Tadi pagi saya menemukan sebuah dompet warna merah maron di sekitar area parkir Hypermart. Setelah saya buka, ternyata uangnya lumayan banyak. Melihat uang yang cukup banyak, saya langsung bongkar sekalian isi dompet tersebut. Akhirnya saya menemukan KTP, SIM, dan macam-macam kartu penting lainnya. Karena siang ini kondisi lagi longgar dan gak ada kerjaan, akhirnya langsung tancap gas buat mencari alamat si pemilik dompet. Tak sampai setengah jam saya sudah menemukan alamat seorang ibu-ibu yang tertera di KTP.
Saya ketuk pintu rumahnya dan keluarlah seorang ibu cantik berpakaian modis. Ibu itu menanyakan maksud dan tujuan kedatangan saya ke rumahnya. Saya sampaikan bahwa saya ingin mengembalikan dompet yang kemungkinan dompet tersebut miliknya.
Betapa senang ibu tersebut karena dompet kesayangannya tak jadi hilang. Setelah diperiksa isinya, ibu itu nyeletuk“Lah, kok uangnya tinggal segini?” Saya spontan menjawab, “Gak tau bu, saya nemu di parkiran kondisinya udah kayak gitu.” Ibu itu tetap ngotot kalau sebelumnya ia bawa uang 10 juta tapi sekarang tinggal 9,5 juta. Ibu itu malah menuduh saya yang ambil uangnya sambil menyodor-nyodorkan dompet itu ke wajah saya.
Tiba-tiba jatuh dari dalam dompet sebuah struk belanjaan. Setelah dicek ternyata itu adalah struk belanjaan ibu dari Hypermart. Melihat struk yang jumlah pembayarannya hampir 500 ribu, tiba-tiba ia menyuruh saya untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Mungkin karena ia malu sudah menuduh saya sehingga ia berubah sikap menjadi ramah.
Merasa tertuduh dengan apa yang sebenarnya tidak saya lakukan, saya menolak tuk duduk dan saya lebih baik pamit. Tiba-tiba ibu itu langsung mengambil uang sebanyak 9 juta dari dalam dompet terus disodorkan ke saya. Antara malu dan gengsi saya bilang, "gak usah bu saya ikhlas kok."
Saya tetap melanjutkan untuk balik kanan menuju motor. Tetapi ibu itu masih mengejar saya yang sudah siap tancap gas lepas kopling pergi dari rumah ibu tersebut. Tak diduga, ibu itu langsung menyisipkan uang yang dibawanya tadi ke dalam tas saya. "Itung-itung permohonan maaf saya", kata si ibu. Sambil merangkul pundak saya, ibu itu bilang, “Gak apa-apa uangnya buat kamu, yang penting surat-suratnya kembali.” Sambil senyum-senyum malu akhirnya uang itu saya terima.
Aaaahhh……Seandainya ini bukan khayalan, pasti bisa buat traktir seporsi nasi jagung goreng sahabat K-ner yang baca tulisan ini. Sayangnya hanya imajinasi di siang hari.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H