Punya rekan kerja yang hobi nya bekerja sambil mendengarkan siaran radio? Aku  baru punya. Awalnya sempat terganggu karena terbiasa bekerja dalam sunyi. Lama-lama jadi terbiasa juga, dan sekarang malah ikut menikmati apa yang diocehkan si penyiar.
Hari ini Kembali terdengar suara ceriwisnya penyiar yang membahas berbagai hal, mulai dari yang remeh-temeh sampe yang betul-betul penting. Tiba-tiba si penyiar bertanya begini" Guysss... pelajaran apa yang dulu lo paling ga bisa? Udah meratiin, tetep aja gak bisa, walau udah duduk paling depan dan melotot?
Sontak aku terkikik mendengar pertanyaan kocak si penyiar. Dan Ketika memoriku terbang  Kembali ke bangku SMA, langsung terbayang masa-masa suram berjuang memahami beberapa pelajaran yang menjadi momok. Salah satunya Kimia. Mulai dari wajah gurunya, pekerjaan rumahnya, sampai yang terhoror, kertas ujiannya. Yang terakhir itu, si kertas ujian, sesekali masih bisa hadir menjadi bagian dari mimpi buruk ku.
Penderitaan yang timbul akibat ketidak mampuan pikiran mencerna rumus-rumus Kimia bertambah lengkap dengan wajah acuh pak guru, yang kalau masuk ke kelas tanpa membawa apa pun, tahu-tahu mengambil kapur tulis memunggungi kami para murid, dan menulis serentetan rumus-rumus ajaib. Lalu si Bapak bergumam mengucapkan sesuatu, yang tidak terdengar jelas, kecuali pada bagian akhirnya: "Kerjakan !!!"
Kalo dipikir-pikir Bapak guru ku ini wajah nya jauh dari seram, posturnya kurus tinggi, nyaris terlalu kurus secara proporsi. Tapi kemampuannya menimbulkan rasa takut sungguh dasyat dan long lasting. Bayangkan, di usia mendekati kepala lima pun masih bisa sesekali aku memimpikan adegan panik mengerjakan soal ujiannya.
Sungguh nasib seorang murid bergantung pada guru. Pencerahan atau penyerahan yang dia dapat pada akhirnya, ada di tangan guru. Seberapa jauh guru itu mau memahami apa yang dirasakan oleh siswa.
Salah satu rekan guru pernah bertanya kepada ku, bagaimana cara mu melacak siswa yang tidak paham pelajaran yang baru dijelaskan? Setelah berpikir sesaat, aku menjawab:  'Saat menjelaskan, sesekali berhenti dan pandangi wajah para siswa. Matanya kosong atau berpendar?  Ajukan pertanyaan setelah menjelaskan, Kembali tatap mata siswa kita, dan  yang buru-buru mengalihkan pandangan saat beradu pandang, kemungkinan besar adalah siswa yang tidak paham. Karena dia takut namanya disebut untuk menjawab pertanyaan".
Rekan guru yang lain bilang, "Repot lah nebak nebak cenayang gitu... aku sih tinggal tanya, apakah ada yang belum paham ??  Ada yang mau ditanyakan ?" Rekan yang lain menimpali, "Minta siswa bikin ringkasan di kertas  tentang apa yang mereka pahami.. "  "Rekan yang lain lagi bilang, pakai  Kahoot atau Quizizz." Dan masih banyak lagi usulan-usulan tentang apa yang bisa dilakukan untuk mendeteksi pemahaman siswa.
Seperti  halnya pepatah, seribu jalan menuju Roma, sesungguhnya seribu satu cara untuk kita mencari tahu sejauh apakah siswa paham. Namun yang pasti, untuk mau menempuh jalan itu, dibutuhkan hati. Hati seorang pendidik yang menyayangi anak didiknya, hati seorang pendidik yang menyadari bahwa dia mampu menjadi salah satu faktor penentu masa depan siswa dihadapannya... Sehingga ia mau meluangkan waktu berhenti sejenak, meraih tangan siswa yang masih tertinggal di belakang...
Catatan: Tulisan ini dibuat penuh cinta dan rasa terima kasih kepada semua guru yang menjadikan ku hari ini...