"Iya, mbak, ini mau ngopi dulu.."
"Kok beli rokok di asongan, pak ? Kan lebih mahal... "
"Yaa, kalau begini kan itung-itung sama bagi-bagi rejeki sama asongan, mba.. ada pahalanya lagi"
"Masak sih ? Apa pahalanya ?"
"Beli ngecer bisa ngurangi kebiasaan ngerokok, jadi berkurang, kalau beli bungkusan sehari bisa habis, malah lebih boros, hehehe.."
Wah, kalau begini ini sih itung-itungan non matematis (hehehe...), tapi anehnya pembicaraan pendek itu teringat sampai siang ini, hingga kurasa perlu kutulis di sini. Kubayangkan kembali pedagang-pedagang asongan itu, yang mengais rejeki di tengah terik panas maupun hujan deras, akrab dengan debu asap dan kemacetan Ibu Kota ini, membawa dagangan ditutup plastik namun tetap saja debu menempel. Mungkin itu sebabnya selama ini aku juga tak pernah membeli dari pedagang asongan, walau sekedar permen..
Sore ini hujan turun, tapi ada rasa penasaran yang aneh, membuatku berpayung ke pedagang asongan di depan gedung kantorku, dan tahu-tahu sudah kubeli 2 bungkus tissue.
"Bang, kopi satu, filter satu," kata pembeli di sebelahku, aku menoleh karena mengenal suara itu, wahhhh... ternyata sopir kantorku! Kita tersenyum bersamaan, ada tatapan pengertian di matanya.
Sore ini kuputuskan mencoret tissue dari daftar belanjaku di supermarket, dan mungkin akan ada coretan lagi yang menyusul..
__________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H