Mohon tunggu...
Prajna Dewi
Prajna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Humaniora, parenting, edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bagas, Aku, dan Rara

1 April 2022   18:59 Diperbarui: 1 April 2022   19:16 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Wallpapersafari.com

Namanya Bagas, asli Jawa dengan garis wajah aristokrat. Tampan dan berkharisma dengan garis rahang yang kuat. Itu kesan pertama saat sahabatku Rara mengenalkan dia kepadaku. Pintar sudah jelas, mas Bagas, begitu kami memanggilnya, lulusan strata dua dari universitas terkenal di Jepang. Mas Bagas baru bergabung sebagai tim dosen di kampus kami.

Entah bagaimana mulainya, yang jelas akhirnya mas Bagas masuk ke dalam lingkaran persahabatan kami. 

Tunggu, ini bukan cerita romantis, aku dan Rara  sudah berstatus istri orang. Entah kenapa mas tampan ini lebih memilih ikut  kami  ketimbang ngumpul dengan gadis-gadis manis. 

"Mo kemana Wi?" "Ke Amigos mas dengan Rara, blom makan ni dari pagi" (amigos; agak minggir got sedikit, kedai makan yang menempel dengan kali di samping kampus)  Tanpa menunggu persetujuan, "Aku ikut ya" .

Di hari lain, "Mo kemana Ra?" Mal seberang mas, nyari sale'an bra. "Ikut lah  kelas ku masih lama" Lohhhh, nyari bra loh ini. Tapi tetep kekeuh ikut.

Suatu hari aku membawa si sulung ke kampus. Terpaksa, karena ga ada yang bisa menjaganya di rumah hari itu.  Lama mas Bagas memperhatikan si sulung. " Berapa umur anakmu Wi?"  Aku jawab "Tiga tahun" 

Mata mas Bagas menerawang jauh, tiba-tiba hilang keceriaannya. "Kalo anak ku masih ada, persis usianya dengan anak mu" 

"Lho... , aku diapusi to yo ngaku bujang" godaku.

Hari itu untuk pertama kalinya aku melihat mas Bagas yang berbeda. Ternyata selama ini dia menyimpan luka. 

Saat studi di Jepang, dia sempat dekat dengan seorang gadis Jepang. Sangat dekat sampai mas Bagas memberanikan diri membawa gadis ini ke Jakarta untuk meminta restu pada orang tuanya.

Seperti dugaannya sejak awal, hubungannya mendapat tantangan keras. Karena bagi orang tuanya yang keturunan priyayi, gadis Jepang itu sama haramnya dengan daging babi. 

Maka pulang lah si gadis ke negaranya, dengan membawa calon anak mereka di perutnya dan menghilang sekeras apa pun usaha mas Bagas mencarinya.  

Waktu berjalan, Mas Bagas mencoba melupakan cinta pertamanya, akhirnya Ia meminang seorang gadis. Pernikahannya kami kira baik-baik saja, sampai suatu hari mas Bagas sakit. Aku dan Rara baru sadar bahwa ternyata  pernikahannya tidak baik-baik saja.  Dia terlalu laki-laki untuk berkeluh-kesah. Memilih mengubur pedihnya di kehidupan malam.

Sakitnya diawali   flu, lalu sariawan yang berkepanjangan yang membuatnya malas makan.  Kalau dulu dia yang memaksa-maksa ikut ke Amigos, sekarang dia yang terus menolak.  "Makan mas, badan mu makin menjulang, ga perlu diet".  "Nti sorean", atau "Masih mesti koreksi", atau seribu satu alasan lainnya.

Mas Bagas yang tidak pernah bolos mengajar, tiba-tiba menghilang, tanpa bisa dihubungi, satu hari,  tiga hari, hingga lima hari tanpa kabar. Sepulang kerja aku dan Rara memutuskan untuk kerumahnya.  Di rumah hanya ada adiknya, yang bilang mas Bagas sedang dirawat di ICU. Seperti terbang kami memacu kendaraan mengejar jam bezuk yang akan segera berlalu.

"Mas, kami datang", matanya tertutup,  "Mas, buka matanya", hanya air yang mengalir tipis. Pertama dan terakhir kalinya kami melihat Mas Bagas menangis dalam diam.

Bagas namanya..... 

____________________________

Untukmu yang pergi membawa luka, I Wish Heaven Had Visiting Hours.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun