Mohon tunggu...
Prajna Dewi
Prajna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Humaniora, parenting, edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Episode Anak Pergi

20 Maret 2022   05:22 Diperbarui: 22 Maret 2022   09:01 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu biasanya jauh-jauh hari sebelum akhir minggu tiba, pikiran sudah dipenuhi rencana, mau pergi kemana, atau mengunjungi siapa atau sekedar mencicipi jajanan apa. 

Tapi semenjak pandemi, akhir minggu bukan lagi menjadi hari yang terlalu ditunggu-tunggu. Dia menjadi hari yang tidak berbeda jauh dengan hari awal minggu, atau pun tengah minggu.

Begitu juga dengan akhir minggu ini.... Mau ngapain ya ??? Dari pada nyobain resep lagi yang membuat jarum timbangan makin miring ke kanan, mending beres beres dikit. Dikiiiiit aja batinku.... biar akhir minggu tidak terlalu menyedihkan.

Saat tangan dengan enggan mulai membolak-balik isi laci untuk memilah antara yang butuh dan tidak, tiba-tiba mataku tertumbuk pada satu tas  kain souvenir perayaan hari ibu dari sekolah tempat anakku dulu. 

Bukan warna tasnya ataupun bentuknya yang menarik perhatianku, tapi tulisan yang tertera di tas situ " Not Always Eye to Eye. But always heart to heart" 

Saat menerima tas itu dulu, rasanya biasa saja, tidak ada yang istimewa. Tapi sekarang, terasa menyengat saat membaca tulisannya. Pikiran langsung terbang jauh ke negara tetangga, tempat si sulung bekerja setelah menamatkan kuliahnya.

Teringat sebulan menjelang dia berangkat, aku benar-benar merasa galau. Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak membayangkan dia sebentar lagi akan pergi jauh melanjutkan studi nya. 

Ditambah lagi cerita teman teman yang sering bilang "Anak kalau dikuliahin jauh-jauh, 99 % gak bakal balik... lebih enak dinegara sana..  Apalagi kalau ketemu jodohnya orang luar..."  Si Sulung juga lumayan gelisah, mungkin karena vibrasi emak anak nyambung.

Dan akhirnya tiba hari keberangkatannya, jangan ditanya perasaan di hati, hanya di depan anak tentunya harus menunjukkan ketegaran..  

Untung kehadiran sahabat sahabatnya yang ikut mengantar di bandara membuat suasana jadi meriah. 

"Hati-hati di jalan nak..Sampai sana segera telepon mama ya" ... Cuma itu yang ku ucapkan saat keberangkatannya. 

Karena harus transit, dan ganti kartu telepone dll... dibutuhkan hampir 10 jam baru si sulung bisa telepon dan mengabari bahwa dia sudah tiba di sana. Walau singkat namun sudah cukup membuat lega mengetahui dia baik-baik saja.

Episode telepone berlanjut, keesokan harinya si sulung telepone lagi... dan lagi dan lagi... selama hampir 2 bulan dia selalu menelepone - video call setiap malam. 

Yak... ini bukan hiperbola, betul betul telepon setiap malam.  Dan dengan durasi yang tidak singkat. Setiap kali telepone minimal 3 jam. Dari posisiku duduk tegak, sampe bersandar, sampe setengah rebah, sampe duduk lagi... si sulung belum mau mengakhiri pembicaraan. 

Ada aja yang dia ceritakan, atau dia tanyakan. Awalnya aku senang sekali setiap mendapat telepon si sulung. Karena durasinya berjam jam..namun  kadang ada kalanya aku mesti mengerjakan hal lain, hingga suatu malam aku bilang ke dia "Sudahan dulu ya nak.. telepon lagi besok" Dan dia langsung menjawab "Ma... mama tahu gak, aku dengan lihat mama, dedek, lihat oma, lihat kamar... berasa di rumah ma.., kalau mama sibuk, mama taruh aja telepon nya. Tapi jangan dimatiin ma.., yang penting aku bisa tetep lihat mama, lihat rumah..." 

Oh Goshhh.... Ucapan si sulung  benar benar menyentak kesadaran ku, betapa dia merindukan aku dan rumahnya.  "Oh.. gak apa nak... gak apa...bisa nanti kok mama kerjainnya..." dan kami pun lanjut lagi ngobrol ke sana ke sini ngomongin hal hal gak penting, namun penting untuk pengobat rindu si sulung. 

Episode telepon berkurang intensitasnya setelah 2 bulan, menjadi beberapa hari sekali, dengan durasi lebih singkat, hingga menjadi seminggu sekali sampai hari ini.

Itu kejadian 5 tahun lalu. Tapi masih melekat erat di ingatanku, Betapa si Sulung merindukan rumahnya, lebih tepatnya suasana rumah beserta orang orang di dalamnya. Suasana rumah yang membuatnya merasa nyaman dan yakin disayang..

Dan perasaan itu pula lah yang mengikatnya hingga hari ini untuk tetap telepon dan meluangkan waktu ngobrol setiap minggu walaupun tentunya masa home sick/kangen rumah sudah lama ia lewati.

" Not Always Eye to Eye. But always heart to heart", tidak selalu bertemu, tapi selalu di hati...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun