Artinya saat kita bicara, perlu dijaga intonasinya terkendali, gesture tidak menunjukkan ketidaksukaan apalagi kemarahan. Dengan bahasa yang baik akan membawa pula perubahan sikap menjadi baik.
Perlu diingat, apapun  pendekatan yang diambil dalam menghadapi perilaku siswa, pada dasarnya kita sedang menawarkan suatu model untuk dicontoh oleh mereka.
3. Masukkan Unsur Empati  Â
Komunikasi juga membutuhkan empati, yakni kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi yang dihadapi orang lain.Â
Mencari tahu alasan yang ada dibalik pelanggaran siswa dapat membangun empati kita.Â
Saat Siswa merasakan adanya empati, biasanya mereka akan lebih terbuka menceritakan permaslahannya.
Contoh Siswa yang tidak mau menyalakan camera saat belajar daring. Sementara aturan sekolah jelas tertera bahwa siswa wajib menyalakan kamera. Ternyata saat diajak bicara, didapati bahwa siswa terpaksa mematikan kamera karena malu dengan kondisi rumahnya yang kecil, dan ayahnya yang selalu lalu lalang hanya dengan kaos singlet.
 Empati saja tidak menyelesaikan masalah, perlu langkah selanjutnya, kita bisa ajak mereka memikirkan alternatif apa saja untuk mengatasi problem ayahnya yang lalu-lalang.Â
Apakah dengan membuat penghalang di belakang punggung, mengganti arah duduk dan sebagainya.
Ajakan ini mengacu pada teori yang diungkapkan Thomas Lickona, bahwa pembentukan karakter berarti pembentukan "Lifelong learner and critical thinker" Â yang membentuk siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat yang kritis.