Mohon tunggu...
Teguh Ilham
Teguh Ilham Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya adalah orang Indonesia yang kebetulan lahir di Padang. Sedang menempuh Pendidikan di Jatinangor.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Beras Miskin Buat Si Miskin

28 Juli 2011   12:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:18 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah pengalaman pertama saya bekerja melayani masyarakat secara langsung. Pengalaman ini saya alami tadi siang (Kamis, 28 Juli 2011) ketika saya sedang menjalani kegiatan praktek lapangan di Kantor Desa Cipondok, Kabupaten Kuningan. Sungguh pengalaman pertama ini memberikan kesan begitu membekas di hati ini. Ketika itu saya mendapatkan “tugas pembantuan” dari pak lurah (di sini pak lurah adalah sebutan bagi kepala dusun) Cimanggu untuk mendata warga yang menerima beras miskin (ternyata tidak hanya warga yang miskin ya, berasnya pun ikut-ikutan miskin). Dengan menggunakan seragam lengkap IPDN saya duduk di depan sebuah meja dengan memegang kertas daftar para penerima beras miskin dan sebuah pulpen untuk men-check list warga yang telah menerima raskin tersebut. Aduuh, ternyata saya salah kostum ni kayaknya, banyak warga yang ragu-ragu mampir ke meja saya (mungkin mereka mengira saya aparat penegak hukum kali ya?) . Makanya ketika ada warga yang datang dengan raut muka bingung-bingung, saya harus cepat membaca situasi dan menjelaskan bahwa saya adalah pegawai magang di sini, hehe.. Walaupun saya hanya bertugas membagikan beras miskin tapi saya harus tetap super hati-hati agar beras benar-benar tersalurkan kepada yang berhak menerimanya karena kata pak lurah berdasarkan pengalaman sebelum nya jumlah uang yang seharusnya terkumpul tidak sesuai dengan jumlah beras yang terjual.

[caption id="attachment_122061" align="aligncenter" width="224" caption="inilah beras "][/caption] Banyak cerita yang lebih penting yang harus saya ungkap di sini kepada anda semua. Cerita mengenai kondisi masyarakat marginal kita yang menerima beras miskin dan cerita mengenai para penyelenggara kebijakan beras miskin tersebut. Inilah laporan saya langsung untuk anda semua. [caption id="attachment_122063" align="alignleft" width="266" caption="kondisi beras yang memprihatinkan"]

13118545741162297851
13118545741162297851
[/caption]

Di sini ada hal yang sangat menarik bagi saya, hampir setiap warga yang datang untuk membeli jatah raskinnya ke kantor desaselalu menyelidiki setiap karung beras satu persatu. Awalnya saya bingung, kok mereka mencongkel-congkel setiap karung beras tersebut ya. Setelah saya tanya kepada salah seorang warga kenapa mereka melakukan hal itu, ternyata jawaban mereka membuat saya terkejut, “semoga saja di antara berkarung-karung beras ini masih ada beras yang agak layak”, itu kata mereka. Saya hanya diam.

[caption id="attachment_122073" align="aligncenter" width="300" caption="warga yang sedang berusaha memilih beras yang agak "]

13118557731934449923
13118557731934449923
[/caption] [caption id="attachment_122077" align="aligncenter" width="300" caption="cuma dengan inilah warga berusaha mencari beras yang "]
1311857062961286685
1311857062961286685
[/caption]

Menurut informasi yang saya terima dari pak lurah, ternyata warga di sini juga tidak mendapatkan jatahnya sesuai dengan janji pemerintah, yaitu 15 kg per kepala keluarga. Mereka hanya mendapatkan jatah setengahnya. Hal ini karena jumlah raskin yang tersalurkan ke Desa Cipondok tidak sesuai dengan jumlah warga miskinnya. Sebagai solusinya, dalam rapat desa disepakatilah setiap kepala keluarga mendapatkan jatah 7,5 kg saja dengan harga 13.500 rupiah. Apakah benar bobotnya 7,5 kg? Nggak ternyata.

[caption id="attachment_122079" align="aligncenter" width="300" caption="ternyata setelah ditimbang, bobotnya pun tidak sesuai harapan"]

1311857345778667608
1311857345778667608
[/caption]

Ternyata setelah ditimbang, secara keseluruhan berat beras dalam satu karung kurang dari 15 kg, malah ada yang sampai kurang setengah kilo. Ya begitulah nasib orang miskin di negeri ini, kayak tukang cat, sudah jatuh tertimpa tangga trus cat nya tumpah di kapala lagi. Malang nian, yang jelas mereka hanya bisa menerima, sudah syukur dapat jatah, kan banyak juga warga lain yang tidak dapat, begitu mungkin fikir mereka. Itulah rakyat kita yang penyabar, bisa memaklumkan pemerintah, tapi pemerintah tidak pernah memaklumkan mereka.

Saya pribadi menilai, bahwa program beras miskin yang digulirkan oleh pemerintah saat ini adalah bentuk pengakuan dari betapa peliknya permasalahan kemiskinan di negeri ini. Permasalahan yang hingga saat ini masih belum menjadi fokus perhatian pemerintah karena mereka masing-masing sibuk dengan kepentingannya. Apakah pemerintah masih bisa berbangga telah memberikan subsidi dalam bentuk beras tak layak kepada masyarakat miskin?. Apakah benar program ini layak untuk diteruskan, ataukah ada solusi lain?

[Praja_Ilham @ Desa Cipondok]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun