Mohon tunggu...
Prajna Dewi
Prajna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Humaniora, parenting, edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Walau Jadi Siswa Sekolah SPK, Tetap Kenal dan Cinta Budaya Indonesia

31 Mei 2022   05:30 Diperbarui: 1 Juni 2022   05:13 1127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana belajar di kelas| Sumber: Knowledge Link Intercultural School (KLIS) Primary via Kompas.com

“ Ma…, tadi aku sakit perutnya beneran sakit Ma, banget, sampe menyiringit, sekarang sudah nggak sakit.” lapor si Bungsu. Nah, saya malah fokus dengan kata “menyiringit”nya. “Maksudnya sampe kamu mengernyit ?” tegas ku. “Nah, itu dia Ma, dia terkekeh, ya, me – nger -nyit.” Dia eja perlahan-lahan.

Lalu di lain waktu “Hati merana itu apa Ma, sedih ya?”. Saya jawab “Sedih yang pake banget Dek….”.

“Jadi kalo bilang aku merana karena soto yang mau dibeli habis, gak boleh?” “Boleh aja kalau mau dibilang lebay.” Jawabku menggodanya.

Dan masih ada beberapa kosakata dalam Bahasa Indonesia yang dia cukup kelabakan dalam mengucapkannya atau bingung dengan artinya.

Ya, ini adalah salah satu fenomena anak yang bersekolah di sekolah SPK, penyampaian materi dalam Bahasa Inggris membuat mereka hanya paham Bahasa Indonesia baku. Kalau kata-kata yang sudah ranah sastra dijamin bingung.

Untuk mengatasinya, saya sering sodorkan dia bacaan berbahasa Indonesia, novel Ilana Tan salah satu yang dia sukai. Sekarang kalau ada artikel dari kompasioner yang menarik untuk anak seusianya, juga saya share ke dia.

Kosakatanya juga bertambah banyak setelah dia jatuh cinta dengan lagu-lagu dari Yura Yunita dan Nadine.

www.slideshare.net
www.slideshare.net

Apa itu sekolah SPK?

Sejak 1 Desember 2014, tertuang dalam Permendikbud Nomor 31 Tahun 2014, tidak ada lagi sekolah swasta di Indonesia yang memakai sebutan international school/sekolah internasional. Namun diganti istilahnya menjadi sekolah SPK, Satuan Pendidikan Kerjasama. 

Sebutan untuk satuan pendidikan/sekolah swasta di Indonesia yang bekerja sama dengan lembaga pendidikan asing yang terakreditasi di negaranya.

Selain kurikulum dan fasilitas, salah satu ciri yang menonjol pada sekolah SPK adalah bahasa pengantarnya. Kebanyakan mereka menggunakan Bahasa Inggris di kelas, tentunya termasuk buku pelajarannya. Kecuali untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia dan beberapa mapel lokal, tetap menggunakan Bahasa Indonesia.

Maka tidak heran jika kosakata anak yang bersekolah di sekolah SPK tidak terlalu bagus jika sudah masuk ke ranah yang berbau sastra. Bahkan keadaan bisa lebih buruk lagi, dalam artian berbahasa Indonesia yang standar pun kaku kalau di keluarganya menggunakan Bahasa asing/Inggris sehari-harinya.

Kebetulan saya bekerja sebagai pengajar di sekolah SPK dan mendapat fasilitas bebas biaya pendidikan anak sehingga berkesempatan menyekolahkan anak di sekolah SPK. 

Manfaat utama anak bersekolah di sekolah SPK tentunya terkait kemampuan bahasa asingnya. Anak yang tertua bercerita kalau dia cepat diterima di perusahaan tempat dia bekerja sekarang karena kamampuan berbahasa Inggrisnya.

Namun di sisi lain, sebagai orangtua kita perlu berjuang meningkatkan level kemampuan berbahasa Indonesianya, karena sangat tidak elok anak Indonesia tidak paham kosakata Bahasa Indonesia.

Apakah Anak SPK Kenal Budaya Indonesia?

Banyak cara untuk membuat anak-anak yang bersekolah di sekolah SPK kenal dan cinta budaya Indonesia

Di bawah ini beberapa cara yang dilakukan di sekolah tempat anak saya belajar.

1. Mengangkat Budaya Indonesia sebagai Materi Pembelajaran

Beberapa mata pelajaran mengangkat kekayaan budaya Indonesia sebagai materi dalam penyampaian kompetensi. 

Menggambar dan membuat desain batik salah satu kegiatan yang disukai siswa dan hasilnya cukup menakjubkan. Beberapa karya siswa bahkan kami angkat menjadi halaman muka buku tulis ataupun agenda siswa.

Alat musik tradisional, angklung, juga merupakan salah satu alat musik yang dipelajari oleh siswa dan mereka sempat beberapakali mengadakan pertunjukan bermain angklung di mall.

Desain Batik Karya Siswa Kelas 8/Dokumentasi pribadi
Desain Batik Karya Siswa Kelas 8/Dokumentasi pribadi

2. Mengunjungi Museum dan Pusat Seni Budaya

Mempelajari sejarah Indonesia, selain dilakukan di dalam kelas, siswa juga di ajak mengunjungi museum dan melihat dari dekat sejarah dan budaya Indonesia. Museum Nasional, TMII, Museum Batik, Monumen Nasional, merupakan beberapa museum yang menjadi destinasi kunjungan belajar siswa.

Saat mengunjungi Desa Adat Baduy, siswa bahkan membuat project membuat vlog tentang Desa Adat Baduy. Mereka juga mengunjungi Saung Sngklung Mang Udjo, yang didirikan oleh Pak Udjo Ngalagena dengan tujuan melestarikan seni dan budaya Sunda.

3. Tinggal Bersama Penduduk Desa

Kegiatan yang sangat ditunggu-tunggu oleh siswa, adalah Live-in Program. Kegiatan tinggal bersama penduduk desa, menjadi “anak angkat” di sana selama beberapa hari. Kegiatan ini mendekatkan para siswa dengan para penduduk desa. 

Bagaimana orang desa menjalani kesehariannya dalam hidup sederhana, berjuang dan bekerja keras, adalah pengalaman yang “membumikan” para siswa.

Yang paling utama, kegiatan singkat ini mampu menumbuhkan kesan positif dan rasa sayang para siswa terhadap penduduk desa. Terbukti Ketika tiba hari dimana para siswa harus meninggalkan desa, ucapan perpisahan dan pelukan adalah momen yang sangat mengharukan.

(Lihat artikel Catatan Perjalanan: Merajut Kasih di Gunung Kelir)

Kegiatan Live-in Siswa SMP/Dokumentasi Pribadi, 
Kegiatan Live-in Siswa SMP/Dokumentasi Pribadi, 

Selain usaha yang dilakukan pihak sekolah, tidak kalah penting adalah usaha dari orangtua dalam mengenalkan dan membuat anak-anak kenal dan cinta budaya Indonesia. 

Menguasai kurikulum asing, mampu berbahasa asing adalah baik, tapi jangan sampai anak-anak lupa akan akar budayanya sendiri. 

Karena fungsi budaya bukan hanya sebagai identitas dan jati diri seseorang, tapi lebih jauh lagi, budaya berperan sebagai pengendali tingkah serta perilaku masyarakat dan merupakan pedoman dalam berinteraksi.

Ajarkan anak kita untuk ‘Think Globally, Act Locally’

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun