mengendalikan marah dapat dipelajari anak dari mengamati apa yang dilakukan oleh orang sabar ketika sedang menghadapi situasi yang tidak diinginkan.

Cari cerita atau film singkat yang menggambarkan orang sabar. Bahas dengan anak apa yang dia lihat, tanyakan pendapatnya.

Tunjukkan juga berita orang yang tidak dapat mengendalikan marah dan terlibat masalah karena mengumbar kemarahannya (tentunya kita pilah berita yang sesuai usia anak).

Mengendalikan marah juga dapat dilatih dengan teknik sederhana. Ajarkan anak teknik jeda seperti menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya dengan pelan. Bisa juga dengan menghitung satu sampai sepuluh, sebelum bereaksi ketika merasa kesal.

Jangan sepelekan anak yang menunjukkan tanda mudah marah. Karena kebiasaan buruk ini dapat berkembang menjadi karakter yang akan menentukan jalan hidupnya kelak di kemudian hari.

Sumber: 1 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun