Sekolah tatap muka sudah berjalan dua minggu, apa kabar guru-guru kita tersayang?
Kalau guru yang mengajar di jenjang PAUD/TK dan SD kelas awal diberi pertanyaan pilihan ganda di bawah ini, kira-kira apa jawabannya mereka?
Guru-guru yang mengajar di TK dan SD kelas awal/lower grade mengalami:
a. Turun berat badan
b. Suara serak
c. Pegal dan nyeri sendi
d. Semua pernyataan benar
Adakah guru yang menjawab semua benar? Jawabannya ada. Loh? Kok Bisa?
Sangat bisa. Ternyata dua tahun belajar dari rumah memberi dampak perubahan besar pada anak-anak, terlebih anak TK dan SD kelas awal yang bisa dikatakan tidak mengalami masa belajar tatap muka di jenjang TK.
Perubahan apa saja pada anak?
Berikut ini adalah sebagian kecil perubahan yang terjadi:
1. Lupa cara berbagi dan mementingkan diri sendiri
Selama belajar dari rumah, anak-anak berkurang atau bahkan hilang kesempatan berinteraksi dengan teman sebayanya. Tidak ada lagi yang namanya bermain bersama, pinjam meminjam barang, semua dilakukan sendiri.
Akhirnya ketika kembali lagi ke sekolah, anak tidak mau meminjamkan barang ataupun berbagi mainan.
Anak TK yang berteriak-teriak marah hanya karena ada teman yang menyentuh mainannya menjadi hal yang lebih sering ditemui sekarang.
Bahkan seorang guru bercerita, ada siswanya yang melempar mainan yang diletakkan oleh temannya di dekatnya. Bukan meminjam, hanya “numpang tempat”, sudah membuat anak ini tidak senang dan melempar mainan temannya.
2. Lupa batas kekuatan dan lupa cara mengendalikan gerak
Anak-anak suka bercanda, bercandanya anak kecil bukan lewat permainan kata-kata, tapi dengan gerakan fisik. Seperti menepuk atau bahkan mendorong teman bermainnya.
Nah, selama di rumah, mereka bercandanya bukan dengan teman sebaya, tapi dengan saudara atau bahkan orang tua yang tentu saja fisiknya jauh lebih besar dan kuat, tidak akan terjatuh kalau mereka tepuk atau dorong dengan kuat.
Saat mulai tatap muka di sekolah, mereka tidak paham bahwa mereka bermain dengan teman yang tubuhnya kecil, sehingga tanpa sengaja membuat teman bermainnya terjatuh karena kuatnya dorongan saat bercanda.
3. Minta dilayani penuh tanpa penolakan
Selama pandemi, anak-anak belajar dari rumah. Orang tua bekerja juga dari rumah, WFH/work from home. Bagaimana supaya orang tua dapat tenang saat WFH bebas dari gangguan anak? Tentunya dengan memberikan apa yang dia mau, supaya tidak ada rengekan yang dapat mengganggu konsentrasi bekerja.
Pengasuh anak juga mengambil langkah yang sama, siap melayani dan menuruti kemauan anak, supaya anak-anak tenang tenteram di rumah.
Akibatnya anak-anak ini tidak mandiri dan tidak terbiasa dengan penolakan. Akhirnya sekarang di sekolah, para guru yang menuai akibatnya, anak-anak tidak cakap, urusan memakai sepatu dan membuka tutup kotak makan pun harus dibantu.
Mereka juga sulit diatur dan dilarang. Mereka akan menangis ketika diminta duduk dan keinginannya mendorong-dorong meja dilarang. Begitu pula aturan mengantre, sudah dilupakan oleh anak-anak dan harus diajarkan Kembali.
Apa yang bisa dilakukan oleh orang tua?
Memperbaiki perilaku anak hanya akan maksimal jika orang tua ikut berperan. Terkait hal di atas, apa saja yang bisa dilakukan?
1. Kenalkan anak dengan berbagi
Mulai dari hal sederhana, seperti membagi sepotong coklat pada pengasuhnya, meminjamkan mainannya pada kakak atau ayah. Mengizinkan ibu memeluk guling kesayangannya.
Pada awalnya mungkin anak akan menolak ketika diminta berbagi. Maka anggota keluarga harus memberi contoh. Lakukan simulasi. Kakak memberikan sepotong coklat pada pengasuh, dan semua bertepuk tangan memberikan apresiasi. Ayah berpura-pura meminjam bantal ibu, tersenyum dan mengucapkan terimakasih saat ibu meminjamkan.
2. Ajarkan anak untuk mengurangi kekuatannya saat bercanda
“Adek, pelan-pelan, jangan kuat-kuat mendorongnya, juga jangan mendadak, nanti yang didorong bisa terjatuh”.
Bisa juga sambil bermain, ajak anak lakukan percobaan, didorong mendadak/ agak keras, tentunya perlu dipastikan bahwa akan aman kalau sampai terjatuh. Sehingga anak tahu rasanya saat dirorong dengan keras dan paham bahwa akibatnya bisa membuat hilang keseimbangan dan jatuh.
3. Ajarkan anak untuk mandiri
Biarkan anak mengerjakan hal yang sederhana, seperti mengambil makanan sendiri, merapikan tempat tidur, memakai pakaian sendiri dll. Tunggulah dengan sabar saat mereka melakukan aktivitas ini, mereka butuh waktu untuk meningkatkan keterampilan motoriknya. Bangunkan anak lebih awal sehingga tidak perlu diburu-buru.
Untuk hal dengan tingkat kerumitan yang lebih tinggi, orang tua boleh memberi bantuan seperlunya. Jika anak melakukan kesalahan, terimalah sebagai sesuatu yang wajar. Ajak anak untuk mencoba lagi.
4. Mulai mengajak anak membuat kesepakatan dan mengikuti aturan
Larangan dan aturan pasti membuat anak tidak senang. Tetaplah tenang dan konsisten menegakkan aturan yang sudah disepakati.
Namun reaksi penolakan mereka dapat diminimalkan jika sejak awal mereka sudah diajak membuat kesepakatan.
Orang tua juga perlu menjelaskan alasan dari sebuah aturan. Misal saat makan anak mau sambil bermain dan menolak duduk di meja makan. Katakan “Adek, nanti bonekanya jadi kotor dan bau kalau ketumpahan makanan, nanti boleh main setelah selesai makan ya”
Untuk awal-awal, mungkin muncul reaksi negatif dari anak-anak, namun lebih baik kita meluangkan waktu dan usaha mengatasi semua reaksi negatif dari sekarang demi kebaikan anak-anak itu sendiri.
Semoga dengan bantuan dari orang tua yang menerapkan pembiasaan positif dari rumah, tugas guru menjadi lebih mudah dan mereka dapat fokus pada pengajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H