Mohon tunggu...
Prajna Dewi
Prajna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Humaniora, parenting, edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nonviolent Communication, Cara Jitu Berkomunikasi yang Kadang Terlupakan

18 Juni 2022   05:30 Diperbarui: 18 Juni 2022   10:17 2603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh komunikasi , Sumber: Dokumen Pribadi

"Ireeene, kenapa kamu sering pulang malam? Gak pernah pake bilang lagi!" teriak Mira

"Gak sering kali Maaa..!!", balas Irene sengit sambil menyelonong masuk ke kamar dan langsung menutup pintu kamarnya.

Mira hanya bisa mengelus dada. Kegelisahannya menanti anak pulang, berganti dengan kegusaran melihat sikap Irene yang acuh tak acuh. Apa yang salah ya?

Kesalahannya terletak pada cara Mira berkomunikasi. Ya, cara berkomunikasi yang dilakukannya membuat Irene tidak nyaman dan kesal terhadap ibunya.

Apa itu komunikasi?

Komunikasi adalah transmisi pesan dari suatu sumber kepada penerima, demikian dikatakan oleh seorang pakar kominikasi, Stanley J. Baran. Sederhana kan? Cuma tinggal ngomong, apa susahnya?

Ternyata menyampaikan pesan tidak sesederhana itu. Dibutuhkan keterampilan dalam menyampaikan pesan, alih-alih paham, lalu menerima, dan mau melaksanakan sesuai isi pesan. Cara penyampaian yang keliru malah membuat penerima pesan "menutup" telinganya rapat-rapat.

Apa yang salah pada cara Mira berkomunikasi?

Mira menggunakan violent communication, komunikasi yang keras dan membuat Irene kesal. Kata-kata seperti: sering, selalu, tidak pernah, saat membicarakan kesalahan seseorang akan membuat lawan bicara merasa dihakimi.

Marshall dalam bukunya yang berjudul Nonviolent Communication menjelaskan bahwa seyogyanya saat berbicara dengan seseorang, kita hindari kata-kata yang dapat membuat lawan bicara merasa dicap buruk/dihakimi. Hasil observasi disampaikan, namun tidak perlu memberikan evaluasi/penilaian yang melabel seseorang.

Seharusnya yang dilakukan adalah "menyajikan data" dan mengajak lawan bicara mencermatinya, sebelum lanjut ke pembicaraan selanjutnya. Tentunya dengan intonasi biasa yang tidak memancing emosi negatif lawan bicara.

Untuk jelasnya dapat dilihat perbandingan dibawah ini.

Contoh komunikasi , Sumber: Dokumen Pribadi
Contoh komunikasi , Sumber: Dokumen Pribadi

Kalau dilihat, kolom kiri dan kanan menyampaikan hal yang sama topiknya, namun mempunyai efek rasa yang berbeda ketika sampai di telinga lawan bicara. Menyebut lawan bicara sebagai orang yang selalu lupa, sering terlambat, pemalas, temperamental, dan labeling negatif lainnya, akan terdengar kasar di telinga yang mendengar.

Menyajikan data dan mengajak lawan bicara mencermati data, adalah langkah yang jauh lebih baik jika kita ingin lawan bicara membuka telinganya dan mendengarkan lebih jauh apa keinginan kita/pesan yang hendak kita sampaikan.

Hal ini perlu diperhatikan bukan hanya dalam konteks komunikasi dalam keluarga saja, dalam lingkungan yang lebih luas seperti tempat kerja, nonviolent communication akan memberikan dampak positif karena rasa bahasanya yang berbeda.

Rasa Bahasa

Bahasa ada rasanya, yang akan ditangkap oleh lawan bicara kita. Kalimat seperti "Saya ingin kamu mencari alternatif lain selain yang kamu ajukan", akan membuat yang diajak bicara paham bahwa idenya belum diterima, namun tanpa rasa sakit hati.

Bandingkan dengan "Ide apa ini, ngawur kamu, mikir dong!", Cari yang lain!"
Mungkin ada yang berpikir bahwa "Ah, aku biasa ngomong begitu, yang diajak ngomong nurut-nurut aja kok".

Jangan biarkan orang lain memberikan respon atas permintaan kita bukan dari hati tapi karena rasa takut dan terpaksa.

Sumber: Nonviolent Communication , Marshall B. Rosenberg, Ph.D., Psikologi Klinis, University of Wisconsin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun