Mohon tunggu...
Pradirwan
Pradirwan Mohon Tunggu... Lainnya - Mencatat apa saja.

Buruh, motret, nulis. Pradirwancell.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Setelah Kepergian dan Cinta yang Tak Pernah Tamat

7 Agustus 2021   11:04 Diperbarui: 7 Agustus 2021   11:19 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku "Setelah Kepergian" karya Opick setiawan (2021)

"Sakit paling pilu adalah kehilangan, namun rindu tak bertepi merupakan siksa paling manis."

Kalimat puitis itu menjadi pembuka babak novel "Setelah Kepergian" karya Opick Setiawan. Dari judulnya, aku menduga buku ketiga Opick ini akan membawa pembaca ke cerita sedih penuh drama yang mengharu biru. Namun nyatanya aku dibuatnya terkejut.

Memang ada bagian dalam ceritanya yang mengarah ke sana. Itupun tak banyak. "Setiap helai jiwa mungkin perlu menghadapi patah hati. Sesakitnya rasa, setidaknya ia bisa pulang pada dirinya sendiri. Agar paham arti kehilangan."

Secara keseluruhan, setiap kalimat yang tersaji dalam buku ini sukses membuatku menyelesaikan membaca dalam satu hari saja. Dengan gaya bahasa yang  sederhana dan cenderung nyastra khas Opick Setiawan, aku begitu menikmati setiap kata dan terhanyut dalam ceritanya. Meminjam kalimatnya di halaman 44 buku ini, "Mungkin aku telah sampai pada relungnya makna jatuh cinta."

Tak hanya itu, penggambaran tokohnya pun cukup kuat. Apalagi pas adegan Agha merayu Dista. Aku dibuatnya tersenyum-senyum sendiri. "Waktu serupa denganmu, hadir dengan apa adanya. Bedanya, kamu sempurna dan selalu menyisakan rindu."

Meleleh nggak, sih?

Novel setebal 160 halaman ini bercerita tentang Muhammad Idlan Nuragha, pemuda asal Jayapura, Papua. Agha, nama panggilan sang pemuda itu, baru saja kehilangan orang yang dicintainya. Ibunya meninggal dunia setelah sempat mendapat perawatan di rumah sakit selama berbulan-bulan.  

Enam bulan setelah kepergian ibunya, Agha masih merasakan duka itu. Hingga takdir mengubah jalan hidupnya. Namanya tercantum dalam pengumuman Ujian Saringan Masuk (USM) Program Diploma 1 Pajak Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN, sekarang bernama PKN-STAN) di Balai Diklat Keuangan (BDK) Cimahi, Jawa Barat.

Di tempat pendidikan inilah kejutan dan harapan baru itu muncul. "Bila ini adalah waktunya, aku siap. Entah mendampingi hatimu kelak, atau hanya terlupa bersama sang waktu, aku pasrahkan padamu."

***

"Setelah Kepergian" ini sukses membawaku pada kenangan masa lalu saat mengenyam pendidikan di BDK Cimahi. Ya, sama seperti Agha, aku juga alumni BDK Cimahi.

Barangkali inilah yang membuat kisah dalam buku ini menjadi sangat menarik bagiku. Sependek pengetahuanku, sepertinya baru Opick saja penulis yang menceritakan hari-hari di BDK Cimahi dalam sebuah novel.

Ada pesan yang sangat kuat dalam buku ini. Bahwa lebih baik pernah mencoba lalu gagal daripada tidak pernah sama sekali. Mungkin saja ide cerita Opick terinspirasi quote terkenal Alfred Lord Tennyson, "Better to have loved and lost, than to have never loved at all."

Opick seolah ingin menyampaikan, "Jangan terlalu takut kehilangan sesuatu, sehingga kita tidak pernah mencoba untuk mendapatkannya sejak awal. Untuk mengetahui cara itu berhasil atau tidak adalah dengan mencobanya."

Terlepas benar atau tidaknya dugaan itu, jika Anda ingin mendapatkan cerita ringan, romantis, persahabatan, cinta, keluarga, dan ingin mengenal keseharian mahasiswa BDK Cimahi, maka buku ini dapat Anda jadikan salah satu referensi.

Selain itu, tak banyak nama pegawai yang kukenal produktif menulis, khususnya di Kanwil DJP Jawa Barat I. Tak main-main, Opick berhasil menerbitkan tiga buku dalam kurun waktu kurang dari setahun. Bukankah ini pencapaian yang luar biasa bagi seorang pegawai di sela-sela kesibukkannya?

Kemarin, 6 Agustus 2021, tepat setahun Opick menerbitkan buku perdananya, "Jejak Lalu". Bagiku, buku itu berisi pesan cinta tentang Jayapura. Kesimpulan ini sebagaimana yang Opick tulis dalam beranda Facebook-nya:

"Bilamana rindu itu belum berlalu, izinkan saya untuk mendekap hangat dengan beberapa cerita hati melalui "Jejak Lalu", buku pertama yang terlahir dengan melibatkan rasa yang menguras rindu, bahagia, sedih, resah, serta hal-hal yang menyertainya. Akan kenangan-kenangan yang terlihat, terdengar, hingga yang terasa. Tentang Jayapura, tentang laut, bukit, langit biru, hingga dalamnya makna persahabatan.⁣⁣"

Begitulah Opick mengesankan 'kelahiran' buku perdananya kala itu. Tak perlu menunggu lama, dalam tahun yang sama (2020), ia pun meluncurkan buku keduanya yang berjudul "Ada Musik di Sekolah". Buku ini menjadi sekuel "Jejak Lalu".

Novel "Setelah Kepergian" ini pun seperti sekuel dua buku sebelumnya. Opick memang tak bisa jauh dari latar Jayapura. Meski begitu, membaca ketiga buku ini seperti menyelami penggalan cerita nyata penulisnya.

Terakhir, aku berharap kecintaan Opick menuangkan ide menulisnya tak pernah tamat dengan melahirkan buku-buku lainnya yang jauh lebih luar biasa lagi. Karena aku percaya, mereka yang berkarya akan terus hidup bersama dengan karya-karyanya. 

Tabik.

Pradirwan, 6 Agustus 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun