Mohon tunggu...
Pradna Aqmaril Paramitha
Pradna Aqmaril Paramitha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Artikel Freelance

Saya adalah content writer yang menulis dalam Bahasa Inggris serta Indonesia. Saya tertarik mengulas tentang lifestyle di Bandung dan industri kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengenal Bulk Store, Gaya Belanja Baru Ramah Lingkungan

3 Februari 2021   13:25 Diperbarui: 3 Februari 2021   13:33 3318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Polina Tankilevitch (Pexels)

Di sebuah toko kecil, berjejer rak-rak kayu berisi berbagai macam kontener. Ada toples kaca berisi bumbu dapur, tupperware berisi kerupuk mentah dan keripik, sampai jerigen berisi sabun cuci. 

Di kasir, penjaga toko sedang menimbang dan menghitung harga total kerupuk comet. Comet dimasukkan ke dalam misting atau tempat makanan yang dibawa pelanggan dari rumah.

Seperti itulah pemandangan yang bisa ditemukan ketika sedang berbelanja ke bulk store. Sesuai namanya, bulk store adalah toko yang menyediakan kebutuhan rumah tangga dari cairan pembersih hingga makanan dalam jumlah grosir (bulk). 

Pembeli bisa menakar produk yang dibeli sesuai keinginan mereka. Harga ditentukan persatuan berat (gram) atau volume (liter). 

Dilansir dari Zero Waste Indonesia, bulk store tidak memberikan kemasan atau kantong plastik secara cuma-cuma pada pembeli. Pembeli bisa membawa wadah mereka sendiri atau dipinjamkan oleh toko, yang nantinya bisa dikembalikan pada kunjungan selanjutnya.

Bulk store yang juga dikenal sebagai zero waste shop (toko nol sampah) kian menjamur di Tanah Air. Hal ini tentu tidak lepas dari tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dengan menerapkan hidup bebas sampah.

Tetapi, apa sih tepatnya yang menjadikan konsep bulk store begitu menarik di mata pemerhati lingkungan? Kenapa kita harus mendukung bertambahnya bulk store di Indonesia?

Sejarah Bulk Store dan Berkembangnya Gaya Hidup Zero Waste

Tren bulk store diprakarsai oleh Bulk Barn pada 1982 di Kanada. Bulk Barn mengenalkan cara berbelanja dengan mengambil produk secara langsung dari wadah dan kantong-kantong besar.

Pada 2000-an awal, gaya hidup zero waste naik daun dan membuat toko seperti Bulk Barn kian menjamur. Selanjutnya, bulk store mulai mengharuskan pembeli membawa wadah mereka sendiri. Gerakan ini dipimpin oleh waralaba Unpackaged dari London serta Negozio Leggero dan Effecorta dari Italia.

Bulk store tidak hanya tersebar di benua Eropa dan Amerika. Pada 2018, Unpackt dibuka di Singapura. Unpackt juga membantu pemula belanja minim sampah dengan menjual wadah untuk pelanggan baru.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kini, bulk store bisa ditemukan di berbagai kota mulai dari Jakarta sampai Pacitan. Di Bandung saja, contohnya, ada empat pilihan bulk store yang bisa dikunjungi.

Jadi, apa yang membuat konsep bulk store menjadi kian populer?

Tentu saja, jawabannya ada di eksekusi bulk store yang menerapkan prinsip zero waste. Keberadaan bulk store membantu mereka (terutama anak-anak muda) yang mengikuti filosofi zero waste dalam keseharian mereka.

Bea Johnson dari Zero Waste Home mempopulerkan 5R, yaitu Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Rot atau "Menolak, Mengurangi, Menggunakan kembali, Daur Ulang, dan Membusukkan". Pada skala rumahan, refuse, reduce, dan reuse paling mudah untuk dilaksanakan.

Sadar atau tidak, hanya dengan berkomitmen pada bulk store, pembeli sudah menerapkan 3R tersebut.

Dengan berbelanja di bulk store, pembeli seolah "tidak mengizinkan" (refuse) sampah dari toko untuk masuk ke rumah. Hal ini turut mengurangi volume sampah yang dikeluarkan rumah tangga pembeli (reuse). 

Tidak lupa juga dengan pelanggan yang membawa wadah sendiri setiap kali belanja. Wadah-wadah tersebut bisa dipakai berulang-ulang (reuse).

Lalu bagaimana dengan rot dan recycle? Biasanya, bulk store sudah punya jaringan tersendiri untuk menyalurkan sampah mereka.  Sampah kemasan plastik, contohnya, bisa dikirim ke Rebricks di Jakarta untuk didaur ulang jadi paving block ramah lingkungan.

"Kita nggak bisa seratus persen menghindari sampah. Kadang beli grosiran dari toko juga ada kemasan plastiknya," ujar Siska Nirmala, penulis Zero Waste Adventure dan pendiri Toko Nol Sampah di Bandung.

"Yang penting adalah gimana caranya biar sampah itu nggak sampai ke rumah-rumah dan lanjut ke TPA." tambahnya.

Keuntungan Bulk Store dari Segi Ekonomi

Ternyata, bulk store juga menawarkan manfaat ekonomis baik untuk pelanggan maupun produsen pemasok barang

Bulk store tidak hanya menyediakan produk-produk impor berbahan organik yang notabene dibandrol mahal. Di Bandung, bulk store menjual cemilan yang diproduksi industri rumahan. 

Ipit contohnya, memasok keripik singkong ke Toko Nol Sampah. Ia mendapat ide berjualan keripik singkong melihat ibu-ibu rumah tangga di lingkungannya yang terimbas pandemi. 

Sayangnya, berjualan di sekitar lingkungan rumah tidak terlalu efektif dalam memperluas jangkauan pasar. Ipit berniat menghubungkan para pembuat keripik singkong dengan toko-toko di Bandung. 

Masalahnya, toko seperti apa yang akan disasar Ipit?

Untungnya, pengalaman bersekolah ke Jepang memberi Ipit ide yang bagus. Dulu, Ia biasa belanja di bulk store, dan kini Ipit berniat memasarkan keripik singkong ke toko dengan konsep yang sama.

Karena itu, Ipit membimbing para Ibu rumah tangga untuk mengubah resep keripik singkong. Garam dan MSG-nya dikurangi, dan minyaknya diganti dari kelapa sawit ke kelapa (coconut oil).

Selanjutnya, Ipit tinggal mendatangi daftar bulk store dan menawarkan keripik singkong yang resepnya sudah diubah jadi lebih sehat. Bulk store berprinsip zero waste juga memiliki ciri khas mempromosikan produk makanan yang aman untuk kesehatan.

Seminggu sebelum artikel ini dimuat, Ipit telah menawarkan produknya ke Toko Nol Sampah. Jika disetujui, keripik singkong yang dijajakan Ipit akan bergabung dengan jajanan pasar lain yang juga diproduksi oleh industri rumahan.

Dengan bertambahnya bulk store di Indonesia, diyakini banyak UMKM bisa menyalurkan dagangannya ke toko-toko tersebut. Ditambah lagi, industri-industri kecil ini tidak perlu memikirkan biaya pengemasan (packaging).

Bulk store juga berpotensi memberdayakan rakyat  dengan ekonomi menengah ke bawah. YPPB Organis di Bandung, contohnya, memasok cairan pembersih dan kelengkapan mandi dari merk konvensional. Tersedianya merk-merk ini memberi pilihan pada segmen pembeli yang memang terbiasa membeli produk berukuran sachet karena lebih ekonomis.

Tetapi, YPPB Organis menyetok sampo dan sabunnya dalam ukuran grosir, sehingga mengurangi sampah sachet. Selanjutnya, mereka tinggal menyalurkan sampah plastik dan beling ke fasilitas pengolahan sampah.

Bulk store masih dianggap baru di Indonesia. Namun, bulk store sudah menunjukkan potensi dari segi keramahan lingkungan dan bahkan lebih ekonomis. Siapa tahu, dengan dukungan anak-anak muda yang mulai menganut hidup zero waste, gaya bulk store akan semakin banyak diadopsi.

Apakah anda sendiri tertarik menjadi bagian dari generasi ramah lingkungan ini?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun