Mohon tunggu...
pradnya paramitha
pradnya paramitha Mohon Tunggu... -

karyawati di jakarta, ingin membuat hidup menjadi lebih sederhana....

Selanjutnya

Tutup

Money

Belajar Saling Menghidupi

8 Oktober 2010   10:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:36 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah melihat pedagang asongan di pinggir jalan ??  Pernah mengamati siapa saja pembelinya ?

Iseng-iseng di tengah rutinitas kemacetan pagi, berapa hari ini kuperhatikan pedagang asongan di daerah Grogol.  Usia mereka dari anak-anak sampai kakek-kakek, dengan bermacam-macam barang jualannya mulai dari obat sampai rokok, dari jepit rambut sampai handuk kecil.

Hmmm.... sekarang mengamati pembelinya.  Beberapa kali terjadi transaksi air kemasan 1,5L dan rokok ke sopir dan kernek truk, serta sopir angkot dan mikrolet.  Tissue dan permen dibeli karyawati-karyawati penumpang angkot dan pejalan kaki, peniti dibeli ibu-ibu penumpang angkot juga.

Iseng kutanya harga ke salah satu pedagang asongan;

- air kemasan 1,5L Rp. 5.000 - Rp. 6.000 ;  harga supermarket hanya Rp. 3.500,-an saja

- permen H**** Rp. 2.000,-; harga supermarket hanya Rp. 1.250,- an saja

-  tissue T**** kecil Rp. 1.500,-; tissu besar Rp. 2.000,-; harga supermarket tissue kecil hanya Rp. 850,- dan tissue besar Rp. 1.500,-

-  rokok D****  per batang Rp. 1.500,-; harga supermarket kemasan isi 12 Rp. 10.000,-an saja

Kesimpulannya ??   WAHHH... MAHALLLL!!  Bisa sampai di atas 50% lebih mahal dari harga supermarket.  Mengapa para sopir & kernek tetap mau membeli dengan harga begitu tinggi ??  Bukankah itu juga pemborosan ??

Pagi tadi, sesampai di depan kantor, kulihat seorang satpam gedung tengah membeli rokok pada pedagang asongan, jadi kudekati dan kujejeri langkahnya.   Maka terjadilah dialog berikut :

"Udah bebas tugas, pak ?" sapaku basa basi padanya

"Iya, mbak, ini mau ngopi dulu.."

"Kok beli rokok di asongan, pak ? Kan lebih mahal... "

"Yaa,  kalau begini kan itung-itung sama bagi-bagi rejeki sama asongan, mba..  ada pahalanya lagi"

"Masak sih ? Apa pahalanya ?"

"Beli ngecer bisa ngurangi kebiasaan ngerokok, jadi berkurang, kalau beli bungkusan sehari bisa habis, malah lebih boros, hehehe.."

Wah, kalau begini ini sih itung-itungan non matematis (hehehe...), tapi anehnya pembicaraan pendek itu teringat sampai siang ini, hingga kurasa perlu kutulis di  sini.  Kubayangkan kembali pedagang-pedagang asongan itu, yang mengais rejeki di tengah terik panas maupun hujan deras, akrab dengan debu asap dan kemacetan Ibu Kota ini, membawa dagangan ditutup plastik namun tetap saja debu menempel.  Mungkin itu sebabnya selama ini aku juga tak pernah membeli dari pedagang asongan, walau sekedar permen..

Sore ini hujan turun, tapi ada  rasa penasaran yang aneh, membuatku berpayung ke pedagang asongan di depan gedung kantorku, dan tahu-tahu sudah kubeli 2 bungkus tissue.

"Bang, kopi satu, filter satu," kata pembeli di sebelahku, aku menoleh karena mengenal suara itu, wahhhh... ternyata sopir kantorku!  Kita tersenyum bersamaan, ada tatapan pengertian di matanya.

Sore ini kuputuskan mencoret tissue dari daftar belanjaku di supermarket, dan mungkin akan ada coretan lagi yang menyusul..

__________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun