Mohon tunggu...
Prajna Dewi
Prajna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Humaniora, parenting, edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lewat Pendidikan Eka Tjipta Berbakti Membangun Negeri

27 Agustus 2022   05:30 Diperbarui: 30 Agustus 2022   16:31 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Daai TV, youtube.com.  

Oei Ek Tjhong, Eka Tjipta kecil, terayun di dalam kapal, di tengah samudra, melawan lapar dan takut, berharap segera tiba di daratan dan berkumpul kembali dengan ayah tercinta.

Membaca kisah pengalaman Eka Tjipta Widjaja, serupa tapi tak sama dengan menonton film yang sangat menarik. Emosi kita ikut terayun sejak kisah awal kedatangan Eka kecil bersama ibunya. Membayangkan Oei Ek Tjhong,  begitu nama kecilnya Eka Tjipta, yang kala itu masih berusia sembilan tahun terayun di tengah samudra, berlayar tujuh hari tujuh malam dari Cina menuju Makassar, menyusul ayah yang sudah terlebih dulu merantau ke Indonesia.

Jangan bayangkan pelayaran menyenangkan ala kapal pesiar, Eka dan ibunya bahkan terpaksa menempati bagian bawah kapal karena tidak mampu membayar untuk kamar kelas termurah sekalipun. Entah apa yang dirasakan Eka kecil kala itu.

Sesampainya di Makassar, Eka bekerja di toko ayahnya, ia harus segera melunasi hutang kepada renternir, membayar uang yang dipinjam  untuk biaya perjalanannya ke Makassar. Untunglah berkat kerja kerasnya, meski harus bekerja sambil bersekolah, hutang itu dapat terbayar. Namun karena keterbatasan biaya, Eka tidak melanjutkan pendidikan selepas SD.

Eka berkeliling Makassar menggunakan sepeda menjajakan kembang gula dan biskuit. Usaha ini berkembang, namun hancur di masa invasi Jepang. Tetapi bukan Eka namanya jika mudah berputus asa, dengan modal keberanian, didekatinya kepala komandan Jepang, mentraktir mereka dengan daging ayam putih gosok garam dan minuman yang dipinjam dari orang tuanya.

Hubungan baiknya dengan tentara Jepang berbuah manis, Eka bahkan diizinkan mengambil barang buangan dari tempat tentara Belanda. Ternyata  terigu, semen dan gula yang dibuang masih ada yang dapat dipakai. Terigu dan gula yang menggumpal ditumbuk, dibersihkan dan diayak untuk di jual kembali.

Ada pemborong bangunan kuburan yang tertarik dengan semen yang dimiliki Eka, namun alih-alih menjual semen begitu saja kepada si pemborong, Eka malah mengikuti jejak si pemborong, menjadi pembuat bangunan kuburan.  Bisnis pertama ini dikembangkan Eka ke bidang usaha lainnya. Singkat cerita, usaha Eka mengantarnya masuk deretan orang terkaya di Indonesia pemilik Sinar Mas, perusahaan besar yang memiliki tujuh pilar bisnis.

Awal Mula Mengenal Tzu Chi

Dari  penjual biskuit keliling, pembuat bangunan kuburan, dan menjelma menjadi pengusaha yang menduduki posisi orang terkaya ke dua di Indonesia, tidak menjadikan Eka Tjipta jumawa. Orang-orang mengenal Eka Tjipta sebagai sosok yang rendah hati dan mau mendengarkan. 

Termasuk mendengarkan cerita  sekretarisnya Wen Yue, tentang apa yang dikerjakan oleh organisasi Tzu Chi, sebuah lembaga kemanusiaan yang dengan prinsip cinta kasih universal, yang terus menerus memberikan bantuan kepada lebih dari 120 negara tanpa memandang agama, suku bangsa maupun ras.

Dari mendengarkan, muncul rasa tertarik untuk mengenal Tzu Chi lebih dalam, ketertarikan inilah yang mengantarkan Eka Tjipta bersama putranya Franky Oesman Widjaja menemui pimpinan Tzu Chi,  Master Cheng Yen di Hualien, Taiwan pada 9 Mei 1998.

Sumber: Daai TV, youtube.com.  
Sumber: Daai TV, youtube.com.  

Ada teori yang mengatakan bahwa orang yang sama dan sejenis akan memiliki frekuensi yang sama, memancarkan energi yang saling tarik menarik, agaknya ini pula yang terjadi dengan Eka Tjipta dan Master Cheng Yen.

Prinsip Master, dengan welas asih menyelamatkan dunia, benar benar masuk ke dalam sanubari Eka Tjipta. Bahasa sederhana yang disampaikan Master membuat penjelasannya mudah dicerna.

Franky Widjaja, putra Eka Tjipta, sangat terkesan atas penjelasan Master ketika ada yang bertanya tentang makna Bodhisattva seribu tangan. Master menjawab bahwa ini merupakan lambang welas asih, seribu tangan yang siap terulur untuk mengurangi penderitaan makhluk hidup. Jika ada lima ratus orang yang mau menggunakan tangannya berbuat kebajikan, bukankah artinya sudah terjelma Bodhisattva seribu tangan?

Prinsip welas asih dari Master, juga mendorong Eka Tjipta mewujudkannya dalam bentuk sumbangsih dalam dunia pendidikan. Beliau tekankan pentingnya memberikan kesempatan kepada anak negeri untuk mengenyam pendidikan yang terbaik. Menjadi orang yang hanya sempat mengenyam pendidikan hingga jenjang sekolah dasar malah menjadikan Eka Tjipta sosok yang sangat menghargai pentingnya pendidikan.

Beliau yakin bahwa pendidikan membawa harapan, dan lewat pendidikanlah pencapaian penting di dunia terwujud. Tekadnya memajukan pendidikan di Indonesia didukung pula oleh ucapan Master yang mengatakan bahwa arah hidup kita akan lurus lewat pendidikan yang baik.

Master Cheng Yen sebagai panutan Eka Tjipta, bahkan mengumpamakan anak sebagai sebutir benih. Kelak benih ini akan tumbuh menjadi pohon besar, meneruskan ikrar menjaga dunia lewat perbuatan nyata berlandaskan welas asih. Hal ini tentunya semakin menguatkan keyakinan Eka Tjipta akan pentingnya pendidikan.

Lahirnya Eka Tjipta Foundation

Setelah konsisten mendukung kegiatan sosial Tzu Chi, serta terlibat dalam banyak tindakan nyata mewujudkan welas asih, semangat kebajikan tumbuh semakin mendalam, dan di tahun 2006, keluarga Eka Tjipta mendirikan Eka Tjipta Foundation (ETF).

Wadah kegiatan sosial grup Sinar Mas yang bergerak dalam bidang pendidikan. Memiliki visi Berkarya dan Bakti Membangun Negeri yang terbaik bagi Indonesia.

Mengusung motto “Menanam Kebaikan, Menuai Kesejahteraan”, dengan pendidikan sebagai landasan, ETF berikhtiar meneruskan filosofi Ejka Tjipta pendiri Sinar Mas, yaitu berintegritas, bersikap positif, berkomitmen, melakukan perbaikan berkelanjutan, inovatif dan loyal.

Visi ETF adalah "Berkarya dan Bakti Membangun Negeri yang Terbaik Bagi Indonesia". Visi ini sangat sejalan dengan kalimat yang diucapkan Franky Widjaja, putra Eka Tjipta, “Seperti pesan Master, kita sudah tinggal di Indonesia, menikmati lingkungan yang baik, sudah sepatutnya berkontribusi”

Begitu pula ketua ETF, Hong Tjhin, mengatakan bahwa pendidikan berperan penting dalam membangun kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Ini dikatakannya sejalan dengan langkah Indonesia membidik momen Indonesia emas di tahun 2045, yang berlandaskan sumber daya masyarakat unggul dan kompeten.

Salah satu cara membangun sumber daya masyarakat, tentunya lewat pendidikan, maka tidak heran jika bidang pendidikan adalah salah satu fokus ETF.

Apa saja yang dilakukan Eka Tjipta Foundation terkait pendidikan?

1. Menyediakan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi yang kesulitan biaya 

Cakupan bantuan meliputi biaya kuliah hingga delapan semester, tunjangan hidup bahkan sampai tunjangan tugas akhir dan wisuda.

Persyaratan umum untuk mengikuti program beasiswa cukup sederhana, seperti:

a. Warga negara Indonesia dan berusia maksimal 21 tahun
b. Memiliki nilai rata-rata SMA minimal 8.00 (semester satu – enam)
c. Tidak sedang menerima beasiswa dari lembaga atau pihak lain
d. Bersedia mengikuti pembinaan selama periode beasiswa
e. Bersedia mengikuti ikatan dinas jika sesuai dengan kualifikasi yang  dibutuhkan

2. Menyediakan pendidikan bagi anak-anak yang tinggal di area perkebunan

Sumber: www.kompas.com
Sumber: www.kompas.com

Eka Tjipta memiliki perkebunan yang luasnya ribuan hektar, para pekerja yang bekerja di perkebunan, tentunya berharap anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang baik dan berkualitas walau mereka tinggal di tempat yang terpencil.

ETF menjawab harapan ini dengan mendirikan sekolah gratis bagi anak karyawan dan juga penduduk di area perkebunan. Walau judulnya sekolah kebun, namun fasilitas dan kualitas sekolah-sekolah ini tidak perlu diragukan.

Evaluasi diri sekolah/EDS, monitoring, pelatihan terkait pengelolaan pembelajaran serta sarana dan prasarana adalah salah satu dari sekian banyak hal rutin yang dikerjakan sebagai upaya menuju sekolah berkualitas. Tidak heran walau berada di area perkebunan, sekolah Eka Tjipta terakreditasi A.

Pendidikan tenaga pengajar juga menjadi perhatian, guru yang mengajar diarahkan untuk memiliki gelar S1 disamping pelatihan guru secara rutin untuk terus mengasah kompetensi guru.

Sekolah yang bernaung di bawah ETF berjumlah ratusan dan tersebar di banyak provinsi, memiliki nama beragam seperti Eka Tjipta Senakin (Kalimantan Selatan), Eka Tjipta Perdana (Kalimantan Tengah), Eka Tjipta Pisifera (Riau), Eka Jipta Terawan (Kalimantan Tengah), dll.

Jamal Rosid, siswa dari Eka Tjipta Terawan sempat mewakili  provinsi Kalimantan Tengah dalam lomba sains tingkat nasional. Hal ini tentunya bukti atas kualitas dari pendidikan yang diberikan.

Eka Tjipta sudah tiada, namun karya dan nama baiknya akan selalu dikenang. Eka Tjipta Foundation, bukti nyata bahwa karya Eka Tjipta bukan hanya sebatas bisnis namun juga  kemanusiaan. Memberikan kesempatan anak-anak pekerja dan masyarakat yang tinggal di pelosok  mendapatkan masa depan yang lebih baik lewat pendidikan yang berkualitas.

Lewat kepeduliannya pada pendidikan, Eka Tjipta berbakti membangun negeri.

Sumber: 

https://ekatjipta.org/

https://video.search.yahoo.com/search/video?fr=mcafee&ei=UTF-8&p=eka+tjipta+wijaya&type=E210US885G0#id=20&vid=76d9d615a0db4935df9e43d341ca3615&action=view

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun