Bulk store tidak hanya tersebar di benua Eropa dan Amerika. Pada 2018, Unpackt dibuka di Singapura. Unpackt juga membantu pemula belanja minim sampah dengan menjual wadah untuk pelanggan baru.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kini, bulk store bisa ditemukan di berbagai kota mulai dari Jakarta sampai Pacitan. Di Bandung saja, contohnya, ada empat pilihan bulk store yang bisa dikunjungi.
Jadi, apa yang membuat konsep bulk store menjadi kian populer?
Tentu saja, jawabannya ada di eksekusi bulk store yang menerapkan prinsip zero waste. Keberadaan bulk store membantu mereka (terutama anak-anak muda) yang mengikuti filosofi zero waste dalam keseharian mereka.
Bea Johnson dari Zero Waste Home mempopulerkan 5R, yaitu Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Rot atau "Menolak, Mengurangi, Menggunakan kembali, Daur Ulang, dan Membusukkan". Pada skala rumahan, refuse, reduce, dan reuse paling mudah untuk dilaksanakan.
Sadar atau tidak, hanya dengan berkomitmen pada bulk store, pembeli sudah menerapkan 3R tersebut.
Dengan berbelanja di bulk store, pembeli seolah "tidak mengizinkan" (refuse)Â sampah dari toko untuk masuk ke rumah. Hal ini turut mengurangi volume sampah yang dikeluarkan rumah tangga pembeli (reuse).Â
Tidak lupa juga dengan pelanggan yang membawa wadah sendiri setiap kali belanja. Wadah-wadah tersebut bisa dipakai berulang-ulang (reuse).
Lalu bagaimana dengan rot dan recycle? Biasanya, bulk store sudah punya jaringan tersendiri untuk menyalurkan sampah mereka.  Sampah kemasan plastik, contohnya, bisa dikirim ke Rebricks di Jakarta untuk didaur ulang jadi paving block ramah lingkungan.
"Kita nggak bisa seratus persen menghindari sampah. Kadang beli grosiran dari toko juga ada kemasan plastiknya," ujar Siska Nirmala, penulis Zero Waste Adventure dan pendiri Toko Nol Sampah di Bandung.
"Yang penting adalah gimana caranya biar sampah itu nggak sampai ke rumah-rumah dan lanjut ke TPA." tambahnya.