Mohon tunggu...
pradnya paramitha
pradnya paramitha Mohon Tunggu... -

karyawati di jakarta, ingin membuat hidup menjadi lebih sederhana....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ritual di Negeri Orang Tak Berakal (II)

10 Agustus 2010   05:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:10 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu sore, seorang sahabat dari kampung halaman datang ke Jakarta, dan bertandang ke rumahku, dia seorang yang aktif dalam organisasi non-profit, mahasiswa S3 sebuah PTN  di Yogya, namun masih tetap seorang idealis yang hidup melajang sebagai pilihan hidupnya.  Dalam banyak hal, diia sosok yang jauh berbeda denganku, meski demikian kami menikmati perbedaan tersebut..

Meski kadang obrolannya terasa terlalu 'tinggi' buatku, aku berusaha memahami pendapat dan keprihatinannya serta mendengarkan keluhannya.  Berikut rangkuman obrolan dengannya di teras rumahku yang tertutup pohon mangga...

Kemanakah perginya rasa kebersamaan dalam memiliki negeri ini.... ?

Entahlah... malahan beberapa tahun belakangan ini sebuah ritual lain yang berseberangan dengan tujuan ritual kemerdekaan kerap terjadi...

Benarkah ? Ritual macam apa ?

Dengan mudah dapat disaksikan. Sweeping yang dilakukan oleh FPI seperti yang terjadi di Medan (7 Agustus 2010) dan di tempat-tempat lain seolah-olah menjadi suatu ritual yang sah untuk mereka jalankan menjelang bulan suci Ramadan. Dalam tindakan sweepingnya FPI membawa pentungan dan tidak jarang membawa parang untuk mengobrak-abrik tempat-tempat yang mereka anggap “maksiat”, memukuli orang-orang yang berada di tempat itu. Mereka dengan mudah melakukan tindakan serupa manakala ada suatu fenomena yang mereka anggap tidak sesuai dengan kaidah mereka. Barangkali mereka tidak tahu prinsip bahwa tindakan kekerasan hanya dilakukan oleh orang-orang yang malas menggunakan akalnya. FPI melakukan tindakannya mengatas namakan agama dan bahkan atas nama Allah. Apakah benar umat Islam dan bahkan Allah sendiri berkenan diwakili oleh tindakan mereka yang brutal itu ? Siapakah yang memberi FPI wewenang untuk melakukan tindakan tersebut ?

Hmmmm........

Bangsa ini sepakat untuk menyerahkan masalah tertib hukum kehidupan masyarakat kepada aparat penegak hukum, khususnya polisi. Sampai saat ini bangsa ini belum membuat komitment baru yang memberi wewenang kepada FPI untuk melakukan penegakan hukum di tengah masyarakat. Kalau masing-masing komponen anak bangsa seperti FPI merasa boleh dan berhak melakukan sweeping terhadap apa-apa yang mereka anggap tidak benar atau yang tidak mereka sukai, akan jadi apakah bangsa ini ?

Bila kita kembali pada fakta puluhan tahun yang lampau, bahwa bangsa ini bisa ada karena kesepakatan dan komitment para pendiri bangsa di atas segala perbedaan. Kita sepakat bahwa masalah penegakan hukum ada di tangan aparat penegak hukum, dan itu bukanlah FPI. FPI sendiri telah melakukan pelanggaran hukum dengan melakukan pengrusakan dan kekerasan terhadap orang lain, apapun dalihnya. Semua ditayangkan kepada masyarakat dengan gamblang. Tetapi, apakah FPI pernah tersentuh hukum? Nampaknya mereka berdiri di atas hukum.

Jadi bagaimana peranan polisi sebagai pengayom masyarakat ?

Polisi aparat penegak hukum yang terhormat itu, seolah-olah tanpa harga diri membiarkan anak bangsa ini melanggar hukum demi alasan “penegakan hukum”...

B E R S A M B U NG....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun