Negara berkembang seperti di Indonesia sering dijumpai pemukiman kumuh terutama di kota-kota besar yang memiliki lingkungan pemukiman yang padat. Permasalahan pemukiman kumuh ini disebabkan oleh pengaruh negatif urbanisasi dan migrasi penduduk. Pengaruh negatif urbanisasi dan migrasi penduduk ini sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang meningkat, sedangkan pembangunan yang belum merata. Ketika mereka yang berada di daerah pedesaan berpikir bahwa peluang pekerjaan di daerah perkotaan lebih bisa menopang perekonomian mereka, maka mereka akan tergiur hingga memutuskan untuk memilih menetap dan mengadu nasibnya di daerah perkotaan. Disinilah awal dari munculnya permasalahan pemukiman kumuh sebagai akibat kurangnya ketersediaan lahan dan perekonomian yang tidak bisa dijamin ketika sudah terlanjur mengadu nasib di perkotaan. Menangani permasalahan pemukiman kumuh di Indonesia akibat pengaruh negatif urbanisasi dan migrasi penduduk perlu mengambil langkah berupa pembangunan sarana dan prasarana dasar pemukiman dan peningkatan pemahaman tentang lingkungan pemukiman yang sehat.
Perpindahan penduduk secara individu atau kelompok dari daerah pedesaan menuju daerah perkotaan disebut urbanisasi. Faktor yang mempengaruhi proses urbanisasi ini seperti peluang dan kesempatan kerja yang lebih terbuka di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan, kemajuan teknologi dan infrastruktur di daerah perkotaam sehingga terjadinya minat untuk beralih berprofesi di bidang industri dan meninggalkan bidang pertanian, dan fasilitas-falitas yang ada di daerah perkotaan lebih menjanjikan terutama pendidikan, Kesehatan, pariwisata, dan sebagainya. Kepadatan penduduk yang tidak dapat dihindarkan di daerah perkotaan sehingga menambah permasalahan, salah satunya adalah pemukiman kumuh. Kaum urban yang belum mendapatkan kesempatan kerja yang baik terpaksa menempati atau membangun lingkungan pemukiman-pemukiman  kumuh.
Urbanisasi dan migrasi penduduk sebenarnya menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap pembangunan di Indonesia. Arthur Lewis dan Myrdal (1995) mengungkapkan tentang dampak dari urbanisasi. Menurut Lewis, sektor modern yang terdapat di daerah perkotaan jauh lebih produktif dari pada sektor tradisional yang biasanya terdapat di pedesaan. Dalam hal ini urbanisasi dapat meningkatkan kemampuan tenaga kerja yang berasal dari daerah pedesaan dengan bekerja di daerah perkotaan karena daerah perkotaan lebih memungkinkan tenaga kerja yang berasal dari daerah pedesaan bisa terlatih secara optimal. Sedangkan dalam pandangan Myrdal kemudian mencoba memberikan pemahaman tentang dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh urbanisasi bahwa daerah pedesaan akan kehilangan tenaga kerja, dengan demikian sektor pertanian akan terhambat, karena kesulitan mencari tenaga kerja di daerah pedesaan.
Urbanisasi pun pada akhirnya dipilih oleh kaum urban untuk mencari pekerjaan di daerah perkotaan. Kondisi perkotaan yang semakin tidak terkendali akibat adanya urbanisasi yang meningkat, menimbulkan persaingan sengit untuk mendapatkan lahan sebagai tempat tinggal. Karena semakin minimnya lahan kosong dan tingginya biaya hidup yang harus dikeluarkan agar bisa bertahan di Kota. Sama halnya dengan migrasi penduduk yang pindah ke daerah perkotaan karena daerah tinggalnya memiliki faktor-faktor sehingga mendorong mereka untuk berpindah ke daerah perkotaan. Jika ada lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan, maka akan banyak kaum urban serta kaum migran memanfaatkannya sebagai lahan pemukiman. Perlu diketahui bahwa tidak banyak para kaum urban membangun pemukiman atau mendirikan bangunan-bangunan secara illegal.
Pemukiman-pemukiman yang dibangun secara illegal ini malah menjadi pemukiman kumuh di tengah daerah perkotaan. Daerah Perkotaan sendiri memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, maka tingkat kepadatan hunian juga tinggi, tingkat kepadatan bangunan juga tinggi, kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai seperti air bersih, jalan, drainase, sanitasi, listrik, fasilitas pendidikan, pelayanan Kesehatan. Kemudian tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah mempengaruhi pendapatan penghuni pemukiman di daerah perkotaan. Â Mereka yang membangun pemukiman atau hunian yang illegal ini juga membentuk lembaga Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).
Pemukiman kumuh identik dengan terbatasnya sarana dan prasarana dasar. Para pendatang yang kurang diseleksi secara selektif untuk tinggal di perkotaan menciptakan pemukiman kumuh. Pemukiman kumuh ini sebagai dampak dari dibangunya pemukiman-pemukiman illegal. Hal tersebut akan membuat semakin sulit untuk bagi pemerintah untuk mengelola sarana dan prasarana lingkungan pemukiman. Mereka yang menbangun pemukiman kumuh secara sosial ekonomi sebagian besar memiliki tingkat pendapatan yang rendah. Tingkat pendapatan yang rendah akan menyebabkan mereka memiliki daya beli yang rendah untuk mengakses pelayanan sarana dan prasarana dasar.
Upaya dalam menangani pemukiman kumuh yakni dilakukan pembangunan sarana dan prasarana dasar pemukiman dan peningkatan pemahaman tentang lingkungan pemukiman yang sehat. Pembangunan sarana dan prasarana dasar pada pemukiman kumuh membutuhkan beberapa tahapan yakni dimulai dari tahap survey, investigasi perencanaan, pembebasan lahan, konstruksi, operasi dan pemliharaan, serta ditunjang dengan pembiayaan dan partisipasi masyarakat. Peningkatan pemahaman tentang lingkungan pemukiman yang sehat seperti pemahaman mengenai sistim drainase, persampahan dan penyediaan air bersih yang dilakukan secara bersama mulai dari pemerintah setempat, lembaga terkait, hingga masyarakat. Pemerintah juga harus bisa melibatkan masyarakat dalam melakukan kedua upaya tersebut agar penanganan permasalahan pemukiman kumuh ini dapat dilakukan secara terus menerus. Kedua upaya tersebut memang harus dilakukan secara berkesinambungan mengingat karena permasalahan pemukiman kumuh ini merupakan masalah bersama atau kepentingan bersama.
Referensi
Adhyatma Sulaema, dkk, 2018. IMPLIKASI PERUBAHAN PERUNTUKAN PRASARANA DAN SARANA TERHADAP PEMILIK RUMAH DALAMÂ Â Â Â Â Â Â Â Â Â MEWUJUDKAN LINGKUNGAN YANG BERKELANJUTAN. Bina Hukum Lingkungan, 3(1), 1-15.
Harahap Ramdhani Fitri, 2013. Dampak Urbanisasi Bagi Perkembangan Kota di Indonesia. Jurnal Society, 1(1), 1-11.
https://media.neliti.com/media/publications/130628-ID-dampak-urbanisasi-bagi-perkembangan-kota.pdf