Mohon tunggu...
Prajna Delfina Dwayne
Prajna Delfina Dwayne Mohon Tunggu... Penulis - Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan tahun 2022. Saat ini bekerja sebagai Legal Manager and Government Relationship di Rekosistem, perusahaan pengelolaan sampah berbasis teknologi.

Tujuan publikasi di Kompasiana untuk menggali potensi sebagai penulis, melatih metode penelitian, dan memperdalam kemampuan analisis. "Learn, unlearn, relearn"

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Harapan Hasil Makan The Economist dan Kwetiau Goreng

13 Juni 2024   21:33 Diperbarui: 13 Juni 2024   23:09 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pri: Asupan Rp130.000,00 vs Rp18.000,00 

Saya setuju dengan opini Bapak Andreas Adhy Aryanto yang pada bulan Mei lalu menuliskan surat pembaca yang berjudul "Semarakkan Kembali Toko Buku" yang intinya menyuarakan tentang toko buku yang perlu dihidupkan lagi.

Bapak Andreas mengungkapkan kemirisannya atas toko buku yang semakin sedikit, puncaknya ketika toko buku ternama yang tutup untuk selama-lamanya. 

Waktu saya kecil hingga remaja, dengan mudah saya menghampiri toko buku dan majalah di pasar. Buku bukan barang elit. Melainkan barang yang dapat dengan mudah dijangkau oleh siapapun dari berbagai kalangan dengan harga yang beragam pula. Kondisi hari ini memang banyak ditemukan event atau bazar buku tapi banyak ditemui dengan harga yang tidak murah.

Bahkan untuk saya yang sudah bekerja. Untungnya, saya masih dikelilingi oleh teman-teman yang juga senang membaca dan genre bacaannya mirip. Untuk bisa membaca tidak perlu selalu beli (untuk dimiliki), hanya cukup pinjam dan tidak lupa dikembalikan dalam keadaan baik. 

Bahkan kantor saya cukup mendukung dengan memperkenankan sebagian ruang lemarinya untuk diisi dengan buku-buku yang dapat dibaca dan dipinjam oleh siapapun dengan menuliskan nama peminjam, judul buku, tanggal pinjam, dan tanggal pengembalian untuk bisa dimonitor rekam jejaknya. Saya rasa perpustakaan mini seperti ini sangat mudah diadakan. Hanya saja apakah ada kemauan untuk memulainya? 

Saya pribadi sudah memulai untuk memberikan minimal satu buku per bulan ke Perpustakaan SMA, tempat dimana saya dulu bersekolah dan dikenalkan dengan buku-buku sastra. Terdengar sedikit bukan?

Karena hanya dihitung dari saya seorang. Tapi coba bayangkan kalau masing-masing pembaca melakukan hal yang serupa. Menyumbangkan buku lebih banyak akan lebih baik. Tapi setidaknya mulai dari kemampuan masing-masing dan dilakukan secara konsisten. 

Saya berharap anak-anak yang bersekolah secara merata dapat memiliki akses yang sama atas buku, koran, dan majalah atau sumber bacaan apapun dengan mudah dan murah (accessible for everyone).

Di sisi lain saya juga berharap perpustakaan sekolah dapat dibuka lebih dini (sebelum jam murid masuk sekolah) dan tutup lebih akhir. Sehingga lebih banyak waktu yang dapat dihabiskan oleh murid sekolah di dalam perpustakaan. Bukan hanya di jam istirahat yang hanya berjangka kurang lebih 15 menit x 2. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun